Oleh: M. Isa Ansori
Fenomena “Tokyo Kids” di Jepang maupun “Citayam Fashion Week” di Jakarta membuktikan bahwa remaja urban selalu mencari ruang untuk berekspresi dan bersosialisasi. Namun, ruang publik yang mereka pilih kerap tidak aman, tidak terstruktur, dan rawan pengaruh negatif. Di Surabaya, kondisi serupa muncul, terutama bagi remaja yang putus sekolah atau tidak tertampung di jenjang SMA/SMK.
Data partisipasi sekolah di Surabaya untuk remaja usia 16–18 tahun menunjukkan angka 67,33%, artinya hampir sepertiga remaja di jenjang SMA/SMK tidak terikat di sistem pendidikan formal. Sebagian dari mereka rentan mengalami perilaku sosial menyimpang, termasuk pergaulan bebas, kriminalitas, dan penyalahgunaan narkoba. Fenomena ini bukan sekadar angka, tetapi realitas yang mengancam generasi muda jika tidak ada intervensi nyata.
Penelitian Ubaya Repository terhadap 80 remaja di RW 2 & RW 3 Kelurahan Gubeng menguatkan gambaran ini. Remaja yang putus SLTA memiliki penyesuaian sosial lebih buruk dibanding teman sebaya yang masih sekolah. Lingkungan sosial dan kelompok sebaya memegang peranan penting: ketika remaja tidak lagi terikat struktur sekolah, pengaruh kelompok negatif masuk dengan cepat, memperbesar risiko pergaulan salah dan perilaku menyimpang.
Kondisi ini diperparah oleh ketidakmampuan keluarga untuk mengawasi secara penuh, orang tua yang jarang hadir karena bekerja, serta sekolah yang tidak mampu menampung semua anak. Data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surabaya mencatat hanya 195 anak dan remaja mengikuti program kejar paket (Paket B dan C). Jumlah ini sangat kecil dibandingkan populasi putus sekolah, menegaskan celah besar dalam sistem pendidikan dan perlindungan anak di kota ini.
SWK: Solusi Transformasi Ruang Publik
Di sinilah Sentra Wisata Kuliner (SWK) Surabaya memiliki potensi strategis. SWK selama ini dikenal sebagai pusat kuliner dan tempat nongkrong, namun dengan transformasi yang tepat, SWK bisa menjadi ruang aman inklusi bagi anak dan remaja rentan. Transformasi ini mencakup:
1.Program edukatif dan keterampilan: workshop kuliner, seni, literasi digital.
2.Pendampingan psikososial: mentoring oleh pendamping profesional untuk membangun self-efficacy, menurunkan kecemasan, dan memperbaiki penyesuaian sosial.
3.Penguatan komunitas positif: membentuk kelompok sebaya yang sehat sehingga remaja terikat pada lingkungan sosial yang aman.
Lebih jauh, SWK bisa menjadi hub inklusi sosial, yang menghubungkan pemerintah, sekolah, keluarga, dan komunitas. Kolaborasi dengan Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, dan LSM memungkinkan remaja putus sekolah mendapatkan akses ke pendidikan alternatif atau program kejar paket, sekaligus pendampingan psikososial. Dengan demikian, SWK bukan hanya ruang nongkrong, tetapi struktur perlindungan nyata bagi remaja rentan.
Menjawab Tantangan Kota Layak Anak
Transformasi SWK sejalan dengan konsep Kota Layak Anak Surabaya, yang menegaskan hak anak atas ruang aman, pendidikan, dan kesempatan berekspresi. Anak-anak dan remaja yang putus sekolah menghadapi risiko nyata: penyesuaian sosial buruk, self-efficacy rendah, dan kecemasan tinggi. SWK dapat menjadi struktur alternatif yang menahan mereka dari pergaulan salah, sekaligus menyediakan ruang aman untuk belajar, berkreasi, dan bersosialisasi dengan kelompok sebaya yang positif.
Fenomena remaja urban yang berkumpul di ruang publik memberi pelajaran penting: mereka akan selalu mencari ruang sendiri. Tantangan kota adalah bagaimana mengelola ruang tersebut agar aman, edukatif, dan inklusif. Jika gagal, remaja putus sekolah akan terseret ke lingkungan negatif, sementara kota kehilangan kesempatan untuk membimbing generasi muda secara strategis.
Langkah Konkret Menuju Solusi
Transformasi SWK bukan sekadar wacana. Solusi yang konkret meliputi:
Membuka jalur pendidikan alternatif melalui program kejar paket di lokasi SWK.
Mengintegrasikan pendampingan psikososial dan mentoring untuk remaja rentan.
Menyediakan kegiatan kreatif dan keterampilan praktis yang dapat meningkatkan peluang ekonomi dan sosial mereka.
Membangun komunitas sebaya yang positif untuk mencegah pengaruh lingkungan negatif.
Dengan langkah-langkah ini, SWK bisa menjadi pionir kota inklusi remaja di Indonesia, ruang publik yang bukan hanya tempat nongkrong, tetapi laboratorium karakter, ruang perlindungan sosial, dan pusat pembelajaran bagi anak-anak dan remaja yang rentan.
Transformasi SWK Menjadi Ruang Aman dan Kreatif Sebuah Keharusan
SWK Surabaya memiliki potensi besar untuk menjadi ruang aman inklusi yang nyata, melampaui fungsi awal sebagai pusat kuliner. Dengan menggabungkan edukasi, komunitas positif, dan pendampingan profesional, kota tidak hanya menyediakan tempat berkumpul bagi remaja, tetapi juga menyelamatkan mereka dari risiko sosial, mengurangi angka putus sekolah, dan membangun generasi muda yang lebih berdaya. Ini adalah kewajiban moral dan strategis yang tidak boleh ditunda. Surabaya harus memastikan bahwa ruang publik seperti SWK menjadi solusi nyata, bukan sekadar tempat nongkrong.
Surabaya, 11 November 2025
Tentang Penulis :
M. Isa Ansori adalah Kolumnis dan Dosen Psikologi Komunikasi, Fokus pada Transaksional analysis, Pengurus Lembaga Perlindungan Anak ( LPA ) Jatim, Dewan Pakar LHKP PD Muhammadiyah Surabaya dan Wakil Ketua ICMI Jawa Timur, Aktif menulis diberbagai media cetak dan online.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Pak Harto Dan Sang Intelijen

Diskusi Kajian Politik Merah Putih: Presiden Prabowo Terlihat Makin Bodoh

Pikiran Dan Pandangan Suripto Tentang State Corporate Crime (SCC)

Wawancara Eksklusif Dengan Kol (Purn) Sri Radjasa Chandra (3-Tamat): Korupsi Migas Sudah Darurat, Presiden Prabowo Harus Bertindak!

Wawancara Eksklusif Dengan Kol (Purn) Sri Radjasa Chandra (2): Dari Godfather ke Grand Strategi Mafia Migas

Judicial Corruption Watch (JCW): Penetapan Tersangka Roy Suryo Dkk Cacat Prosedur

Wawancara Eksklusif dengan Kolonel (Purn) Sri Radjasa Chandra (1): “The Gasoline Godfather” Dan Bayangan di Balik Negara

Hari Pahlawan Diperingati Para Pecundang Negara

Menteri Amran di ITS

Hari Pahlawan dan Krisis Mentalitas Penyelenggara Negara : Sebuah Refleksi



No Responses