JAKARTA – Dalam ajang IdeaFest 2025 yang berlangsung di ibukota Jakarta, tema besar yang mencuri perhatian aalah “Kolaborasi manusia dan AI” – bukan sekedar persaingan antar manusia dengan mesin, melainkan bagaimana kedua entitas dapat bersinergi dalam menghadapi masa depan dgital
Salah satu keynote speaker menyampaikan bahwa generasi sekarang harus berpikir ulang: bukan siapa yang menguasai AI, tetapi bagaimana manusia memanfaatkannya untuk memperkuat kreativitas, empati, dan tanggung jawab sosial. Merdeka.com mencatat bahwa acara ini menampilkan panel-diskusi dari berbagai latar: startup teknologi, akademisi, kreator konten, dan regulator.
Sorotan utama
Ada presentasi mengenai “AI sebagai co-creator”: seniman yang menggunakan AI untuk visual art, musisi yang memakai AI untuk generasi suara, bahkan regulator yang mempertanyakan etika AI dalam konten kreatif.
Diskusi tentang peran manusia dalam konteks “AI yang bisa menggantikan” mulai bergeser ke “AI yang memperluas” kapasitas manusia.
Pentingnya literasi digital muncul sebagai pesan kuat: generasi muda harus tidak hanya “menggunakan” AI tapi memahami implikasi sosial-budayanya.
Mengapa menjadi viral
Topik AI bukan baru, tetapi framing “kolaborasi manusia dan AI” (bukan persaingan) memberikan sudut segar yang banyak dibagikan di LinkedIn, Twitter, dan komunitas kreatif.
Foto-panel, kutipan speaker, dan klip acara dengan tagar #IdeaFest2025 dan #ManusiaAI langsung menjadi trending di media sosial Indonesia.
Implikasi teknologi & budaya
Anda dapat melihat bahwa teknologi bukan hanya soal efisiensi ekonomi, tetapi juga tentang identitas kreatif, budaya digital, dan nilai sosial.
Bagi publik umum, acara ini menyerukan bahwa kita tidak akan “tergelincir” karena hanya konsumsi AI — melainkan harus aktif dalam desain teknologi yang manusia-sentris.
Catatan penting
Meskipun penuh optimisme, beberapa pembicara juga memperingatkan risiko: AI dapat memperkuat bias, mengurangi lapangan kerja kreatif jika tidak diatur dengan bijak.
Sektor regulasi dan kebijakan harus mengejar laju inovasi, agar kolaborasi ini tidak hanya utopis, tapi benar-benar inklusif.
Kesimpulan
IdeaFest 2025 dalam sorotan AI-manusia menegaskan bahwa kita berada di era transisi: dari “manusia vs mesin” ke “manusia dengan mesin”. Pendekatan ini penting agar teknologi memberi manfaat maksimal sekaligus menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan budaya.(Sumber: Merdeka.com — 31 Oktober 2025)
EDITOR: REYNA
Related Posts

Pertalite Brebet di Jawa Timur: Krisis Kepercayaan, Bukan Sekadar Masalah Mesin

Ini 13 Ucapan Kontroversial Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa

Purbaya Yudhi Sadewa: Dari Bogor ke Kursi Keuangan — Jejak Seorang Insinyur yang Menjadi Ekonom Kontroversial

The Guardian: Ketika Bendera One Piece Jadi Lambang Perlawanan Generasi Z Asia

Digital Counter-Revolution: Mengapa Pemerintah Indonesia Berbalik Takluk pada Media Sosial?

Otonomi Yang Melayani : Menanggapi Cak Isa Anshori dengan Kacamata Tata Kelola Islam

Komik Edukasi Digital dari ITS Jadi “Senjata” Literasi Anak di Daerah Terpencil”

Seni Tergores, Komunitas Bangkit: Bagaimana Dunia Seni Indonesia Pulih Usai Protes Nasional

Patrick Kluivert Dihentikan Setelah 9 Bulan — Apa Yang Salah?

Sentimen Pasar Bangkit, Tapi Bayang-Bayang Inflasi Masih Menghantui


No Responses