Oleh: Sutoyo Abadi
Pernyataan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengenai adanya bandara di Morowali tanpa perangkat negara, sebagai petunjuk negara seolah tunduk pada kehendak oligarki yang beroperasi sebagai negara di dalam negara, bukan informasi yang mengejutkan.
Pelanggaran hukum seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang secara tegas mengamanatkan asas kedaulatan negara (Pasal 2), secara eksplisit dilanggar, oligarki sudah biasa melanggar pasal tersebut.
Kepatuhan terhadap prosedur CIQ (Customs, Immigration, Quarantine), yang merupakan penjelmaan kedaulatan di perbatasan, diabaikan total. Ketiadaan perangkat negara berarti bahwa wibawa hukum negara telah dinetralkan di area strategis tersebut.
Bukankah pada saat ada wabah covid, TKA ilegal etnis Cina masuk lewat pelabuhan kecil untuk menghindari pemeriksaan aparat terkait, semua masuk tanpa hambatan. Mustahil tidak diketahui pemerintah rezim Jokowi.
Peristiwa ini kasus kecil bukan hanya soal penerbangan, ini semua bagian dari strategi penaklukan oligarki membangun negara dalam negara mencakup politik, ekonomi, budaya, psikologi, konspirasi, propaganda media, hukum, informasi, intelijen bahkan akan membangun pangkalan militer.
Oligarki yang telah berani menetralkan sebuah wilayah strategi dari sentuhan hukum negara adalah pengusaha jahat yang bersekongkol dengan pejabat publik yang terdiri dari unsur unsur Legislatif, Eksekutif, Yudikatif, Polri dan TNI.
Kita mesti menyadarin bahwa musuh negara itu bukan hanya Oligark saja tapi Unsur pejabat publik yang telah bersenyawa dengan para oligark jahat dan tamak , yang telah merampas kedaulatan negara.
Kasus Morowali dan kasus lainnya di wilayah lainnya semua sudah lama diketahui Presiden Prabowo Subianto, bahkan sejak menjabat sebagai Menteri Pertahanan pada era rezim Jokowi.
Kasus Morowali bukan cerita baru, mungkin Presiden Prabowo Subianto hanya menunggu momentum. Kasus kecil mulai di bongkar lewat Menteri Pertahanan Syafrie Syamsudin.
Pertanyaan serius “akan di atasi atau tidak terpulang kemauan politik atau political will Presiden”, karena selama ini juga di biarkan. Karena ini bukan isu baru atau kejadian baru. Oligarki berani membangun negara dalam negara itu sama seperti pembangunan PIK 1 dan sedang berlangsung di PIK 2, sama dengan daerah lainnya yang sudah menyergap semua wilayah pantai. (*).
EDITOR: REYNA
Related Posts

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (8) : Penghargaan Dunia Dan Jejak Diplomasi Global Indonesia

Apa Mungkin Selama Ini Negara Tidak Tahu?

Buntut Pemusnahan Dokumen, Taufiq Ancam Laporkan Semua Komisioner KPU Surakarta

Habib Umar Alhamid Ingatkan Jangan Ada UU dan Kebijakan “Banci” di Pemerintahan Prabowo

Bravo, Prasiden Prabowo Beri Rehabilitasi ke Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi!

Agar Tidak Jadi Korban Kriminalisasi, Faizal Assegaf Sarankan Tempuh Mediasi Dalam Kasus Ijazah Jokowi

Gibran Diarena KTT G-20 : Adakah Dialog?

Ijazah Jokowi Sebagai Barang Langka dan Politik Konservasi Dokumen

Akhir Skandal Ijazah Jokowi, Mediasi Atau Revolusi?

Sidang Kedua Mediasi Kasus Perangkat Desa Tirak Temui Jalan Buntu



No Responses