JAKARTA – Dibawah kami kutipkan ucapan-ucapan Menteri Keuangan Purbaya yang menimbulkan kontroversial
1. “Jangan percaya sama IMF. Kalau mau tahu prediksi ekonomi Indonesia, tanya saya. Saya lebih tahu.” (Jakarta, 9 September 2025)
Ucapan ini dilontarkan saat Purbaya menanggapi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia versi IMF yang dianggap terlalu pesimis. Dalam nada setengah bercanda namun tajam, ia menegaskan keyakinannya bahwa pemerintah memiliki data dan intuisi ekonomi yang lebih akurat dibanding lembaga internasional.
Kutipan ini viral di media sosial karena dianggap menantang lembaga keuangan dunia dengan gaya blak-blakan khas Purbaya.
2. “Angka defisit itu cuma indikator awal. Yang penting kan kemampuan kita bayar utang, bukan sekadar angka di kertas.” (Jakarta, 19 September 2025)
Saat ditanya wartawan mengenai batas defisit fiskal 3 persen terhadap PDB, Purbaya menjelaskan bahwa angka itu tidak sakral dan harus dilihat dalam konteks kemampuan ekonomi nasional.
“Dalam teori, angka-angka itu cuma untuk melihat apakah negara bisa bayar utang. Jadi yang dinilai itu kemampuan, bukan sekadar persentase. Angka itu cuma indikator awal.”
Pernyataan ini memicu perdebatan di kalangan ekonom karena dianggap menggeser paradigma fiskal konservatif yang selama ini dianut pemerintah.
3. “Investor asing datang ke sini bukan untuk membangun ekonomi kita, tapi karena mereka mau menikmati pertumbuhan kita.” (Jakarta, 14 Oktober 2025)
Dalam konferensi pers mengenai pergerakan modal asing dan penguatan rupiah, Purbaya berbicara jujur tentang motif investor global.
Kutipan ini ramai dibahas karena dianggap menyentil ketergantungan ekonomi pada modal asing.
4. “Saya lihat sistem keuangan kita kering, itu sebabnya ekonomi melambat. Setahun terakhir orang susah cari kerja — ada kesalahan dalam kebijakan moneter dan fiskal.” (Jakarta, 10 September 2025)
Komentar tajam ini keluar setelah Purbaya mengumumkan rencana mengalirkan dana pemerintah Rp 200 triliun ke perbankan untuk menambah likuiditas.
Ucapan ini viral karena secara terbuka mengkritik kebijakan ekonomi sebelumnya, termasuk yang ia nilai “terlalu berhati-hati”.
5. “Ramai-ramai kemarin gara-gara pemotongan anggaran bikin PBB naik gila-gilaan. Kita nggak mau itu terulang.” (Jakarta, 11 September 2025)
Dalam pembahasan RAPBN 2026, ia menyinggung kebijakan fiskal daerah yang menimbulkan kegaduhan publik.
Pernyataan ini disambut positif oleh kepala daerah karena menunjukkan empati terhadap beban pajak masyarakat.
6. “…Ketika pertumbuhan melebihi 6 persen dan masyarakat makin mudah mendapat pekerjaan, maka kami baru akan mempertimbangkan peningkatan premi BPJS Kesehatan.” — 22 Oktober 2025. (Antara News)
7.“…Gaya saya mungkin tampak koboy, tapi pada dasarnya saya bergantung pada data survei untuk mengecek apakah pernyataan saya mengurangi atau justru memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah.” — 27 Oktober 2025.
Jakarta Daily – Indonesia News Portal
8.“…Kita memperpanjang insentif PPN atas pembelian properti hingga akhir tahun 2027 sebagai dukungan bagi daya beli kelas menengah.” — 14 Oktober 2025. (Reuters)
9.“…Tingkat kepercayaan konsumen terhadap pemerintah kembali membaik di bulan Oktober 2025.” — Pernyataan singkat di konferensi pers Oktober 2025.
10. “Saya hanya bertanggung jawab kepada RI 1. Yang lain saya dengar, tapi saya tidak peduli kalau tidak berdasar.” Disampaikan dalam rapat koordinasi lintas kementerian di Jakarta), Tanggal: 8 Oktober 2025.
Pernyataan ini muncul saat berbagai kementerian, DPR, dan kepala daerah mengkritik kebijakan fiskal Kemenkeu—termasuk optimalisasi anggaran dan belanja transfer daerah—menunjukkan sikap tegas Purbaya bahwa ia hanya menjawab kepada Presiden (RI 1) dan bukan pada tekanan politik atau publik lainnya.
11.“Kalau DEN bisa bangun sendiri, ya bangun saja sendiri. Saya anggarannya enggak akan alihkan ke sana.” – Tanggal: 13 Oktober 2025.
Konteks: Menanggapi gagasan Dewan Ekonomi Nasional (DEN) – di bawah Luhut Binsar Pandjaitan – terkait pendirian family office yang ingin menggunakan anggaran APBN. Purbaya dengan tegas menolak alokasi dari APBN untuk proyek tersebut—menjelaskan bahwa jika swasta atau investasi bisa meng-handle sendiri, maka Kemenkeu tak akan alihkan dana negara ke sana.
kabarbisnis.com
12. “Harusnya kalau diambil dividen BUMN, ambil semua, termasuk bebannya.”
Tanggal: 13 Oktober 2025, dalam konteks diskusi proyek Whoosh.
Konteks: Purbaya menekankan bahwa keuntungan yang diperoleh badan usaha milik negara (BUMN) terkait proyek kereta cepat (Whoosh) seharusnya diimbangi dengan tanggung jawab utang atau beban yang mungkin ada. Ia mengkritik gagasan bahwa utang proyek itu harus ditutup lewat APBN sedangkan keuntungan tetap dinikmati pihak swasta atau BUMN.
13.“(Pernyataan tentang Whoosh) ada betulnya juga sedikit, karena kan Whoosh sebetulnya ada misi regional development juga… namun pemberhentian-ekonomi lokal di sekitar jalur jalannya harus dikembangkan ke depan.” Tanggal: 30 Oktober 2025.
Konteks: Merespons pernyataan Presiden terkait proyek kereta cepat sebagai investasi sosial, Purbaya menyatakan bahwa memang ada nilai sosial dari proyek tersebut, tetapi manfaat ekonomi lokal dan pengembangan sekitar jalur proyek harus diperkuat agar tujuan pembangunan nasional benar-benar tercapai.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Pertalite Brebet di Jawa Timur: Krisis Kepercayaan, Bukan Sekadar Masalah Mesin

Purbaya Yudhi Sadewa: Dari Bogor ke Kursi Keuangan — Jejak Seorang Insinyur yang Menjadi Ekonom Kontroversial

The Guardian: Ketika Bendera One Piece Jadi Lambang Perlawanan Generasi Z Asia

Kolaborasi Manusia Dan AI: Refleksi Era Digital di IdeaFest 2025

Digital Counter-Revolution: Mengapa Pemerintah Indonesia Berbalik Takluk pada Media Sosial?

Otonomi Yang Melayani : Menanggapi Cak Isa Anshori dengan Kacamata Tata Kelola Islam

Komik Edukasi Digital dari ITS Jadi “Senjata” Literasi Anak di Daerah Terpencil”

Seni Tergores, Komunitas Bangkit: Bagaimana Dunia Seni Indonesia Pulih Usai Protes Nasional

Patrick Kluivert Dihentikan Setelah 9 Bulan — Apa Yang Salah?

Sentimen Pasar Bangkit, Tapi Bayang-Bayang Inflasi Masih Menghantui



No Responses