Oleh: Soegianto
Fakultas Sain dan Teknologi UNAIR
Selain dalam prediksi siklus gerhana, keterbatasan teori murni juga terlihat dalam perhitungan kalender Hijriah yang didasarkan pada fase Bulan. Kalender Hijriah, atau kalender lunar Islam, menggunakan pergerakan Bulan untuk menentukan awal bulan, terutama untuk menentukan bulan-bulan penting seperti Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.
Meskipun kita memiliki teori yang cukup canggih untuk memodelkan pergerakan Bulan berdasarkan hukum gravitasi dan mekanika langit, perhitungan kalender lunar—khususnya kalender Hijriah—tidak bisa dilakukan secara sempurna hanya dengan teori tersebut. Pengamatan visual dan metode khusus yang dikenal sebagai hisab dan ilmu falaq telah menjadi bagian integral dalam penentuan awal bulan.
1. Keterbatasan Teori dalam Penentuan Kalender Hijriah
Sama halnya dengan prediksi gerhana, perhitungan kalender bulan Hijriah tidak dapat dilakukan sepenuhnya hanya dengan teori astronomi. Meskipun hukum Kepler dan gravitasi Newton dapat memodelkan gerakan Bulan di sekitar Bumi dengan akurasi tinggi, ada faktor-faktor yang sulit untuk diukur hanya dengan rumus matematis. Beberapa tantangan dalam perhitungan kalender lunar ini meliputi:
Penampakan hilal (bulan sabit) yang tidak hanya bergantung pada posisi geometris Bulan dan Matahari, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor atmosferik, kondisi cuaca, dan kemampuan manusia untuk melihat hilal.
Variasi lokal dalam penampakan hilal: Penampakan hilal bisa berbeda di setiap wilayah di dunia, tergantung pada lokasi geografis, cuaca, dan waktu. Ini membuat perhitungan kalender Hijriah tidak bisa hanya didasarkan pada model teoritis global, melainkan membutuhkan pengamatan lokal.
Meskipun metode hisab banyak digunakan untuk menghitung posisi Bulan, hisab tidak sepenuhnya murni berbasis teori dinamika benda langit. Sebaliknya, hisab mengandalkan ekstrapolasi data pengamatan sebelumnya dan pola-pola yang diobservasi dari siklus Bulan selama bertahun-tahun.

