JAKARTA — Api yang membakar Kilang Pertamina Dumai, Riau, beberapa waktu lalu rupanya belum benar-benar padam. Dari balik bara itu, muncul dugaan lebih panas: ada permainan mafia migas di balik kebakaran tersebut.
Pernyataan itu datang dari Pakar Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, yang menduga kuat bahwa insiden di kilang Dumai bukan sekadar kecelakaan teknis.
“Ada indikasi kuat bahwa kilang itu sengaja dibakar oleh mafia migas,” ujarnya dalam unggahan video yang kini viral di media sosial. “Tujuannya agar produksi kilang menurun, lalu kebutuhan BBM nasional bisa dipenuhi lewat impor. Dari impor itulah keuntungan besar mereka bermain.”
Latar Belakang: Api di Jantung Produksi Minyak Nasional
Kilang Dumai adalah salah satu objek vital negara. Dikelola oleh PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), fasilitas ini berperan strategis dalam mengolah minyak mentah menjadi bahan bakar siap pakai untuk kawasan Sumatera dan sekitarnya.
Namun dalam dua tahun terakhir, kilang ini menjadi sorotan karena serangkaian insiden kebakaran berulang. Insiden terakhir — yang menyebabkan penghentian sementara operasi — menimbulkan pertanyaan besar di kalangan pengamat energi dan aparat hukum.
Fahmy Radhi menyebut, pola kebakaran di kilang milik Pertamina itu terlalu sering dan berulang dengan pola mirip, tanpa ada evaluasi sistemik yang jelas.
“Kalau kebakaran karena human error, mestinya cukup satu atau dua kali. Tapi kalau berulang di kilang strategis seperti Dumai, ada yang tidak beres. Itu pola sabotase,” tegasnya.
Kepulan asap: Kilang minyak Dumai Riau terbakar, sehari setelah Menteri Keuangan megatakan Pertamina malas bangun kilang
Mafia Migas: Jaringan Lama, Pola Lama
Nama mafia migas bukan hal baru. Tahun 2014, Presiden Joko Widodo membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas, dikenal juga sebagai Tim Anti Mafia Migas, yang dipimpin ekonom Faisal Basri dan beranggotakan sejumlah pakar, termasuk Fahmy Radhi.
Tim ini kala itu menemukan berbagai praktik kotor dalam impor minyak mentah dan produk BBM — mulai dari permainan kuota impor, mark-up harga, hingga manipulasi tender kapal tanker.
“Selama mafia migas masih bercokol di lingkaran distribusi dan pengadaan BBM, maka apapun yang bisa menjustifikasi impor, akan mereka lakukan,” ungkap Fahmy. “Bahkan jika itu berarti membakar kilang sendiri.”
Kilang Meledak, Impor Meningkat
Fakta yang mendukung dugaan ini muncul dari data impor BBM nasional setelah kebakaran di beberapa kilang utama Pertamina.
Pasokan dari dalam negeri turun signifikan, sehingga Indonesia harus menambah impor solar dan bensin dari Singapura dan Malaysia.
Menurut sumber internal di sektor migas yang dikutip oleh beberapa media, setiap gangguan produksi 10 ribu barel per hari bisa membuka peluang impor senilai ratusan juta dolar per bulan.
“Dan di situlah permainan mafia migas berputar — lewat broker, trader, dan jaringan korporasi luar negeri,” ujar Fahmy dalam wawancaranya.
Kritik untuk Pertamina dan Pemerintah
Fahmy Radhi mendesak Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri untuk turun langsung mengusut insiden kilang Dumai. Ia menilai langkah internal audit Pertamina tidak cukup, sebab dugaan ini menyangkut kepentingan ekonomi besar dan potensi kolusi di tingkat atas.
“Kalau tidak dibuka secara transparan, publik akan kehilangan kepercayaan. Jangan sampai mafia migas yang dulu sudah dipetakan kembali bebas bermain,” kata Fahmy.
Ia juga mengingatkan bahwa pemerintah harus berani memotong rantai rente impor yang selama ini menjadi sumber kekuatan kelompok mafia.
“Setiap kali kilang terbakar, impor naik. Setiap impor naik, ada yang untung. Dan selama ada yang untung dari kebakaran, maka api berikutnya bisa saja kembali menyala,” ujarnya tajam.
Kejaksaan Agung Diminta Bergerak
Sumber di internal Kejaksaan Agung yang enggan disebut namanya menyebutkan, tim penyidik tengah mengumpulkan bahan terkait indikasi sabotase industri energi.
Namun belum ada pernyataan resmi apakah kasus Dumai masuk dalam prioritas penyidikan khusus.
Sementara pihak Pertamina dalam beberapa konferensi pers sebelumnya menegaskan bahwa kebakaran di kilang Dumai merupakan “insiden operasional biasa” dan telah ditangani sesuai protokol keselamatan industri.
Namun, publik menilai pernyataan tersebut belum menjawab persoalan mendasar: mengapa kebakaran di kilang milik negara terus berulang tanpa penjelasan tuntas?
Analisis: Pertarungan di Balik Api
Kasus kilang Dumai, bila benar terbukti ada unsur sabotase, bisa menjadi skandal energi terbesar setelah kasus Petral.
Bagi banyak pengamat, ini adalah “babak baru” dari perang panjang antara pembenahan tata kelola energi dan jaringan rente impor yang sudah berurat akar di Indonesia.
“Negara harus hadir,” tutup Fahmy Radhi. “Kalau kilang milik rakyat pun bisa dibakar demi untung segelintir orang, berarti mafia sudah terlalu kuat. Dan kalau kita diam, maka api itu akan terus menyala — bukan di kilang, tapi di hati bangsa.”
EDITOR: REYNA
Related Posts

PBB meluncurkan proses formal untuk memilih sekretaris jenderal berikutnya

Kecerdasan Spiritual Fondasi Kebahagiaan

Kubu Jokowi TawarkanMediasi Kepada Roy cs

Bukan Sekadar Layar: Kehadiran yang Membentuk Hati Anak

TNI AL Amankan Dua Kapal Pengangkut Nikel Ilegal di Perairan Morowali–Konut

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (8) : Penghargaan Dunia Dan Jejak Diplomasi Global Indonesia

Apa Mungkin Selama Ini Negara Tidak Tahu?

Buntut Pemusnahan Dokumen, Taufiq Ancam Laporkan Semua Komisioner KPU Surakarta

Kasus Lapangan Terbang Morowali Hanya Kasus Kecil

Habib Umar Alhamid Ingatkan Jangan Ada UU dan Kebijakan “Banci” di Pemerintahan Prabowo






No Responses