Mbludaknya Pencari Kerja

Mbludaknya Pencari Kerja
CREATOR: gd-jpeg v1.0 (using IJG JPEG v80), default quality

Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Janji 19 juta lapangan pekerjaan baru pernah disampaikan Gibran Rakabuming Raka saat masih masa kampanye Pilpres 2024. Janji tersebut nampaknya sulit terwujud di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) serta tingginya pengangguran sepanjang awal 2025 ini. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2025, jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 153,05 juta orang. Namun demikian, dari total angkatan kerja tersebut, masih terdapat 7,28 juta orang yang menganggur menurut rilis BPS.

Dulu setelah lulus perguruan tinggi tahun 1979 saya tentu mempunyai pengalaman mencari lowongan pekerjaan. Saya tentu juga sering menyaksikan para lulusan perguruan tinggi – seperti saya yang riwa-riwi membawa map berisi dokumen-dokumen yang diperlukan untuk keperluan mencari kerja. Hanya saja yang saya temui secara pribadi waktu itu hanya beberapa orang saja bukan ratusan atau ribuan. Sekarang dalam kondisi perekonomian yang tidak baik-baik saja kita menyaksikan ribuan anak-anak muda antri berdesak-desakan untuk mencari kerja seperti yang kita lihat di Bekasi dimana sekitar 25.000 anak-anak muda mencari lowongan kerja yang hanya untuk 2-3.000 orang saja. Tidak hanya di Bekasi, di beberapa kota besar juga kita temukan ribuan pencari kerja yang antri berjam-jam di suatu arena job fair.

Masyarakat juga menyaksikan media sosial yang ramai dengan video viral memperlihatkan ribuan pencari kerja memadati sebuah toko ritel bernama Khaira Store di Jalan Siliwangi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada Senin (14/07/2025).

Karena itu sekarang ini pemandangan ribuan pencari kerja yang memadati arena job fair dan membawa tumpukan lamaran sambil berharap mendapatkan pekerjaan, bukanlah hal asing di Indonesia.

Media internasional Al Jazeera pernah memberitakan bahwa Indonesia memiliki 44 juta pemuda yang berjuang untuk mendapatkan pekerjaan bagi mereka. Al Jazeera juga melaporkan sebuah survei yang diterbitkan oleh ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura pada bulan Januari, anak muda Indonesia mengungkapkan sikap yang jauh lebih pesimis tentang ekonomi dan pemerintah daripada rekan-rekan mereka di Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Vietnam. Hanya sekitar 58 persen pemuda Indonesia yang mengatakan mereka optimis dengan rencana ekonomi pemerintah, menurut survei, dibandingkan dengan rata-rata 75 persen di enam negara.

Membludaknya pencari kerja menunjukkan bahwa jumlah penganggur jauh melebihi lowongan yang tersedia. Selain itu, kondisi ini juga mengindikasikan adanya fenomena job mismatch, yaitu ketidaksesuaian antara kualifikasi pencari kerja dengan kebutuhan industri. Job fair kerap dianggap sebagai solusi cepat untuk mengatasi pengangguran. Padahal, tanpa pendekatan yang menyeluruh, acara ini hanya akan menjadi agenda rutin yang mengundang keramaian, tapi tidak menyentuh akar permasalahan. Hal yang dibutuhkan justru adalah peningkatan kualitas pendidikan, pelatihan keterampilan yang relevan, serta penciptaan lapangan kerja baru.

Data dari berbagai penyelenggaraan job fair hampir dipastikan semuanya dibanjiri pelamar. Job fair yang diadakan di Kabupaten Bekasi misalnya, hanya menawarkan 3 ribu lowongan pekerjaan, tapi dihadiri 25 ribu orang pencari kerja. Angka itu pun bisa jadi belum mencerminkan keseluruhan jumlah pencari kerja, karena bisa jadi masih banyak yang tidak bisa hadir karena berbagai keterbatasan.

Karena itu hal ini menunjukkan bahwa keberadaan job fair belum efektif menekan angka pengangguran. Faktor-faktor mendasar seperti ketidaksesuaian keahlian, kurangnya informasi, dan keterbatasan akses masih menjadi penghalang utama bagi pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan.

Penelitian menunjukkan tingginya tingkat job mismatch disebabkan oleh lembaga pendidikan yang belum selaras dengan kebutuhan pasar kerja. Akibatnya, banyak lulusan yang dihasilkan tidak terserap oleh industri. Ini juga menjadi indikator gagalnya pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja.

Pemerintah perlu mengakui realitas ini dan mengambil langkah-langkah nyata untuk mengatasi akar permasalahan. Pembenahan bisa dilakukan melalui peningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan, penciptaan lapangan kerja baru yang berkualitas, serta memastikan kesesuaian antara kualifikasi tenaga kerja dengan kebutuhan industri.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K