2. Metodologi Hisab: Menggunakan Ekstrapolasi Data Pengamatan
Hisab adalah metode perhitungan astronomis yang digunakan untuk menghitung posisi Bulan secara matematis. Meskipun sekilas tampak seperti metode yang ilmiah dan berbasis teori, pada kenyataannya, hisab lebih merupakan ekstrapolasi dari data pengamatan sebelumnya, bukan hasil dari perhitungan yang sepenuhnya didasarkan pada teori dinamika benda langit seperti gravitasi Newton atau hukum Kepler.
Hisab Tidak Memperhitungkan Jarak Bulan: Hisab tidak memperhitungkan variabel-variabel dinamis seperti jarak antara Bumi dan Bulan atau variasi kecil dalam orbit Bulan yang diakibatkan oleh interaksi gravitasi dengan planet lain. Sebagai gantinya, hisab menggunakan rumus yang dikembangkan berdasarkan observasi empiris tentang pergerakan Bulan selama bertahun-tahun.
Ekstrapolasi Pengamatan Sebelumnya: Hisab didasarkan pada pengamatan terhadap fase-fase Bulan dan siklus sinodis Bulan yang diulang. Pengamatan tersebut kemudian diekstrapolasi untuk menghitung kapan fase bulan baru (hilal) akan muncul. Ini berbeda dengan pendekatan ilmiah modern yang menggunakan simulasi fisika berbasis gravitasi dan dinamika orbit untuk memprediksi posisi benda langit secara akurat.
Misalnya, hisab urfi adalah metode perhitungan yang hanya mengandalkan jumlah hari dalam satu bulan (29 atau 30 hari) tanpa memperhitungkan data dinamis lainnya. Ini adalah bentuk kalender yang lebih tetap dan tidak memperhitungkan faktor-faktor real-time yang dapat mempengaruhi penampakan hilal.
Contoh Pendekatan Hisab:
Dalam metode hisab haqiqi, meskipun ada penggunaan rumus-rumus untuk menghitung ketinggian Bulan di atas ufuk pada saat Matahari terbenam, rumus tersebut tidak secara langsung memperhitungkan jarak dinamis antara Bumi dan Bulan. Sebaliknya, hisab menggunakan pola-pola umum yang didapatkan dari pengamatan panjang terhadap gerakan Bulan.
Data Empiris: Metode hisab menggunakan data empiris, seperti rata-rata periode sinodis Bulan (sekitar 29,53 hari), yang didapatkan dari pengamatan selama berabad-abad. Data ini kemudian diolah dan diekstrapolasi untuk menghitung kapan Bulan baru (hilal) akan muncul. Proses ini serupa dengan cara Siklus Saros digunakan dalam prediksi gerhana, yaitu dengan mengandalkan pengulangan pola yang diobservasi.
3. Mengapa Hisab Tidak Menggunakan Teori Dinamika Benda Langit?
Alasan utama mengapa hisab tidak menggunakan teori gravitasi atau teori dinamika benda langit adalah karena perhitungannya didasarkan pada pola periodik yang mudah diulang dan diekstrapolasi. Metode ini sederhana dan cukup efektif dalam konteks penentuan kalender Hijriah yang digunakan untuk keperluan sehari-hari, terutama dalam konteks keagamaan.
Tujuan Hisab: Hisab difokuskan pada perhitungan waktu-waktu penting dalam Islam, seperti awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Karena perhitungannya harus dapat diterapkan di berbagai wilayah dengan keterbatasan teknologi, metode ini lebih mengandalkan pengamatan empiris dan perhitungan sederhana daripada teori-teori ilmiah kompleks yang memperhitungkan jarak dan gaya gravitasi.
Simplicity over Accuracy: Metode hisab dipilih karena kesederhanaannya. Sementara perhitungan berdasarkan teori dinamika benda langitsampai aat ii belum ada yang bisa merumuskannya, metode hisab praktis untuk digunakan di berbagai wilayah, terutama di masa lalu ketika teknologi canggih belum tersedia. Oleh karena itu, penghitungan jarak dan variabel dinamis lainnya tidak dihitung dalam hisab.
4. Rukyah (Pengamatan Visual Hilal): Verifikasi Pengamatan Lapangan
Untuk melengkapi metode hisab, ulama juga menggunakan metode rukyah, yaitu pengamatan langsung terhadap hilal. Hal ini menunjukkan bahwa perhitungan berbasis hisab tidak sepenuhnya bisa diandalkan tanpa verifikasi melalui pengamatan visual. Rukyah diperlukan untuk memastikan bahwa hilal benar-benar terlihat, mengingat faktor-faktor seperti kondisi atmosfer dan variasi lokal dalam penampakan hilal dapat memengaruhi hasil perhitungan.
Kesimpulan: Hisab sebagai Ekstrapolasi Pengamatan, Bukan Teori Dinamis
Dengan demikian, meskipun hisab tampaknya merupakan metode modern untuk menghitung posisi Bulan, kenyataannya metode ini menggunakan ekstrapolasi pengamatan lapangan sebelumnya dan tidak memperhitungkan jarak dinamis atau teori gravitasi dalam perhitungannya. Pengamatan langsung (rukyah) tetap penting untuk memverifikasi hasil hisab, karena perhitungan hisab tidak selalu mencerminkan realitas yang teramati di langit.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Puisi Kholik Anhar: Benih Illahi

Tak Kuat Layani Istri Minta Jatah 9 Kali Sehari, Suami Ini Pilih Cerai

Sampah Indonesia: Potensi Energi Terbarukan Masa Depan

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Sebuah Kereta, Cepat Korupsinya

Menata Ulang Otonomi: Saatnya Menghadirkan Keadilan dan Menata Layanan

Gerbang Nusantara: Jatim Kaya Angka, Tapi Rakyat Masih Menderita

Imperium Tiga Samudra (5) — Ratu Gelombang

“Purbayanomics” (3), Tata Kelola Keuangan Negara: Terobosan Purbaya

Seri Novel “Imperium Tiga Samudra” (4) – Pertemuan di Lisbon


No Responses