Masa penahanan tinggal 4 hari, Karen minta penyidik segera merampungkan penyidikannya

Masa penahanan tinggal 4 hari, Karen minta penyidik segera merampungkan penyidikannya
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2009-2014, Karen Agustiawan

JAKARTA, 13 Januari (Zonasatunews) – Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan melalu keteranan tertulis kepada media mengatakan baru saja menjalani pemeriksaaan yang ke-4 (empat) kalinya selama 4 bulan dalam tahanan KPK.

Kepada Karen Penyidik mengajukan 13 pertanyaan. Setelah pemeriksaan Karen berharap penyidik dapat segera merampungkan penyidikannya.

“Hal ini karena saya sudah empat bulan menjadi tahanan. Masa penahanan saya akan berakhir empat hari lagi, yakni 16 Januari 2024,” katanya.

Meskipun KPK telah salah menuduh saya (error in persona), Karen mengatakan, “saya tidak akan merasa lelah-lelahnya mengingatkan kembali bahwa Perjanjian Jual Beli LNG dengan Corpus Christi Liquefaction (CCL) – Amerika Serikat pada tahun 2013 dan 2014 (Sales Purchase Agreement / SPA 2013 & 2014) adalah aksi korporasi Pertamina sebagai bentuk pelaksanaan perintah jabatan dari Presiden, Wakil Presiden, UKP4, Menteri ESDM, dan Menteri BUMN, kepada saya selaku Direktur Utama PT Pertamina
(Persero).”

SPA 2013 & 1014 juga adalah sebuah aksi Korporasi Pertamina yang SAH, kata dia, karena telah disetujui oleh seluruh Direksi Pertamina secara Kolektif Kolegial, yang melibatkan semua fungsi-fungsi, baik legal, teknis dan komersial yang ada di Pertamina sesuai dengan organisasi dan tupoksi masing-masing (completed staff
work).

“Pada saat ini SPA yang berlaku adalah SPA 2015, yaitu SPA yang ditandatangani setelah saya tidak menjabat lagi di Pertamina. Sebagaimana diketahui, bahwa sejak tanggal 1 Oktober 2014 saya sudah mengundurkan diri dari jabatan Direktur Utama Pertamina,” ungkap Karen.

Karen menjelaskan, di dalam SPA 2015 banyak sekali yang diubah, dihilangkan dan ditambahkan pasal-pasal kontrak baru yang seluruhnya, “tidak saya ketahui, dan tidak saya berikan persetujuan karena memang saya sudah tidak di Pertamina lagi.”

Karen lalu memberikan beberapa contoh ketidakberlakuan SPA 2013 & 2014 yang terlihat di dalam:

1.Program pengiriman tahunan (Annual Delivery Program/ADP) CCL tahun 2019, 2020 dan 2021. Ketiganya mengacu kepada SPA 2015, dan bukan SPA 2013 & 2014.

2.Kontrak penjualan kargo CCL, misalnya dengan PPT ETS, juga mengacu ke SPA 2015, dan bukan SPA 2013 & 2014.

3.Salah satu Certificate of LNG Transfer, yaitu 1 Juli 2019, menunjukkan bahwa kontrak yang menjadi dasar pengiriman volume adalah SPA 2015, dan bukan SPA 2013 & 2014.

Aksi korporasi itu menurut Karen, sudah membukukan keuntungan bagi perusahaaan. Bahkan menurut pengakuannya, sudah ada Saksi pada sidang Praperadilan dan Bukti yang menyatakan bahwa total nilai PROFIT Pertamina dari Niaga Portofolio LNG CCL per 31 Juli 2023 sudah mencapai USD 88,87 Juta, atau sekitar Rp 1,382 Trilyun (Kurs: USD1 = Rp15.550).

“Hari ini saya juga menyampaikan kepada Penyidik KPK bahwa, per Desember 2023, Pengadaan LNG CCL telah menghasilkan keuntungan bagi Pertamina sebesar USD91.617.941 atau sekitar Rp1,425 Trilyun. Jadi, TIDAK ada kerugian sebagaimana dituduhkan kepada saya oleh KPK, yang ada justru malah KEUNTUNGAN!,” tegasnya.

Meskipun pada tahun 2020 dan 2021 sempat negatif, Karen memberi alasan, sekali lagi saya tegaskan, sebagaimana telah saya sampaikan pada press conference di Gedung KPK saat saya mau ditahan (19 September 2023), seharusnya kerugian ini TIDAK terjadi jika kargo LNG CCL dikelola dengan piawai. (Catatan: 1 kargo LNG sekitar 3,5 juta MMBtu)

Validity offer dari Trafigura yang pada saat itu hanya berlaku 3 (tiga) hari (5 – 8 Oktober 2018) tidak direspon dengan baik. Sehingga, kerjasama selama 3 tahun (periode 2020-2022) sebanyak 5 kargo/tahun dengan harga yang lebih mahal sekitar USD61 cents/MMBtu, tidak terlaksana.

“Hal ini diperburuk dengan terjadinya Pandemic Covid-19, yang mengakibatkan harga komoditi dunia anjlok,” pungkas Karen.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K