Oleh : Inggy, Ummu Farabi
TLM dan Aktivis Muslimah
Beberapa hari ini dunia para ibu diramaikan dengan video singkat penuh makna. Di dalam video singkat tersebut tercantum kata-kata curahan hati sesama ibu. Curahan hati itu berupa : “Selama ini suudzan sama magic com di rumah karena nasi cepet banget basinya. Ternyata sebabnya karena…”, kemudian sebuah tangkapan layar berupa artikel berita diselipkan di akhir video. Berita tentang terkuaknya beras oplosan pada ratusan merk dagang beras premium.
Miris memang..beras-beras kemasan premium itu bahkan sudah sampai di rak-rak penjualan minimarket hingga supermarket. Beras tersebut dikemas seolah-olah memiliki kualitas premium, tetapi kualitas dan kuantitas aslinya menipu. Sebanyak 157 merek beras premium tak sesuai standar, mayoritas dijual di atas harga eceran tertinggi (HET) dan berpotensi rugikan konsumen hingga Rp.99 triliun, tempo.co (26/06/2025).
Hal itu tentu menjadi sebuah keprihatinan serius karena masyarakat menderita kerugian besar. Selain itu, yang menjadi perhatian adalah pelakunya merupakan perusahaan-perusahaan besar. Padahal pemerintah Indonesia memiliki sejumlah regulasi yang mengatur sektor perberasan, mulai dari produksi, distribusi, hingga harganya. Fenomena ini tentu semakin melemahkan level ketahanan pangan Indonesia.
Ketahanan pangan merupakan situasi dan kondisi yang sangat penting untuk dimiliki oleh suatu negara. Bagaimana tidak, panganan merupakan kebutuhan utama seorang manusia dalam menjalani kehidupannya. Ketahanan pangan yang baik berarti pelestarian sumber daya manusia (SDM) yang baik pula. Ketahanan pangan harus mencakup ketersediaan pangan, akses pangan, stabilitas pangan, kedaulatan pangan, serta pemanfaatan pangan. Semua aspek itu seharusnya mampu dilakukan oleh suatu negara.
Sementara itu, kemampuan negara terhadap penguasaan pasokan pangan merujuk pada sejauh mana suatu negara mampu menyediakan, mengakses dan mendistribusikan pangan yang cukup bagi seluruh rakyatnya, serta menjaga stabilitas pasokan pangan tersebut. Indonesia, adalah negara beriklim tropis yang sudah terkenal akan kesuburan tanah dan kekayaan lautannya. Familiar di telinga kita, salah satu lagu yang mahsyur dan menceritakan tentang Indonesia, liriknya berbunyi : kail dan jala cukup menghidupimu, serta : tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Maka dari itu sudah seharusnya cakupan ketersediaan pangan untuk negara seperti Indonesia bukan lagi tentang kemampuan negara dalam membuka keran impor. Melainkan, harus berada pada level kemampuan dalam memproduksi pangan, hingga tercukupinya ketahanan pangan tersebut. Tetapi saat ini, tingkat ketahanan pangan Indonesia tergolong rendah dibanding negara-negara lain yang diklaim tidak sesubur Indonesia.
Terkuaknya beras-beras premium oplosan sejatinya hanya memperjelas kondisi kegawatdaruratan stabilitas pangan negara ini. Berlarutnya persoalan ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan juga sistem sanksi. Publik semakin bertanya-tanya bagaimana mungkin kecurangan sebesar itu dapat terjadi. Walaupun sesungguhnya praktek kecurangan adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan di Indonesia yang jauh dari aturan agama.
Bagaimana tidak dikatakan seperti itu, norma-norma agama kian dijauhkan dari aktivitas kehidupan kini. Sehingga kegiatan penyediaan pangan hanya berorientasi pada keuntungan, bahkan hingga menghalalkan yang haram dan melanggar regulasi yang ada. Hal yang dianggap biasa dalam sistem sekuler kapitalisme yang sejak lama dianut negara ini.
Meskipun Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman telah mengultimatum para pengusaha beras nakal, minimnya peran negara dalam kepengurusan pangan, sebagai efek pengelolaan hulu ke hilir yang dikuasai oleh korporasi berorientasi bisnis, mengakibatkan negara tidak punya bargaining power terhadap korporasi itu sendiri. Sehingga hal ini tentu berimbas pada pengawasan dan penegakan sangsi. Publik pun kembali menjadi ragu akankah ultimatum Mentan akan berefek jera dan mengurangi kerugian yang diderita rakyat.
MENILIK SOLUSI ISLAM
Di dalam Al Qur’an surah Al Muthaffifin ayat 1-3 Allah mengancam para pelaku yang berbuat curang dalam menimbang dan menakar dagangannya. Selain itu, disebutkan pula di dalam surah Al Isra’ ayat 35 :
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Maka dari itu, di dalam Islam terdapat qadhi (hakim) al muhtasib (hisbah) yaitu qadhi yang menangani pelanggaran hak jamaah (masyarakat). Di antara tugas qadhi hisbah adalah mengawasi pasar agar tidak terjadi kecurangan, penipuan, ataupun pelanggaran lainnya. Qadhi hisbah bertugas di lapangan, ia dapat memutuskan seketika itu juga ditempat terjadinya pelanggaran. Qadhi hisbah akan memeriksa dan memastikan regulasi kepengurusan pangan agar berjalan dengan baik dan sesuai aturan.
Islam juga menetapkan negara harus hadir secara utuh untuk mengurusi pangan mulai produksi, distribusi, hingga konsumsi. Bukan hanya memastikan pasokan tersedia, namun juga mengusahakan dioptimalkannya lahan gembur nan subur milik Indonesia. Negara juga akan mengurusi rantai tata niaga sehingga tidak terjadi kecurangan seperti saat ini, serta konsumsi untuk memastikan pangan benar-benar sampai kepada seluruh elemen masyarakat.
Islam akan mewajibkan penguasa untuk menjadi pelayan bayi rakyatnya. Penguasa adalah ra’in (pengurus), serta junnah (pelindung) rakyat. Sehingga sudah semestinya kita memperkenankan Islam hadir dalam setiap urusan umat manusia. Bukan hanya dalam urusan ibadah ritual seperti sholat, puasa, haji, dll. Wallahu ‘alam bisshowab.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Tak Kuat Layani Istri Minta Jatah 9 Kali Sehari, Suami Ini Pilih Cerai

Sampah Indonesia: Potensi Energi Terbarukan Masa Depan

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Sebuah Kereta, Cepat Korupsinya

Menata Ulang Otonomi: Saatnya Menghadirkan Keadilan dan Menata Layanan

Gerbang Nusantara: Jatim Kaya Angka, Tapi Rakyat Masih Menderita

Imperium Tiga Samudra (5) — Ratu Gelombang

“Purbayanomics” (3), Tata Kelola Keuangan Negara: Terobosan Purbaya

Seri Novel “Imperium Tiga Samudra” (4) – Pertemuan di Lisbon

Habil Marati: Jokowi Mana Ijasah Aslimu?



No Responses