JAKARTA – Di tengah arus perubahan geopolitik dan tantangan global yang makin kompleks — dari perang dagang, krisis energi, hingga transformasi menuju ekonomi hijau — Indonesia berada di persimpangan pilihan. Salah satu jalan yang dianggap paling strategis adalah hilirisasi: memproses bahan mentah di dalam negeri sehingga menambah nilai (value added), alih-alih langsung mengekspor komoditas dalam bentuk bahan baku.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, beberapa kali menyuarakan bahwa hilirisasi bukan hanya sekadar jargon pembangunan, melainkan strategi fundamental untuk transformasi ekonomi, kemandirian, dan keadilan sosial.
Hilirasasi harus adil
Dalam forum Jakarta Geopolitical Forum (JGF IX / 2025) yang diselenggarakan oleh Lemhannas RI, Bahlil menegaskan bahwa hilirisasi harus bersifat berkeadilan dan berkelanjutan.
Ia mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan atas cadangan mineral strategis — seperti nikel terbesar di dunia, bauksit urutan keempat, timah nomor satu dunia, dan batubara urutan keenam — memiliki modal kuat untuk mendorong posisi dalam rantai pasok global jika hilirisasi dijalankan dengan baik.
Lebih jauh, Menteri Bahlil mengusulkan agar manfaat hilirisasi dirasakan oleh daerah-daerah, UMKM, dan masyarakat lokal — bukan hanya pemerintah pusat atau investor besar saja. Ia berbicara tentang bagaimana nilai tambah harus “orang daerah yang dapat paling banyak” dan bahwa daerah penghasil seharusnya tidak hanya menjadi lokasi ekstraksi, tetapi juga tempat berkembangnya industri hilir yang menumbuhkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan ekonomi daerah.
Bahkan, ia menekankan agar pelaksanaan hilirisasi memperhatikan aspek lingkungan. Produk hilir yang dihasilkan dalam negeri harus “ramah lingkungan”, didukung green energy, dan mampu mempertimbangkan dampak ekologis — termasuk pemanfaatan teknologi seperti carbon capture, dan menjaga bahwa pertambangan pasca-eksploitasi tidak meninggalkan dampak buruk yang parah.
Mengapa Hilirisasi Adalah Pilihan Terbaik
Berdasarkan pernyataan dan konteks Indonesia saat ini, hilirisasi menjadi pilihan terbaik karena beberapa alasan berikut:
Pertama, Nilai Tambah dan Peningkatan Pendapatan Nasional
Dengan mengolah bahan mentah menjadi produk jadi atau setengah jadi di dalam negeri, Indonesia bisa menangkap margin keuntungan lebih besar. Tidak hanya menghasilkan devisa dari ekspor, tetapi menciptakan produk yang memiliki nilai jual dan harga lebih tinggi di pasar global.
Kedua, Penciptaan Lapangan Kerja dan Pemberdayaan Daerah
Hilirisasi membuka ruang bagi pembangunan pabrik pengolahan, industri pemurnian, dan usaha hilir lain di berbagai daerah. Ini berarti peluang kerja meningkat, terutama di daerah penghasil sumber daya alam. Dengan kebijakan yang “berkeadilan bagi daerah”, masyarakat lokal bisa ikut ambil bagian, bukan hanya sebagai penyedia bahan mentah tetapi juga sebagai bagian dari rantai nilai.
Ketiga, Ketahanan Ekonomi dan Kemandirian Nasional
Di tengah fluktuasi harga komoditas dunia dan gangguan rantai suplai global, bergantung pada ekspor bahan mentah saja membuat ekonomi rentan. Hilirisasi menjadi buffer: dengan memproduksi sendiri barang hilir, Indonesia memiliki kontrol lebih besar, mengurangi impor, memperkuat neraca perdagangan, dan meningkatkan ketahanan ekonomi. Pernyataan Bahlil tentang impor minyak dan ketergantungan di sektor energi adalah contoh nyata bahwa kedaulatan energi juga terkait erat dengan hilirisasi.
Keempat, Penguatan Posisi di Rantai Pasok Global
