Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Saya bukanlah seorang “medical doctor by training” ingin urun rembuk persoalan dunia kesehatan dan pendidikan dokter di Indonesia ini dari perspektif latar belakang saya ilmu ekonomi utamanya soal persaingan ekonomi global. Dalam persaingan yang keras dan ketat di level dunia saat ini kita perlu memiliki integrated approach untuk menghadapinya antara lain perlu mengetahui “competitor response” atau respon, reaksi pesaing.
Negara-negara pesaing selalu memonitor kebijakan-kebijakan sosial, politik ekonomi suatu negara juga menganalisa kondisi “on the ground” atau lapangan dengan turunnya kebijakan-kebijakan itu, termasuk narasi yang dikeluarkan oleh pejabat-pejabat negara dan berita-berita yang muncul di media. Misalnya gambar atau foto tanah-tanah yang retak didaerah pertanian di negeri kita sudah menjadi bahan analisa negara peng-expor beras bahwa negara pesaingnya itu dalam kondisi kekeringan dan dimungkinkan terjadi penurunan produksi pertanian misalnya beras. Kadang negara pesaing itu melakukan framing tentang buruk nya sistim ketahanan pangan di Indonesia, dengan dasar itu negara pesaing itu berusaha keras untuk melobby, mempengaruhi negara kita agar melakukan impor beras.
Didunia kesehatan dan pendidikan kedokteran Indonesia telah muncul framing buruk tentang pelayanan kesehatan dan kondisi dunia pendidikan kedokteran; dan naifnya framing itu bukan dilakukan oleh negara pesaing, namun oleh bangsa kita sendiri. Kalau tidak salah Dekan FKUI yang mengikuti aksi keprihatina bersama lebih dari 150 Guru Besar Fakultas Kedokteran UI di Salemba Jakarta mengatakan bahwa apabila framing negatif tentang pelayanan kesehatan dan dunia pendidikan kedokteran terus menerus digaungkan maka akan mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat tentang pelayanan kesehatan dan dunia pendidikan dokter. Turunnya kepercayaan masyarakat itulah yang akan menjadi “peluru” negara-negara pesaing untuk masuk dan menguasai industri kesehatan dan pendidikan dokter.
Para Guru Besar FKUI itu menyatakan keprihatinan mendalam terhadap situasi pelaksanaan pendidikan dan pelayanan kesehatan di Indonesia yang dinilai semakin terpuruk. Bentuk respons mereka adalah dengan menyampaikan deklarasi “Salemba Berseru” yang menyoroti kebijakan kesehatan dan pendidikan kedokteran dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). “Kami para – Guru Besar FKUI bersama dokter dan akademisi kedokteran di seluruh Indonesia menyampaikan keprihatinan mendalam atas kebijakan kesehatan dan pendidikan kedokteran dari Kemenkes yang berpotensi menurunkan mutu pendidikan dokter dan dokter spesialis,” ujar Guru Besar FKUI Siti Setiati, di Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025). Siti menyebut, kebijakan yang diterapkan Kemenkes bakal berdampak langsung pada kualitas pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia. “Kami prihatin karena kebijakan kesehatan nasional saat ini menjauh dari semangat kolaboratif,” ujar dia.
Alih-alih memperkuat mutu layanan dan pendidikan, kebijakan yang muncul justru berisiko menurunkan kualitas pendidikan dokter dan dokter spesialis. “Yang pada akhirnya menurunkan mutu pelayanan kesehatan untuk masyarakat,” ucap dia. Siti menyebut, pendidikan dokter membutuhkan proses akademik panjang yang memerlukan integrasi pelayanan, pengajaran, dan penelitian sesuai standar global. Para sivitas akademika.
Sebelumnya di UGM para- guru besar, dosen, dan mahasiswa melakukan aksi yang sama bertajuk Suara Keprihatinan Bulaksumur, Rabu (7/5/2025) sore. Aksi itu diikuti sekitar 200 orang, yang sebagian besar berasal dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) di Lapangan Pancasila, Kompleks Kampus UGM, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.
Dalam pembahasan Analisa Persaingan atau “Competition Anaylisis”, ada jenis respon pesaing antara lain “the laid- back competitor” dan “the Tiger Competitor”. Yang pertama menjelaskan tipe atau jenis pesaing yang diam saja, tidak melakukan apa-apa atas gerakan yang dilakukan pesaingnya. Jenis kedua-yang agak bahaya yaitu pesaing yang bereaksi keras dan cepat terhadap apapun gerakan pesaingnya; hal ini dilakukan karena jenis pesaing ini adalah pesaing besar, level global, memiliki modal yang sangat besar. Jenis pesaing ini misalnya bila melihat ada toko kecil yang akan menghambat bisnisnya, maka pesaing ini mendirikan mall besar disamping toko kecil itu – yang mengakibatkan secara perlahan lahan matinya toko kecil itu.
Negara-negara lain yang maju yang tertarik menguasai industri kesehatan dan pendidikan dokter di Indonesia akan “take advantage” atau mengambil kesempatan atas munculnya framing-framing buruk tentang pelayanan kesehatan dan pendidikan kedokteran dengan menampilkan dirinya sebagai “the tiger competitor” yang akan melibas dan menguasai semua lini industri kesehatan dan pendidikan kedokteran termasuk industri farmasi, pendirian Rumah – Rumah Sakit modern, pendirian lembaga Pendidikan Profesi Dokter, monopoli supply peralatan kedokteran dsb dsb diseluruh Nusantara ini.
Karena itu diperlukan narasi yang bijak tentang segala Kebijakan Nasional, sebab narasi yang buruk akan menjadi boomerang yang pada akhirnya menghancurkan kita sebagai bangsa.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Potret ‘Hutan Ekonomi’ Indonesia

Prof. Djohermansyah Djohan: Biaya Politik Mahal Jadi Akar Korupsi Kepala Daerah

Muhammad Taufiq Buka Siapa Boyamin Sebenarnya: Kalau Siang Dia LSM, Kalau Malam Advokad Profesional

Purbaya Dimakan “Buaya”

Pengakuan Kesalahan Oleh Amien Rais Dalam Amandemen Undang‑Undang Dasar 1945

Menemukan Kembali Arah Negara: Dari Janji Besar ke Bukti Nyata

Informaliti

Pasang Badan

Relawan Sedulur Jokowi Tegaskan Tetap Loyal Kepada Jokowi

Bobibos: Energi Merah Putih Dari Sawah Nusantara Yang Siap Guncang Dunia


No Responses