Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Vonis Hakim terhadap mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong memang sudah banyak dibahas di mass media dan mendapatkan reaksi dimana-mana dimana Tom Lembong sebenarnya terbukti tidak memiliki mensrea atau niat jahat, atau memperkaya diri, dan keputusan Tom Lembong untuk impor gula atas perintah Presiden Jokowi waktu itu. Karena itu banyak yang berpendapat bahwa Tom Lembang harusnya diputus bebas.
Saya tidak membahas semua kontroversi itu, namun saya tertarik membahas tentang salah satu alasan vonis itu yaitu yang menyangkut sistem ekonomi kapitalis dan pertanyaan apakah para hakim itu betul-betul faham tentang berbagai sistem ekonomi di dunia dan Indonesia ini.
Hakim menghukum Tom Lembong dengan vonis 4,5 tahun penjara. Yang jadi kontroversi, hakim menjatuhkan vonis tersebut karena eks menteri era Jokowi ini menjalankan kebijakan yang dinilai lebih mengedepankan ekonomi kapitalis. “Terdakwa pada saat menjadi Menteri Perdagangan kebijakan menjaga ketersediaan gula nasional dan stabilitas harga gula nasional lebih mengedepankan ekonomi kapitalis, dibandingkan sistem demokrasi ekonomi dan sistem Pancasila berdasarkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial,” ungkap hakim saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, dikutip pada Sabtu (19/7/2025).
Hakim menyebut “ekonomi demokrasi” dan “ekonomi Pancasila”. Dalam berbagai literatur atau pendapat menjelaskan bahwa demokrasi ekonomi merupakan konsep yang menggabungkan prinsip-prinsip demokrasi politik dengan pengelolaan ekonomi. Konsep ini menekankan pada partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan ekonomi, serta distribusi kekayaan yang lebih merata. Dalam konteks Indonesia, demokrasi ekonomi seringkali dikaitkan dengan Pancasila, khususnya sila kelima yang menjunjung tinggi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dulu jaman Orde Baru ada Prof. Mubyarto (Prof. Muby) dari Universitas Gajah Mada yang memiliki gagasan Ekonomi Pancasila. Menurut pandangan Prof. Muby, ekonomi Indonesia sejauh ini telah didirikan berdasarkan ajaran teks dari Barat yang menjadi arus utama dalam pemikiran pakar ekonomi dan teknokrat Indonesia. Padahal, ajaran Barat ini jelas-jelas adalah pasar persaingan sempurna yang berlaku secara global. Beliau menyesalkan para pakar ekonomi dan teknokrat tidak menghiraukan perbedaan sistem, nilai, dan budaya Barat, khususnya Amerika Serikat dengan sistem, nilai, dan budaya Indonesia.
Tapi prakteknya di Indonesia, belum ada penetapan resmi tentang penetapan sistem ekonomi yang dipakai, apakah sistem ekonomi Pancasila seperti gagasannya Prof. Muby atau perekonomian yang berbasis Koperasi seperti gagasan salah satu Proklamator- Bung Hatta; atau campuran sistem ekonomi Indonesia dengan Kapitalis dari Barat.
Pakar Hukum mempertanyakan maksud Majelis Hakim yang menyatakan Menteri Perdagangan 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong lebih mengedepankan ekonomi kapitalis dibandingkan ekonomi pancasila, dalam mengambil kebijakan menjaga ketersediaan dan harga gula nasional. Hal ini menjadi salah satu faktor yang memberatkan perbuatan Tom Lembong dalam perkara tersebut.
Pakar Hukum Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf bahkan mempertanyakan contoh ekonomi pancasila yang diungkapkan Majelis Hakim. Dalam persidangan, Majelis Hakim juga tak menjelaskan lebih lanjut maksud atas pernyataannya tersebut.
