JAKARTA – Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kembali menjadi panggung diplomasi dunia ketika mayoritas negara anggota menyatakan dukungan bagi kemerdekaan Palestina. Dalam resolusi terbaru yang dibawa ke meja sidang, suara dukungan terhadap Palestina mencapai angka mayoritas telak—sebuah sinyal kuat bahwa dunia internasional semakin bulat mengakui hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri.
Keputusan ini lahir di tengah eskalasi konflik di Gaza dan Tepi Barat yang menelan ribuan korban jiwa. Dukungan mayoritas negara anggota PBB menegaskan bahwa isu Palestina bukan sekadar pertarungan geopolitik regional, melainkan persoalan keadilan universal.
Peta Dukungan Global
Dalam sidang tersebut, lebih dari 140 negara mendukung resolusi yang menyerukan agar Palestina diberikan keanggotaan penuh di PBB. Negara-negara dari Asia, Afrika, Amerika Latin, hingga sebagian besar Eropa bergabung dalam barisan dukungan.
Hanya segelintir negara yang menolak atau abstain, mayoritas berasal dari sekutu dekat Amerika Serikat dan Israel. AS sendiri kembali menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan, meskipun di Sidang Umum PBB suaranya tak mampu menahan arus dukungan global.
Fenomena ini mengingatkan pada dinamika serupa saat perjuangan kemerdekaan Afrika Selatan melawan apartheid. Dukungan moral dan politik dari mayoritas dunia kala itu menjadi katalis perubahan besar. Kini, Palestina berada di jalur yang sama—meskipun tantangannya jauh lebih kompleks.
Alasan Kuat Dukungan
Ada beberapa faktor yang memperkuat posisi Palestina dalam sidang PBB kali ini:
Tragedi Kemanusiaan Gaza
Serangan militer Israel yang menghancurkan infrastruktur sipil, rumah sakit, sekolah, hingga tempat ibadah menimbulkan simpati global. Banyak negara menilai bahwa status quo tidak bisa lagi dipertahankan.
Kesadaran Global akan Hak Asasi Manusia
Wacana keadilan dan hak asasi manusia semakin menguat dalam diplomasi internasional. Dukungan terhadap Palestina kini dipandang sebagai ujian moral: apakah dunia konsisten menegakkan nilai yang sama di semua tempat, atau hanya selektif.
Dinamika Politik Regional
Negara-negara Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) aktif melobi negara lain untuk mendukung Palestina. Solidaritas kawasan ini mendapat respons positif, terutama dari negara-negara Selatan Global.
Reaksi Israel dan Sekutunya
Israel menolak mentah-mentah resolusi ini dan menyebut dukungan mayoritas negara sebagai “bias politik” yang mengabaikan keamanan Israel. AS pun tetap teguh dengan argumen bahwa status Palestina harus ditentukan melalui perundingan langsung, bukan lewat forum internasional.
Namun, semakin besarnya jumlah negara yang mendukung Palestina membuat narasi Israel dan AS tampak semakin terisolasi. Bahkan beberapa negara Eropa yang sebelumnya enggan mengambil posisi kini mulai berani mendukung, mencerminkan perubahan iklim diplomasi global.
Momentum Baru Palestina
Bagi Palestina, hasil Sidang Umum PBB ini memang tidak serta-merta mengubah status mereka menjadi anggota penuh. Namun, dukungan moral dan politik dari mayoritas dunia memperkuat posisi diplomatik mereka. Palestina kini punya pijakan lebih kokoh untuk menuntut pengakuan resmi di berbagai forum internasional, termasuk Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Selain itu, keputusan ini bisa menjadi tekanan tambahan bagi Israel agar membuka ruang dialog yang lebih setara. Meski jalan menuju negara Palestina yang merdeka dan berdaulat masih panjang, dukungan global yang menguat jelas memberi semangat baru bagi perjuangan rakyat Palestina.
Demokrasi Global dan Harapan
Momentum ini juga memperlihatkan wajah lain dari demokrasi global. Meski Dewan Keamanan PBB masih bisa diblokir veto satu negara adidaya, Sidang Umum menunjukkan bahwa suara mayoritas negara dunia tetap punya arti penting. Dukungan bagi Palestina adalah refleksi dari nurani kolektif umat manusia yang menolak penindasan dan mendambakan perdamaian.
Sejarah sering menunjukkan bahwa dukungan moral global pada akhirnya bisa menggerakkan perubahan politik nyata. Bagi Palestina, dukungan mayoritas di Sidang Umum PBB 2025 adalah batu loncatan menuju pengakuan penuh sebagai bangsa merdeka.
Kini, bola ada di tangan komunitas internasional: apakah dukungan simbolik ini bisa ditindaklanjuti menjadi langkah konkret untuk mewujudkan solusi dua negara dan mengakhiri penderitaan yang telah berlangsung lebih dari tujuh dekade.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Artikel Investigatif: SMA Negeri 72 Jakarta — Ledakan, Rasa Sakit, dan Isu Kompleks di Balik Tragedi

RRT Nyatakan Siap Hadapi Pemeriksaan Kasus Ijazah Palsu Jokowi

Rasional dan Proporsional Dalam Menyikapi Zohran Mamdani

Tragedi di Lapangan Kandis Riau, Nyawa Melayang Aparat Diam, Yusri: PHR Jangan Lepas Tangan

Pertahanan Yang Rapuh di Negeri Seribu Pulau: Membaca Geopolitik Indonesia Lewat Kacamata Anton Permana

Yusri Usman Dan Luka Lama Migas Indonesia: Dari TKDN, Proyek Rokan, hingga Pertamina Yang Tak Pernah Berbenah

Off The Record

Bangsa Ini Tidak Butuh Presiden Yang Pura-Pura Gila

Sebuah Laporan Sebut Australia Pasok Mineral Vital ke Tiongkok untuk Produksi Rudal Hipersonik

Apa Presiden Akan Pasang Badan Untuk Oligar Hitam?



No Responses