Oleh: Sutoyo Abadi
Ungkapan “Go to hell with your aid” ( Pergi ke neraka dengan bantuanmu) yang sering dikaitkan dengan ucapan Bung Karno, sebenarnya adalah bagian dari pidato beliau yang disampaikan pada tanggal 17 Agustus 1965, yang dikenal sebagai pidato “Tahun Berdikari”.
Ungkapan ini merupakan bentuk penolakan Bung Karno terhadap bantuan asing yang disertai dengan syarat-syarat yang dianggapnya merugikan dan menjebak Indonesia.
Bung Karno menekankan pentingnya kemerdekaan sejati yang berarti berdikari, yaitu berdiri di atas kaki sendiri. Ia menolak anggapan bahwa Indonesia harus bergantung pada bantuan asing, terutama jika bantuan tersebut disertai dengan syarat-syarat yang menguntungkan pihak pemberi bantuan dan merugikan Indonesia.
Ungkapan “Go to hell with your aid” bukan hanya sebuah retorika marah, tetapi juga merupakan peringatan visioner tentang bahaya ketergantungan struktural yang dapat melemahkan bangsa dari dalam.
Bung Karno juga membangun fondasi geopolitik alternatif, yang dikenal sebagai Progressive Geopolitical Coexistence, yang menekankan pentingnya ruang bagi bangsa-bangsa untuk tumbuh dalam kepribadiannya masing-masing, tanpa didikte oleh kekuatan adidaya.
Dengan ungkapan tersebut, Bung Karno menegaskan bahwa Indonesia tidak akan menjadi negara boneka atau kaki tangan asing, dan akan berjuang untuk kemandirian dan kedaulatan penuh.
Apa yang terjadi ahir – ahir ini dengan sebuah adegan tragis diplomasi dagang Presiden Prabowo dengan Donald Trump. Diplomasi dagang Presiden Prabowo mengemis dengan menjilat pantat Donald Trump, hanya untuk menurunkan tarif impor sebesar 32 persen menjadi 19 %.
Dengan bahasa merendahkan bahkan menghina Trump menyatakan bahwa _”banyak kepala negara yang menjilat pantat saya, mereka membujuk saya menurunkan biaya tarif itu,” dalam pidatonya yang disiarkan ke banyak negara.
Ucapan yang kasar, tidak sopan, tapi faktanya memang demikian. Ketergantungan Indonesia kepada Amerika masih sangat tinggi sehingga tuntutan Trump sebagai konsekuensi atas penurunan tarif itu harus diterima dengan menggadaikan martabat Bangsa Indonesia.
Dahsyatnya Trump meminta Indonesia harus membeli berbagai produk Amerika, termasuk produk energi senilai 15 miliar dollar AS atau sekitar Rp 247 triliun. Juga ada produk pertanian sebesar 4,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 74 triliun, serta 50 pesawat Boeing, termasuk seri 777.
Total pembelian komoditas strategis AS itu diperkirakan bernilai Rp 320 triliun. Jika itu sudah disetujui, maka berlakulah tarif 19 persen untuk biaya masuk produk Indonesia ke Amerika.
Indonesia tidak kuasa menolak permintaan Trump itu. Apapun yang diminta Trump semua dipatuhi. Ya, namanya juga menjilat pantat. Bahkan lebih mengerikan harus menyerahkan data penduduk Indonesia ke Amerika.
Trump layak berbangga diri dengan menyatakan kalau Amerika punya akses penuh terhadap sumber daya alam Indonesia. “Indonesia punya banyak mineral, kita manfaatkan itu untuk Amerika,” katanya dalam video singkat yang ditayangkan BBC.
Yang aneh dan ajaib, pemerintah Indonesia justru merasa bangga setelah menjilat pantat Trump, para pejabat dengan gegap gempita bersorak – sore, atas keberhasilan diplomasi dagang dengan Amerika.
Ungkapan Bung Karno tentang”Go to hell with your aid”, kata lain cita – cita Bangsa Indonesia bisa berdikari di atas kekuatannya sendiri tanpa ketergantungan secara struktural dari negara lain, sudah tidak di kenali lagi oleh pemimpin bangsa Indonesia saat ini.
Para pemimpin saat ini justru memiliki tabiat menggadaikan martabat dan harga diri Bangsa Indonesia, dengan dalih diplomasi dagang gombal .
EDITOR: REYNA
Related Posts

Puisi Kholik Anhar: Benih Illahi

Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Patianrowo Nganjuk dan Komite Diduga Lakukan Pungli, Terancam Dilaporkan ke Polres Nganjuk

Aksi Selamatkan Hiu: Pemuda Banyuwangi Kembangkan Aplikasi Berbasis Kecerdasan Buatan untuk Identifikasi Spesies Hiu Secara Akurat

Pemilu Amerika 2025: Duel Sengit AI vs Etika di Panggung Politik Dunia

Jakarta 2030: Ketika Laut Sudah di Depan Pintu

Dari Wayang ke Metaverse: Seniman Muda Bawa Budaya Jawa ke Dunia Virtual

Operasi Senyap Komisi Pemberantasan Korupsi: Tangkap Tangan Kepala Daerah dan Pejabat BUMD dalam Proyek Air Bersih

Rupiah Menguat Tipis, Tapi Harga Sembako Naik: Fenomena Ekonomi Dua Wajah

Koalisi Retak di Tengah Jalan: Sinyal Panas dari Istana Menjelang Reshuffle Kabinet

Air minum di Teheran bisa kering dalam dua minggu, kata pejabat Iran



No Responses