Evaluasi FTA, Satu Semester Pemerintahan Prabowo Subianto (Bagian 3): Bidang Ekonomi

Evaluasi FTA, Satu Semester Pemerintahan Prabowo Subianto (Bagian 3): Bidang Ekonomi
Ilustrasi: Program MBG (Makan Bergizi Gratis)

JAKARTA – Forum Tanah Air (FTA) melakukan evaluasi “Satu Semester Pemerintahan Prabowo Subianto”. Metode evaluasi kajian dan diskusi, memakai pendekatan analisa pakar (expert judgement) sesuai bidangnya masing masing dalam 4 kategori yang dibahas.

Metode kajian dan diskusi efektif dilakukan secara maraton dari tanggal 15 – 26 Maret 2025. Narasumber yang hadir mempunyai keahlian di bidangnya masing masing adalah: Prof. Dr. Zaenal Arifin Mochtar, S.H., LL.M, Prof. Ir. Daniel Mohammad Rosyid, M.Phil, Ph.D., Chusnul Mar’iyah, Ph.D, Dr. Anthony Budiawan, MBA, CMA, Dr. Ir. Marwan Batubara, MSc, Dr. Slamet Ginting, S.IP, MSc, Dr. Feri Amsari, S.H, M.H, LL.M, dan Dr. Anton Permana, S.IP, M.H

Diskusi dihadiri oleh diaspora dari beberapa negara seperti, USA, Jerman, Swiss, Canada, Australia, Hongkong, Singapura, Jepang, UAE. Turut hadir pula koordinator FTA dari berbagai Provinsi di Indonesia. Diskusi dipandu oleh Tata Kesantra, Ketua Umum FTA.

Dalam kajian dan diskusi tersebut juga dilakukan evaluasi dengan metode kualitatif untuk mendapat wawasan dan persepsi pakar dan publik yang hadir dalam pembahasan kajian dan diskusi terhadap kebijakan kebijakan pemerintah.

Selain itu, dilakukan juga evaluasi dengan metode kuantitatif untuk mengukur kebijakan kebijakan yang diambil melalui data statistik dan survei, yang akan memperkuat hasil evaluasi kualitatif. Survei dilakukan dengan memberi kuesioner kepada masyarakat luas melalui anggota dan jaringan FTA yang tersebar di 5 benua dan 38 provinsi di Indonesia, dari tanggal 1 – 4 Mei 2025.

BAGIAN 3: EKONOMI

Enam bulan pertama pemerintahan Prabowo, menghadapi tantangan yang berat dalam bidang ekonomi. Situasi ekonomi yang memang sudah menurun sejak pertengahan tahun 2024 membuat strategi, inisiatif dan perubahan dalam kebijakan ekonomi pemerintahan Prabowo tidak banyak mempengaruhi keadaan ekonomi nasional.

Tantangan yang dihadapi seperti penerimaan negara yang mengalami penurunan, melemahnya nilai tukar rupiah, dan daya beli masyarakat juga terus menurun, menuntut pemerintah untuk mencari solusi untuk segera meningkatkan penerimaan negara, agar program yang sudah direncanakan bisa berjalan, terutama bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan, yang secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh pada penerimaan negara.

Beberapa hal yang menjadi sorotan dari kebijakan kebijakan yang dianggap malah memberatkan neraca keuangan negara antara lain :

1. Makan Bergizi Gratis

2. Melanjutkan pembangunan Ibukota Nusantara

3. Penyediaan pembangunan 3 juta rumah bagi masyarakat miskin

Mestinya program tersebut bisa dievaluasi dan berfokus dulu dalam pembangunan pertumbuhan ekonomi riil. Pemerintah nampak fokus pada kebijakan fiskal padahal pembangunan ekonomi tidak bisa didasarkan pada kebijakan fiskal semata. Sampai saat ini belum ada tanda tanda upaya pemerintah untuk bisa meng”recover” 30% penurunan pendapatan yang hilang dari pajak.

Lebih memprihatinkan lagi adalah bidang kebijakan moneter karena nilai rupiah yang terus terdepresiasi terhadap US Dollar. Nilai Rupiah yang bisa bertahan dan menguat sedikit adalah akibat intervensi Bank Indonesia. Untuk melakukan intervensi Bank Indonesia terpaksa menambah utang dengan menerbitkan surat surat berharga yang pada akhirnya akan menambah beban bunga utang yang semakin
besar.

Kebijakan fiskal dan moneter ini hanya akan memberi stimulus ekonomi untuk membangkitkan gairah ekonomi bersaing di Luar Negeri, namun tidak menumbuhkan ekonomi di sektor riil dalam negeri yang berdampak tidak adanya distribusi pendapatan atau pemerataan ekonomi sehingga menurunkan daya beli masyarakat.

Semakin buruknya kondisi ekonomi kedepannya, baik di dalam maupun luar negeri akan menyebabkan banyaknya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) di berbagai industri, yang kemudian tentu akan meningkatkan tingkat kemiskinan. Menurut data dari World Bank (dengan memakai kriteria batas kelas menengah ke atas bank Dunia) jumlah penduduk miskin Indonesia dengan pendapatan di bawah
1.2 juta/ bulan hampir mencapai 172 juta penduduk atau sekitar 60%. Mereka ini masyarakat yang tidak punya tabungan dan kehilangan daya beli.

Tantangan dan Hambatan

1. Kebijakan dalam bidang fiskal menjadi isu utama. Pemerintah belum memperlihatkan upaya dan kebijakan yang akan diambil agar bisa mengembalikan kerugian akibat penurunan pendapatan dari pajak. Sementara itu beban hutang dan bunga yang tinggi akan semakin memberatkan keuangan negara.

2. Kebijakan moneter belum memperlihatkan membaiknya transaksi luar negeri serta penguatan nilai tukar Rupiah. Fakta bahwa Rupiah terdepresiasi di hampir seluruh mata uang dunia dalam 6 bulan terakhir, tidak bisa dianggap remeh. Belum lagi masalah menarik investasi asing (capital inflow) menjadi lebih sulit dengan situasi ekonomi seperti ini, dimana yang terjadi justru larinya modal dari dalam ke luar negeri (capital outflow).

3. Tingginya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan rendahnya daya beli masyarakat berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi. Perlu untuk segera mengevaluasi proyek/program yang memberatkan neraca keuangan di APBN dan mengalokasikan ke proyek/program ekonomi riil yang dapat langsung meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga bisa menghasilkan percepatan pemulihan ekonomi.

4. Reshuffle kabinet sudah menjadi keniscayaan sebagai langkah strategis untuk mempertimbangkan peningkatan kinerja pemerintahan, karena dalam 6 bulan pertama pemerintahan Prabowo tidak terlihat efisiensi dan koordinasi yang efektif di antara kementerian dan lembaga yang terlalu besar.

BERSAMBUNG

EDITOR: REYNA

Baca juga artikel terkait:

Evaluasi FTA, Satu Semester Pemerintahan Prabowo Subianto (Bagian 1): Hukum dan Hak Asasi Manusia

Evaluasi FTA, Satu Semester Pemerintahan Prabowo Subianto (Bagian 2): Bidang Politik

Last Day Views: 26,55 K