Bila Ijasah Jokowi Palsu, Apakah Pilpres Harus Diulang?

Bila Ijasah Jokowi Palsu, Apakah Pilpres Harus Diulang?
Jokowi dan Gibran

Oleh: Sutoyo Abadi

Sebelum tebit buku Jokowi  Under Cover 2 ( konsep menyamar atau bekerja secara rahasia ). Telah terbit Jokowi Under Cover 1 memuat tentang Jokowi yang berindikasi dari keluarga PKI menjadi Walikota Surakarta.

Belum reda rasa penasarannya, tiba melonjak ke RI 1, rasa penasaran makin memuncak. Ketika ijazah palsu mulai tercium.

Dalam perjalanannya buku Jokowi Under Cover 2,  ketika Bambang Tri sedang kebingungan  untuk biaya cetak bukunya,  bertemulah dengan DR. Ribka Tjiptaning Proletariyati.

Ribka akan membeli hak cipta buku Jokowi Under Cover 2. Untung Bambang Tri menolak dengan tetap penasaran untuk apa “akan membeli buku tersebut”, akhir masyarakat masih bisa membacanya sebelum di larang terbit dan beredar untuk masyarakat luas oleh pemerintah.

Jokowi Under Cover 2 setebal 226 tentang dugaan ijazah palsu sesungguhnya ( belum sedetil seperti hasil analisis dan kajian ilmiah dari Dr.Eng Rismon Hasiholan Sianipar, S.T., M.T., M.Eng., Roy Suryo Notodiprojo.dkk. ) tidak sulit untuk di membuktikan ijazah Jokowi asli atau palsu .

Karena dilengkapi dengan bukti awal  dokument dan petunjuk proses pemalsuannya sampai pada kesimpulan bahwa “Ijazah SMA Jokowi  diduga kuat palsu”, yang menjadi syarat kelengkapan administrasi saat maju sebagai Walikota, Gubernur dan Presiden

Saat itu Bambang Tri tidak peduli dengan Ijazah S.1 Jokowi dari Fak Kehutanan UGM, karena sudah memiliki keyakinan ijazah SMA saja palsu maka tidak mungkin bisa masuk UGM.

Mulai halaman 5 – 33 berisi kronologi Ijazah palsu dan pada halaman 33 berdasarkan informasi dan penjelasan yang Bambang Tri dapatkan menyatakan bahwa ijazah Jokowi di SMA Negeri Surakarta dari kelas 3 IPA 2 tahun 1980 bernomor seri  008112 adalah palsu / dipalsukan, karena no. seri tersebut milik Joko Wahyudi.

Pada halaman tersebut Bambang Tri sudah bersumpah : “tembak kepala saya kalau saya tidak bisa membuktikan ijazah Jokowi palsu SD – SMP – SMA dan UGM”

Pada halaman 83, ternyata pada tahun 2014 “Cemplon”  ( almarhum ) juga bersumpah : “tembak kepala saya bila Jokowi asli lulusan UGM – SMA saja nggak lulus kok”. Lebih lanjut ulasan “Cemplon” terlihat pada halaman 86 – 89.

Saat ini luar biasa informasi dari bermacam macam sumber yang layak di percaya Jokowi terkepung, hampir tidak ada celah untuk membela diri lagi tetap bertahan bahwa ijazahnya asli.

Pertanyaan yang layak di ajukan :

– Apakah akan ada forum pengadilan yang berani mengadili memutus ijazah Jokowi asli atau palsu?

– Janji Jokowi akan menunjukkan ijazah aslinya di forum pengadilan, benar akan terjadi atau hanya lamis dan berkilah?

– Apakah pemerintah berani campur tangan untuk terlibat mengakhiri huru – hara dugaan ijazah palsu Jokowi bisa di tuntaskan atau ada niat akan memetieskan?

– Pemerintah  dengan perangkat kepolisian justru sangat terbaca akan melindungi Jokowi, ada apa?

– Resiko apa kalau  ijazah Jokowi yang di gunakan sebagai kelengkapan persyaratan  sebagai presiden adalah palsu?

Dari lima pertanyaan di atas semua akan  digelapkan atau sekuat tenaga akan di peti eskan.

Sudah terang-benderang ijazah Jokowi palsu, apabila secara hukum bisa dinyatakan syah palsu dampak “efek domino” atau “domino effect”, yaitu akibat yang akan di timbulkan dari  rangkaian kejadian yang saling berkaitan, di mana satu kejadian awal memicu serangkaian kejadian berikutnya sangat mengerikan.

Apabila sampai ijazah Jokowi sebagai  kelengkapan persyaratan  sebagai presiden secara hukum bisa dinyatakan palsu :

Pertama, dua periode masa pemerintahan Jokowi tidak syah.

Kedua, semua produk hukum atau UU yang dilahirkan di masa pemerintahan Jokowi tidak syah.

Ketiga, lembaga negara seperti MPR, DPD dan DPR tidak syah.

Keempat, Pemilu dan Pilpres tidak syah.

Kelima, lembaga negara seperti MPR, DPD dan DPR tidak syah.

Keenam, Presiden Prabowo Subianto ilegal ( tidak syah ).

Kalau ijazah Jokowi, sampai dinyatakan secara hukum palsu, karena memang palsu, negara dalam kondisi facum dan sangat berbahaya.

Kalau kondisi seperti ini terjadi harus ada pemilu dan pilpres ulang. Masalahnya tetap rumit pakai landasan apa ketika semua produk UU pemilu produk rezim Jokowi juga tidak syah.

Dalam kondisi yang rumit para ahli tata negara harus mencari jalan keluarnya secara konstitusional. Pilihan paling aman secara konstitusional kembali pada Dekrit Presiden 5 Juli 1955 yang sampai saat ini tidak pernah ada pencabutan tiba – tiba muncul UUD 2002.

Sekalipun Bambang Tri bukan ahli hukum tata negara, hanya berprofesi sebagai wartawan dengan bukunya Jokowi Under Cover 2, saat itu terus menerus mengatakan bahwa Pemerintahan rezim Jokowi tidak syah, dengan segala risikonya. (*).

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K