Oleh: Budi Puryanto
Pemimpin Redaksi
Kasus yang menimpa mantan Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, kembali menjadi sorotan publik setelah Pengadilan memutuskan menjatuhkan hukuman enam tahun penjara terkait kontrak jangka panjang impor LNG dari Corpus Christi Liquefaction (CCL), Texas, Amerika Serikat. Tuduhan yang dilayangkan adalah korupsi dengan dalih merugikan keuangan negara. Namun, jika ditelisik secara mendalam, tuduhan tersebut tidak hanya rapuh secara logika, tetapi juga bertentangan dengan fakta-fakta strategis yang justru menunjukkan bahwa keputusan Karen adalah langkah visioner yang menyelamatkan masa depan energi Indonesia.
Tidak Ada Kerugian Negara, Justru Ada Keuntungan
Poin pertama yang kerap diabaikan adalah bahwa tidak ada kerugian negara yang nyata akibat kontrak LNG CCL tersebut. Dalam hukum pidana, khususnya tindak pidana korupsi, unsur kerugian negara adalah syarat mutlak untuk memvonis bersalah. Data dan proyeksi yang ada menunjukkan bahwa sejak pengiriman pertama LNG CCL hingga kini, harga pembelian dalam kontrak tersebut sering kali berada di bawah harga pasar spot LNG internasional. Ini berarti Pertamina justru mendapatkan keuntungan, terutama di tahun-tahun harga LNG melonjak, seperti 2022–2023 akibat krisis energi global.
Bahkan, menurut perhitungan ekonomi energi, kontrak jangka panjang ini akan semakin menguntungkan pada periode 2033–2040, saat tren harga LNG diperkirakan tinggi akibat transisi energi global. Artinya, keputusan Karen bukan hanya rasional secara bisnis, tetapi juga strategis dalam menjaga kestabilan pasokan energi di tengah volatilitas pasar.
Keuntungan Riil hingga Desember 2024
Menurut Yusri Usman, Direktur Eksekutif CERI (Center of Energy and Resurces Indonesia) berdasarkan laporan internal Pertamina, hingga akhir Desember 2024 perusahaan telah memperoleh entitas kumulatif keuntungan sebesar USD 97,6 juta dari kontrak LNG CCL. Hal ini menunjukkan bahwa kontrak tersebut memberikan hasil positif, terutama di tengah fluktuasi harga global.
“Kontrak jangka panjang … secara kumulatif hingga akhir Desember 2024, Pertamina sudah meraup untung USD 97,6 juta,” kata Yusri Usman
Kontrak LNG CCL Menopang Pasokan Energi Strategis
Yusri menekankan bahwa kontrak ini bukan sekadar memenuhi kebutuhan Pertamina, tetapi juga menjadi penopang pasokan gas nasional untuk PLN, PGN, pabrik pupuk, dan sektor strategis lainnya—terutama saat neraca gas dalam negeri dilanda ketidakseimbangan.
“Kontrak … tidak hanya untuk kebutuhan internal Pertamina (own use), tetapi juga untuk menjamin pasokan gas bagi PLN, PGN, pabrik pupuk dan sektor strategis lainnya…” jelasnya.
Konteks Kebutuhan Energi Saat Itu
Untuk memahami keputusan Karen, publik harus melihat konteks tahun 2013–2014, saat kontrak ditandatangani. Indonesia sedang menghadapi ancaman defisit gas domestik karena produksi dari lapangan-lapangan utama mulai menurun. Sementara itu, kebutuhan energi, terutama untuk pembangkit listrik dan industri, terus meningkat. Dalam situasi seperti ini, kontrak jangka panjang LNG dari CCL adalah solusi yang wajar untuk mengamankan pasokan dengan harga yang dapat diprediksi.
Model bisnis LNG memang menuntut perencanaan jauh ke depan. Tanpa kontrak jangka panjang, Indonesia akan terjebak dalam pembelian spot yang harganya fluktuatif, bahkan bisa melambung dua hingga tiga kali lipat pada saat krisis. Karen melihat risiko ini dan bertindak proaktif, bukan reaktif.
