Oleh: Daniel Mohammad Rosyid
@KITA Jawa Timur
Saat Projo dan kelompok-kelompok relawan pendukung para politikus memperoleh kursi di kabinet atau di dewan komisaris BUMN, terbukti bahwa ada informaliti yang bekerja di samping formaliti at face value. Bahkan sebagian orang berani memalsukan ijazah untuk menerobos semua formaliti demi syarat-syarat administrasi. Di jagad internet di mana relasi antar manusia terjadi secara horizontal, menabrak batas-batas formaliti, tidak ada lagi atasan-bawahan dan opini mengalir begitu demokratis. Memang sering terjadi juga kegaduhan ad hominem serta pembunuhan karakter.
Begitulah jagad politik nasional dihuni oleh para bandit, badut dan bandar politik yang bekerja dengan ngglembuk, nggendham dan nyopet suara rakyat. Yang tumbuh bukan demokrasi, tapi duitokrasi dalam politik dagang-sapi. Formaliti Pemilu segera berakhir diganti dengan informaliti bagi-bagi kursi, dan posisi, nyaris sama dengan perluasan sektor informal saat sektor formal justru makin menyusut. Basis-pajak terus mengalami stagnasi. Korupsi dan penggelapan pajak sebagai sebuah informaliti berkembang pesat.
Orang banyak yang lupa, bahwa sebelum formaliti persekolahan memonopoli pendidikan hampir secara radikal, orang belajar secara informal di rumah dan di masyarakat dengan banyak membaca buku agar cerdas, bukan untuk mengejar ijazah. Kini 2 Milyar orang secara informal menjadi warga “negara Facebook” yang dipresideni Zuckerberg tanpa Pemilu. Lalu muncul para influencer dan podcaster dengan ratusan ribu die hard followers yang mampu “mendidik” para pengikutnya melebih para profesor dan doktor.
Jokowi melesat karena cerdik memanfaatkan lansekap informaliti itu. Kini Prabowo harus menghadapi jaringan informaliti ini. Jaringan itu dulu disebut mafia, sekarang disebut genk. Tampaknya Prabowo sedang menggunakan Genk Purbaya untuk menghadapi yang dari Solo. Gaya informal Purbaya menjadi kekuatan penyeimbang dengan memanfaatkan efektifitas informaliti ala koboi untuk melakukan perombakan kebijakan keuangan santun yang diwariskan Sri Mulyani. Informaliti homeschooling bisa digunakan dalam mendidik warga muda untuk melengkapi formalisme persekolahan yang makin mahal.
Pliket informaliti Jokowi dipijakkan pada UUD 10/8/2002 karya para sekuler kiri dan liberal radikal dengan memanfaatkan para nasionalis sebagai useful idiots. Tidak banyak yang menyadari bahwa UUD hasil gerakan reformasi itu telah menggusur UUD 18/8/1945. Nilai-nilai yang diperjuangkan para ulama dan cendekiawan negarawan seperti dirumuskan dalam UUD 18/8/1945 itu kini secara testruktur, sistemik dan masif dihilangkan dalam praktek berbangsa dan bernegara.
Kehidupan berbangsa dan bernegara kita sejak reformasi telah dibengkokkan untuk memberi jalan bagi penjajahan baru non-militer agar NKRI menjadi satelit atau bahkan koloni China, setelah lama menjadi korban kapitalisme Barat. Motifnya satu : agar Islam tidak bisa tumbuh menjadi kekuatan anti-penjajahan yang membahayakan agenda Pax-Sineca setelah keruntuhan Pax Americana. Islam di Indonesia adalah unsur informal yang telah lama menjadi inspirasi bagi perlawanan terhadap penjajah. TNI tidak mungkin lahir tanpa laskar informal Sabilillah dan Hizbullah berbasis pesantren. Formalisme politik oleh Parpol telah juga membuat politik makin mahal dan tidak terjangkau oleh wong cilik.
Memusuhi China sebagai negara tetangga besar mungkin sebuah strategi yang keliru, seperti Eropa (juga Ukraina) memusuhi tetangga dekatnya Rusia demi bersabahat dengan tetangga jauh di seberang Atlantik AS. Tapi dendam Singosari serta ambisi komunis China untuk menjadi imperium baru yang imperialistik jelas perlu diwaspadai. Hanya Indonesia-Islam yang mampu mengimbangi kebangkitan China dan India saat dunia makin multi-polar dan makin-informal ini.
Banyak perubahan terjadi melalui proses-proses informal, setelah proses-proses formal mengalami jalan buntu. Prabowo yang sedang mengagendakan perubahan paradigmatik dalam pengelolaan pemeritahannya menemui formaliti yang membuat ruang perubahan itu jadi sempit. Seperti UUD 18/8/1945 digusur diam-diam oleh kaum sekuler radikal, rakyat sebagai satuan informal yang tidak terorganisir perlu melakukan upaya-upaya semesta ekstra-judicial-parlementer untuk membantu Prabowo mendesakkan perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara agar kembali sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa, seperti yang juga dicita-citakan oleh Soemitro.
Surabaya. 5/11/2025
EDITOR: REYNA
Baca artikel menarik dari Prof Daniel Mohammad Rosyid :
- DI dan PRRI Adalah Jamu Dosis Tinggi Bagi NKRI
- Mengapa Harus Kembali Ke UUD 1945
- Jihad Konstitusi Kembali ke UUD 18/8/1945
Related Posts

Purbaya Dimakan “Buaya”

Pengakuan Kesalahan Oleh Amien Rais Dalam Amandemen Undang‑Undang Dasar 1945

Menemukan Kembali Arah Negara: Dari Janji Besar ke Bukti Nyata

Pasang Badan

Relawan Sedulur Jokowi Tegaskan Tetap Loyal Kepada Jokowi

Bobibos: Energi Merah Putih Dari Sawah Nusantara Yang Siap Guncang Dunia

Puisi Kholik Anhar: Benih Illahi

Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Patianrowo Nganjuk dan Komite Diduga Lakukan Pungli, Terancam Dilaporkan ke Polres Nganjuk

Aksi Selamatkan Hiu: Pemuda Banyuwangi Kembangkan Aplikasi Berbasis Kecerdasan Buatan untuk Identifikasi Spesies Hiu Secara Akurat

Pemilu Amerika 2025: Duel Sengit AI vs Etika di Panggung Politik Dunia



No Responses