YOGYAKARTA – Di Yogyakarta dan sekitarnya, komunitas kreatif muda kini sedang memadukan tradisi dan teknologi: sebuah proyek bernama “WayangVerse” mengadaptasi karakter-wayang kulit ke dalam platform metaverse interaktif. Karakter legendaris seperti Gatotkaca dan Srikandi kini bisa dimanipulasi sebagai avatar dalam permainan edukatif bertema budaya. Tujuannya: menjaga relevansi warisan budaya Jawa sekaligus menggaet generasi digital.
Kolaborasi antara seniman tradisional, animator digital, dan programmer muda ini menarik perhatian lembaga internasional seperti UNESCO dan investor startup. Mereka melihat potensi ganda: konservasi budaya sekaligus komersialisasi kreatif. Inisiatif ini dipandang sebagai “revolusi budaya tanpa kehilangan akar”.
Namun demikian, tantangan juga muncul: bagaimana menjaga keaslian budaya ketika di-digitalkan, dan memastikan bahwa transaksi budaya tidak jatuh ke dalam komodifikasi semata. Seniman tradisional khawatir karakter-khas dan filosofi wayang kulit yang sarat makna bisa hilang dalam visualisasi digital yang instan.
Proyek WayangVerse juga menghadapi soal akses dan infrastruktur: teknologi VR dan metaverse masih belum merata di Indonesia, dan konten edukatif yang benar-benar bermutu perlu dukungan riset dan sponsorship. Tetapi momentum – di mana generasi muda haus akan konten digital dan budaya lokal tetap ingin relevan – menjadikan waktu sangat tepat.
Lebih jauh, fenomena ini punya makna sosial: budaya bukan hanya museum dan artefak, tetapi bisa hidup dalam bentuk baru yang adaptif. Dengan demikian, seni dan budaya Indonesia bisa lebih mudah menjangkau audiens global, meningkatkan soft-power nasional, dan membuka peluang ekonomi baru seperti game edukatif, tur virtual budaya, dan produk kreatif berbasis budaya tradisi.
Kuncinya: keseimbangan. Teknologi harus menjadi medium, bukan pengganti. Budaya harus dilestarikan, bukan disederhanakan menjadi gimmick semata. Bila berhasil, Indonesia bisa membuktikan bahwa warisan budaya bisa hidup, berkembang, dan relevan dalam era digital — bukan menjadi korban arus globalisasi dan homogenisasi.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Puisi Kholik Anhar: Benih Illahi

Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Patianrowo Nganjuk dan Komite Diduga Lakukan Pungli, Terancam Dilaporkan ke Polres Nganjuk

Aksi Selamatkan Hiu: Pemuda Banyuwangi Kembangkan Aplikasi Berbasis Kecerdasan Buatan untuk Identifikasi Spesies Hiu Secara Akurat

Pemilu Amerika 2025: Duel Sengit AI vs Etika di Panggung Politik Dunia

Jakarta 2030: Ketika Laut Sudah di Depan Pintu

Operasi Senyap Komisi Pemberantasan Korupsi: Tangkap Tangan Kepala Daerah dan Pejabat BUMD dalam Proyek Air Bersih

Rupiah Menguat Tipis, Tapi Harga Sembako Naik: Fenomena Ekonomi Dua Wajah

Koalisi Retak di Tengah Jalan: Sinyal Panas dari Istana Menjelang Reshuffle Kabinet

Air minum di Teheran bisa kering dalam dua minggu, kata pejabat Iran

Perintah Menyerang Atas Dasar Agama



No Responses