Kepemimpinan yang Berorientasi Kepentingan Nasional
Keputusan Karen tidak diambil secara sepihak. Kontrak LNG CCL melalui proses due diligence, melibatkan berbagai pihak di internal Pertamina, konsultan independen, dan juga pembahasan dengan pemerintah. Menuduh Karen melakukan korupsi seolah-olah ia bertindak untuk kepentingan pribadi adalah pengaburan fakta. Semua dokumen dan mekanisme pembahasan menunjukkan bahwa langkah ini adalah kebijakan korporasi yang sah.
Lebih dari itu, Karen adalah salah satu Dirut Pertamina yang berhasil mendorong perusahaan menjadi pemain global di sektor migas. Kontrak LNG CCL adalah bagian dari strategi positioning Pertamina di pasar LNG internasional, yang pada akhirnya memberi keuntungan kompetitif dibandingkan hanya bergantung pada pasokan domestik yang kian menipis.
Preseden Buruk bagi Keputusan Bisnis BUMN
Jika vonis ini dibiarkan, akan muncul preseden berbahaya: setiap keputusan bisnis jangka panjang BUMN yang hasilnya belum langsung terlihat dapat dijadikan objek kriminalisasi. Hal ini akan membuat direksi BUMN cenderung menghindari keputusan strategis dan hanya bermain aman, meskipun itu merugikan kepentingan jangka panjang negara. Akibatnya, BUMN akan kehilangan daya saing di pasar global, dan Indonesia akan semakin tergantung pada pihak luar untuk kebutuhan energi.
Alasan Tuntutan Harus Batal Demi Hukum
Dalam hukum, asas nullum crimen sine culpa dan prinsip business judgment rule harus menjadi pegangan. Selama keputusan diambil dengan itikad baik, didasarkan pada kajian rasional, dan sesuai dengan tata kelola perusahaan yang berlaku, maka kerugian bisnis tidak serta merta dapat dipidana sebagai korupsi. Dalam kasus Karen, unsur kerugian negara tidak terpenuhi, apalagi bukti niat memperkaya diri sendiri. Dengan demikian, tuntutan seharusnya batal demi hukum dan Karen dibebaskan.
Seruan untuk Keadilan
Pembelaan terhadap Karen Agustiawan bukan hanya tentang satu orang, melainkan tentang arah kebijakan energi nasional dan iklim investasi di Indonesia. Dunia usaha dan investor membutuhkan kepastian bahwa keputusan bisnis yang sah tidak akan dikriminalisasi hanya karena berubahnya kondisi politik atau harga pasar. Jika tidak, Indonesia akan kesulitan menarik investasi, apalagi di sektor energi yang memerlukan komitmen miliaran dolar dan perencanaan puluhan tahun.
Kasus ini seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki cara pandang terhadap kebijakan energi strategis. LNG CCL bukanlah skandal, melainkan langkah berani yang kini mulai terbukti manfaatnya. Karen Agustiawan seharusnya dikenang sebagai pemimpin yang berpikir jauh ke depan, bukan dikorbankan oleh tafsir hukum yang keliru
EDITOR: REYNA
Related Posts

Potret ‘Hutan Ekonomi’ Indonesia

Prof. Djohermansyah Djohan: Biaya Politik Mahal Jadi Akar Korupsi Kepala Daerah

Muhammad Taufiq Buka Siapa Boyamin Sebenarnya: Kalau Siang Dia LSM, Kalau Malam Advokad Profesional

Purbaya Dimakan “Buaya”

Pengakuan Kesalahan Oleh Amien Rais Dalam Amandemen Undang‑Undang Dasar 1945

Menemukan Kembali Arah Negara: Dari Janji Besar ke Bukti Nyata

Informaliti

Pasang Badan

Relawan Sedulur Jokowi Tegaskan Tetap Loyal Kepada Jokowi

Bobibos: Energi Merah Putih Dari Sawah Nusantara Yang Siap Guncang Dunia



No Responses