Benang Kusut Pertamina Perkapalan: Dugaan Perusahaan Cangkang dan “Pajak Yang Tersesat di Laut”

Benang Kusut Pertamina Perkapalan: Dugaan Perusahaan Cangkang dan “Pajak Yang Tersesat di Laut”
Kapal tanker Pertamina

JAKARTA — Aroma tak sedap kembali menyeruak dari dapur bisnis energi nasional. Setelah gelombang kasus lama tentang tata kelola minyak mentah dan produk kilang, kini sorotan tajam mengarah pada anak usaha raksasa migas pelat merah: PT Pertamina International Shipping (PIS).

Temuan terbaru dari Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) memunculkan dugaan kuat bahwa di balik gemerlap kinerja keuangan PIS, terdapat jejaring rumit perusahaan cangkang luar negeri yang berpotensi menggerus penerimaan negara.

Kapal-Kapal di Balik Layar

Menurut Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, dugaan tersebut berakar pada praktik pembuatan puluhan perusahaan Special Purpose Vehicle (SPV) di luar negeri yang digunakan untuk menyewakan kapal tanker milik PIS.

“Setiap tiga kapal dibuat satu SPV. Ada pula sejumlah nama staf dan karyawan PIS yang digunakan sebagai direksi perusahaan cangkang itu,” ungkap Yusri dalam keterangannya beberapa waktu lalu.

Dari temuan sementara, sekitar 70 kapal tanker milik PIS disewakan melalui struktur SPV tersebut. Modus ini, kata Yusri, patut diduga sebagai cara mengalihkan sebagian potensi pajak yang seharusnya masuk ke kas negara.

Ia menyebut, apabila seluruh sistem pengelolaan kapal PIS dibenahi, penerimaan negara bisa bertambah hingga Rp10 triliun per tahun.

Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman (kiri) dan Ketu Federasi SPSI Kimia, Energi, dan Pertambangan SPSI Tangerang dan Tangerang Selatan, Dr Subianto (kanan)

Laporan Keuangan yang “Terlalu Cantik”

CERI juga menyoroti tren kenaikan laporan keuangan PIS yang dianggap tak wajar. Dalam beberapa tahun terakhir, laba PIS disebut naik di atas 50 persen tiap tahun, bahkan melonjak 126 persen pada 2020 dibanding tahun sebelumnya.

“Kenaikan yang fantastis itu perlu ditelusuri sumbernya. Jangan-jangan karena pola pengelolaan keuangan yang memanfaatkan SPV di luar negeri,” ujar Yusri.

Pola Pengelolaan Kapal yang Tertutup

Selain praktik SPV, Yusri menyinggung peran perusahaan pengelola kapal (ship management) yang menjadi mitra PIS, baik di luar negeri maupun dalam negeri.

Dibeberkan Yusri, ada sekitar 700 kapal tanker telah disewa PIS untuk mengangkut BBM, minyak mentah dan LPG di dalam negeri dan harus melalui ship management PT Waruna Nusa Sentosa, PT Sukses Inkor Maritim, PT Gemilang Bina Lintas Tirta, PT Caraka Tirta Pratama dan Arcadia Shipping Pte Ltd.

“Ada sekitar 67 kapal tanker berbagai jenis ukuran telah disewa oleh PIS mengangkut BBM, Minyak Mentah dan LPG serta LNG di luar negeri harus melalui perusahaan ship management Synergy Maritim Pte Ltd, NYK Ship Management Pte Ltd, Bernhard Schulete Ship Management Ltd, Thome Ship Management Pte Ltd dan Wallem Ship Managament yang berkantor di Singapore dan Dubai,” beber Yusri.

Diduga kuat, kata Yusri, dari perusahaan ship management inilah mengalir dana siluman puluhan triliun ke berbagai pihak, termasuk pejabat Pertamina, oknum APH dan BPK serta politisi.

“Jika Kejagung tidak mengusut tuntas pintu ship management, maka tak salah jika publik menilai banyak petinggi di Kejagung dan BPK diduga menikmati aliran ini,” tukas Yusri.

Menurut CERI, ada indikasi pungutan sekitar 30 persen dari nilai kontrak kepada pemilik kapal oleh perusahaan ship management tersebut. Dana ini diduga menjadi celah bagi oknum untuk menerima “kick back fee” yang tidak tercatat secara resmi.

Kapal Tanker Pertamina

Golf dan Pertemuan Akhir Pekan

Yusri juga membeberkan indikasi lain yang lebih subtil: pertemuan rutin antara sejumlah pihak terkait pengelolaan kapal di luar negeri, khususnya di Thailand.

“Mereka sering bertemu sambil bermain golf, dengan dalih kunjungan kerja. Ini harus menjadi perhatian aparat hukum,” ujarnya.

Tantangan untuk Direksi Baru

Kepada Direktur Utama Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri, Yusri mengingatkan agar segera membenahi “warisan kebijakan” direksi sebelumnya. Bila tidak, katanya, bisa terjerat pasal pembiaran.

“Ini momentum untuk menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi di sektor energi. Kalau dibiarkan, publik akan menilai Pertamina masih nyaman dengan sistem lama,” tegasnya.

Mendorong Kejagung Bertindak

CERI mendesak Kejaksaan Agung untuk memeriksa praktik pengelolaan kapal dan keberadaan SPV di bawah PIS. Yusri menilai, pola ini berpotensi terkait dengan kerugian negara hingga Rp285 triliun dalam tata kelola minyak dan perkapalan Pertamina periode 2018–2023.

“Kami berharap Jaksa Agung tidak tebang pilih. Bongkar semuanya, termasuk peran para makelar kasus yang mungkin ikut bermain,” ujarnya.

Di Antara Ombak dan Reformasi

Kasus ini, bila terbukti, bukan sekadar urusan perpajakan atau sewa kapal. Ia adalah potret lama tentang bagaimana “birokrasi dan bisnis negara” sering berlayar di perairan abu-abu — antara regulasi dan keuntungan pribadi.

Sementara publik berharap, di bawah pemerintahan baru, semangat Presiden Prabowo Subianto untuk menegakkan integritas keuangan negara bisa menembus ombak besar di tubuh korporasi pelat merah.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K