JAKARTA – Setelah sukses menyita enam smelter timah ilegal senilai Rp6–7 triliun, kini publik menaruh harapan besar pada Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk melangkah lebih jauh: membongkar dugaan mega korupsi di tubuh PT Pertamina International Shipping (PIS), subholding Pertamina di sektor perkapalan.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, ada tiga pintu masuk utama yang bisa digunakan Kejagung untuk menelusuri dugaan penyimpangan keuangan yang diduga menyebabkan kerugian negara hingga ratusan triliun rupiah selama periode 2018–2023.
“Kalau Kejagung mau serius, tiga pintu ini cukup untuk membongkar praktik kotor di PIS yang sudah berlangsung lama,” tegas Yusri dalam pernyataannya di Jakarta, beberapa waktu lalu..
Pintu Pertama: Pungutan 30% dari 775 Kapal Tanker
Menurut CERI, pintu pertama adalah audit investigatif terhadap pungutan sekitar 30% dari nilai kontrak terhadap 775 kapal tanker yang disewa oleh PIS antara 2018 hingga 2023. Yusri menyebut, selama periode itu, PIS menunjuk 10 perusahaan ship management untuk mengelola kapal tanker, baik di dalam maupun luar negeri.
Di dalam negeri, kapal-kapal PIS dikelola oleh PT Waruna Nusa Sentosa, PT Sukses Inkor Maritim, PT Gemilang Bina Lintas Tirta, PT Caraka Tirta Pratama, dan Arcadia Shipping Pte Ltd. Sementara untuk kapal yang beroperasi di luar negeri, digunakan perusahaan berbasis Singapura dan Dubai seperti Synergy Maritim Pte Ltd, NYK Ship Management Pte Ltd, Bernhard Schulte Ship Management Ltd, Thome Ship Management Pte Ltd, dan Wallem Ship Management.
“Dari perusahaan-perusahaan itulah diduga mengalir dana siluman puluhan triliun rupiah ke berbagai pihak — termasuk oknum pejabat Pertamina, aparat penegak hukum, auditor, hingga politisi,” beber Yusri.
Ia memperingatkan, jika Kejagung tidak menyentuh pintu ini, maka publik bisa menilai ada pihak-pihak di lembaga penegak hukum dan audit yang ikut menikmati aliran dana tersebut.
Pintu Kedua: Hilangnya Tiga Kapal Tanker Pesanan Lama
Pintu kedua adalah kasus hilangnya tiga kapal tanker yang sudah dipesan sejak 2014 oleh Pertamina, yakni MT Sembakung, MT Patimura, dan MT Putri. Ketiga kapal tersebut seharusnya menjadi bagian dari 70 armada baru yang dipesan untuk memperingati HUT Kemerdekaan ke-70 pada tahun 2015.
“Menjelang 80 tahun Indonesia merdeka, ketiga kapal itu tetap tidak pernah muncul dalam daftar aset PIS,” ungkap Yusri.
Menurutnya, dari proyek ini saja, uang Pertamina sekitar USD 25 juta (lebih dari Rp400 miliar) diduga hilang tanpa jejak.
Yang lebih mengkhawatirkan, galangan kapal Chenye Shipyard di Tiongkok, tempat salah satu kapal itu dipesan, telah lama bangkrut.
“Artinya, uang sudah keluar, kapal tidak pernah ada. Ini bisa dikategorikan pengadaan fiktif,” kata Yusri.
Pintu Ketiga: Mark-Up Sewa Kapal Olympic Luna
Pintu ketiga adalah dugaan mark-up 13% pada sewa kapal tanker Olympic Luna, yang dilakukan oleh tiga pejabat: Arief Sukmara, Sani Dinar Saifudin, dan Dimas Werhaspati.
Ketiganya, bersama enam tersangka lain, telah ditetapkan oleh Kejagung dalam kasus korupsi Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang serta KKKS periode 2018–2023.
Menurut pernyataan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Harli Siregar, para tersangka menaikkan biaya sewa time charter dari USD 3,76 juta menjadi USD 5 juta, jauh di atas harga publikasi HPS.
Menurut Yusri, kasus mark up tersebut konon kabarnya diduga berlaku juga untuk kontrak tanker lainnya, hebat bukan ?.
“Jadi, Kejagung jangan tebang pilih. Termasuk Kejagung harus bisa mengungkap motif Direksi PIS membuat puluhan perusahaan cangkang atau Special Vehicle Purpose di luar negeri yang menyebabkan dari penghasilan sewanya tidak membayar pajak ke Indonesia,” ungkap Yusri.
“Ada banyak staf dan karyawan PIS telah digunakan KTP dan paspornya untuk mendirikan perusahaan cangkang tersebut di luar negeri, tak bahaya ta ?,” pungkas Yusri
Momentum Baru untuk Kejaksaan Agung
CERI menilai, keberhasilan Kejagung dalam menyita aset timah dan smelter ilegal harus menjadi momentum moral untuk melanjutkan pembersihan di sektor energi.
Menurutnya, bila Kejagung berani mengungkap semua jaringan ini, negara bisa menyelamatkan kerugian hingga Rp285 triliun.
“Ini ujian keberanian. Publik menunggu, apakah Kejagung bisa menyalakan obor keadilan sampai ke laut — ke kapal-kapal Pertamina yang membawa uang bangsa,” tutupnya.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Kecerdasan Spiritual Fondasi Kebahagiaan

Kubu Jokowi TawarkanMediasi Kepada Roy cs

Bukan Sekadar Layar: Kehadiran yang Membentuk Hati Anak

TNI AL Amankan Dua Kapal Pengangkut Nikel Ilegal di Perairan Morowali–Konut

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (8) : Penghargaan Dunia Dan Jejak Diplomasi Global Indonesia

Apa Mungkin Selama Ini Negara Tidak Tahu?

Buntut Pemusnahan Dokumen, Taufiq Ancam Laporkan Semua Komisioner KPU Surakarta

Kasus Lapangan Terbang Morowali Hanya Kasus Kecil

Habib Umar Alhamid Ingatkan Jangan Ada UU dan Kebijakan “Banci” di Pemerintahan Prabowo

Bravo, Prasiden Prabowo Beri Rehabilitasi ke Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi!



No Responses