“Hakim menurut saya kecelakaan berpikir apabila TL [Tom Lembong] disebut menjalankan ekonomi kapitalis, aneh. Ekonomi Pancasila seperti apa contohnya?” ungkap Hudi ketika dihubungi Bloomberg Technoz, Minggu (20/7/2025).
Oleh sebab itu, dia menilai Majelis Hakim seharusnya memberikan vonis bebas terhadap Tom Lembong sebab kebijakan importasi gula yang dilakukannya merupakan perintah dan seizin Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi)— Tom Lembong sendiri menyatakan vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim mempertegas bahwa Tom tidak memiliki mens rea atau niat jahat dalam perkara tersebut.
Para Hakim harusnya faham bahwa saat ini sistem ekonomi Indonesia jauh dari keinginan Prof. Muby diatas karena pada dasarnya praktek sistem Kapitalis sudah dijalankan dinegeri ini dan salah satu indikatornya adalah munculnya Oligarki dimana kekuasaan ekonomi dan politik dikendalikan oleh segelintir orang atau korporasi besar. Oligarki adalah bentuk kekuasaan yang dikendalikan oleh kelompok kecil, biasanya elite kaya dan berpengaruh secara politik. Ambisi tak terbatas untuk menumpuk kekayaan melalui penguasaan tanah, tambang, hutan, dan sumber daya alam lainnya adalah karena karakter rakus Kapitalis. Pengejaran keuntungan jangka pendek tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap ekosistem dan masyarakat.
Kalau tidak salah Pak Prabowo pada saat kampanye Pilpres pernah mengatakan bahwa 80% tanah seluruh negara dikuasai 1% kelompok masyarakat.
Dalam sistem ekonomi Kapitalis kelompok oligarki menguasai sektor-sektor ekonomi utama seperti sumber daya alam, perbankan, tanah, telekomunikasi, media, dan infrastruktur, yang memungkinkan mereka memengaruhi kebijakan politik dan sosial untuk melayani kepentingan mereka. Dalam sumber daya alam, oligarki mendominasi perusahaan minyak, gas, dan mineral, yang sering menimbulkan konflik kepentingan. Oligarki di industri pertambangan telah mampu memengaruhi proses politik dengan mendukung kandidat presiden yang mereka yakini dapat mengakomodasi kepentingan mereka dengan baik.
Selain itu kehadiran mereka yang signifikan dalam perbankan memungkinkan mereka memengaruhi kebijakan keuangan dan membatasi akses kredit bagi usaha kecil, sehingga menghambat persaingan dan inovasi. Oligarki juga menguasai lahan pertanian dan sumber daya hutan, yang memengaruhi penggunaan lahan dan keberlanjutan. Mereka memonopoli proyek infrastruktur besar, yang mengakibatkan akses yang tidak merata dan kontrol pembangunan daerah yang signifikan.
Lalu apakah para mantan Menteri Perdagangan selain Tom Lembong juga dianggap mengedapankan sistem ekonomi Kapitalis dibandingkan sistim ekonomi Pancasila karena juga melakukan kebijakan impor gula?
EDITOR: REYNA
Related Posts

Pasang Badan

Relawan Sedulur Jokowi Tegaskan Tetap Loyal Kepada Jokowi

Bobibos: Energi Merah Putih Dari Sawah Nusantara Yang Siap Guncang Dunia

Puisi Kholik Anhar: Benih Illahi

Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Patianrowo Nganjuk dan Komite Diduga Lakukan Pungli, Terancam Dilaporkan ke Polres Nganjuk

Aksi Selamatkan Hiu: Pemuda Banyuwangi Kembangkan Aplikasi Berbasis Kecerdasan Buatan untuk Identifikasi Spesies Hiu Secara Akurat

Pemilu Amerika 2025: Duel Sengit AI vs Etika di Panggung Politik Dunia

Jakarta 2030: Ketika Laut Sudah di Depan Pintu

Dari Wayang ke Metaverse: Seniman Muda Bawa Budaya Jawa ke Dunia Virtual

Operasi Senyap Komisi Pemberantasan Korupsi: Tangkap Tangan Kepala Daerah dan Pejabat BUMD dalam Proyek Air Bersih

	
No Responses