Dunia saat ini memprioritaskan produk yang tidak hanya murah, tapi juga memenuhi standar lingkungan, keberlanjutan, dan etika. Jika Indonesia berhasil membangun industri hilir yang ramah lingkungan, bersertifikasi, dan menghasilkan produk berkualitas tinggi dari bahan baku lokal, maka posisi tawarnya di pasar dunia akan meningkat. Bahlil menyebut bahwa keunggulan komparatif Indonesia bukan hanya pada bahan baku, tetapi juga pada potensi energi baru terbarukan dan teknologi terkait lingkungan.
Kelima, Keberlanjutan dan Perencanaan Jangka Panjang
Salah satu kekhawatiran dalam hilirisasi adalah apa yang terjadi setelah tambang habis. Di banyak tempat, harapan ekonomi daerah berhenti ketika masa ekstraksi selesai. Untuk itu, hilirisasi butuh roadmap pasca-tambang, diversifikasi ekonomi (misalnya ke sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan lainnya) agar pertumbuhan ekonomi lokal tetap berlanjut. Bahlil menyebut bahwa pemerintah sedang menyusun peta jalan hilirisasi pascatambang sebagai bagian dari strategi ini.
Tantangan dan Catatan Penting
Meski begitu, hilirisasi bukan tanpa tantangan:
Investasi dan Infrastruktur: Membangun fasilitas pengolahan memerlukan modal besar, infrastruktur pendukung (pelabuhan, listrik, transportasi) yang kuat, dan teknologi yang terkini.
Regulasi & Perizinan: Agar investor terdorong masuk, regulasi harus jelas, perizinan mudah, dan kepastian hukum harus dijamin.
Lingkungan dan Keberlanjutan: Eksploitasi sumber daya alam selalu membawa risiko kerusakan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Aspek pengelolaan pasca-tambang, reklamasi, dan adopsi teknologi ramah lingkungan sangat penting.
Distribusi Manfaat: Tanpa kebijakan yang pro-daerah dan pro-UMKM, manfaat hilirisasi bisa hanya dinikmati oleh pusat dan investor besar, sementara daerah penghasil tetap minim.
Kesimpulan
Hilirisasi bukan sekadar skema ekonomi — ia adalah jembatan menuju kemajuan yang inklusif, mandiri, dan berkelanjutan. Pernyataan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia telah memperlihatkan bahwa pemerintah menyadari bahwa masa depan Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan sumber daya alam mentah yang dijual begitu saja. Keharusan untuk memastikan keadilan bagi daerah, pemberdayaan masyarakat lokal, perlindungan lingkungan, dan kesinambungan usaha ekonomi adalah babak baru dalam perjalanan pembangunan nasional.
Jika dijalankan konsisten dan terkoordinasi, hilirisasi bukan saja akan memperkuat posisi Indonesia di panggung dunia, tetapi juga mendatangkan manfaat langsung ke pelosok — dari lapangan kerja hingga kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, pilihan hilirisasi adalah pilihan terbaik untuk Indonesia saat ini dan untuk generasi masa depan.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Artikel Investigatif: SMA Negeri 72 Jakarta — Ledakan, Rasa Sakit, dan Isu Kompleks di Balik Tragedi

RRT Nyatakan Siap Hadapi Pemeriksaan Kasus Ijazah Palsu Jokowi

Rasional dan Proporsional Dalam Menyikapi Zohran Mamdani

Tragedi di Lapangan Kandis Riau, Nyawa Melayang Aparat Diam, Yusri: PHR Jangan Lepas Tangan

Pertahanan Yang Rapuh di Negeri Seribu Pulau: Membaca Geopolitik Indonesia Lewat Kacamata Anton Permana

Yusri Usman Dan Luka Lama Migas Indonesia: Dari TKDN, Proyek Rokan, hingga Pertamina Yang Tak Pernah Berbenah

Off The Record

Bangsa Ini Tidak Butuh Presiden Yang Pura-Pura Gila

Sebuah Laporan Sebut Australia Pasok Mineral Vital ke Tiongkok untuk Produksi Rudal Hipersonik

Apa Presiden Akan Pasang Badan Untuk Oligar Hitam?



No Responses