Oleh: Budi Puryanto
Mafia migas di Indonesia sering diasosiasikan dengan lingkaran eksekutif dan perusahaan besar. Namun, peran parlemen tak kalah penting dalam melanggengkan praktik rente di sektor energi. Proses politik di Senayan kerap menjadi arena tawar-menawar, di mana “ketok palu” anggaran migas dan persetujuan proyek energi berubah menjadi transaksi politik-ekonomi yang menguntungkan segelintir pihak.
“Ketok Palu” yang Sarat Transaksi
Di balik rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR, keputusan tentang alokasi anggaran migas dan subsidi energi sering kali tak hanya didasarkan pada analisis kebutuhan rakyat. Ada dugaan kuat bahwa persetujuan anggaran berjalan seiring dengan praktik jual-beli persetujuan proyek. Beberapa anggota parlemen ditengarai menjadi “calo anggaran” yang menghubungkan kepentingan perusahaan migas dengan kementerian teknis.
Skemanya sederhana: perusahaan atau konsorsium energi yang ingin mendapat proyek strategis melobi anggota parlemen. Imbalannya berupa komitmen proyek penunjang atau bahkan “jatah” langsung yang disamarkan dalam bentuk lain. Alhasil, keputusan parlemen bukan semata hasil kajian, melainkan hasil transaksi politik-ekonomi.
Kebocoran di Hulu
Pengamat energi dari CERI (Center of Energy and Resources Indonesia), Yusri Usman, sudah lama memperingatkan soal praktik mafia migas yang berlapis. Ia menilai, kebocoran justru terjadi di hulu, jauh sebelum minyak masuk ke kilang atau BBM sampai ke tangan rakyat. “APBN kita bocor sejak dari meja perencanaan. Angka subsidi yang digembar-gemborkan kerap tak sejalan dengan realisasi di lapangan,” kata Yusri.
Ia menambahkan, permainan ini melibatkan jejaring luas, mulai dari pejabat kementerian, perusahaan migas, hingga parlemen. Bahkan, tak jarang aparat penegak hukum (APH) disebut ikut “menutup mata” terhadap praktik rente, sehingga mafia migas merasa aman.
Skema Proyek Energi: Lahan Rente Tanpa Akhir
Tak hanya anggaran subsidi BBM yang rawan dimainkan, proyek-proyek energi strategis juga menjadi lahan basah. Pembangunan kilang minyak baru yang sudah bertahun-tahun dijanjikan, misalnya, hingga kini tak pernah rampung. Alih-alih memperkuat kedaulatan energi, proyek kilang justru menjadi arena bancakan konsorsium dengan nilai investasi ratusan triliun rupiah.
Hal yang sama terjadi dalam proyek gas. Mulai dari pembangunan jaringan gas kota, LNG receiving terminal, hingga proyek distribusi elpiji, semua menjadi rebutan. Konsep “program pro-rakyat” kerap hanya menjadi bungkus retoris, sementara implementasi di lapangan sarat rente.
Dampak ke APBN: Ratusan Triliun Hilang
Skema rente di parlemen ini punya dampak langsung terhadap keuangan negara. Anggaran energi dalam APBN bisa mencapai lebih dari Rp300 triliun per tahun. Jika sebagian besar angka itu sudah “digeser” sejak awal oleh permainan mafia, maka wajar jika subsidi sering salah sasaran dan proyek strategis mangkrak.
Rakyat yang seharusnya menerima manfaat justru terbebani harga energi yang mahal, sementara elite politik dan perusahaan migas menikmati rente dari kebijakan yang mereka desain sendiri. “APBN kita bukan untuk rakyat, tapi untuk melayani segelintir kelompok,” kritik Yusri.
Penutup: Transparansi sebagai Jalan Keluar
Kasus mafia migas di parlemen menunjukkan bahwa reformasi sektor energi tidak bisa hanya menyasar eksekutif atau BUMN. Tanpa perbaikan di legislatif, praktik rente akan terus berulang. Transparansi anggaran, pembukaan dokumen kontrak proyek energi ke publik, dan pengawasan independen harus diperkuat.
Rakyat berhak tahu bagaimana uang mereka dikelola, untuk apa anggaran energi digunakan, dan siapa yang paling diuntungkan dari setiap proyek. Tanpa itu, “ketok palu” di Senayan hanya akan menjadi simbol dari mafia migas yang tak kunjung tumbang.
EDITOR: REYNA
Baca juga:
Menguak Skandal Kotor Mafia Migas (16): Memperkecil Kran Rente, RDMP Balikpapan Cepat Selesaikan
Related Posts

Jejak Dua Tokoh Nasional di Era SBY, Diduga Menitip MRC ke Mantan Dirut Pertamina

Presiden Harus Belajar dari Sultan Iskandar Muda

Mencuri Uang Rakyat Turun-Temurun

Pangan, Martabat, dan Peradaban: Membaca Kedaulatan dari Perspektif Kebudayaan

Prabowo Whoosh Wus

Jebakan Maut Untuk Presiden

Mikul Duwur Mendem Jero

Novel “Imperium Tiga Samudra” (9) – Prometheus

Ribut Soal Pahlawan, Habib Umar Alhamid: Soeharto Layak dan Pantas Jadi Pahlawan Nasional

Sri Radjasa Chandara Buka Suara: Ada Tekanan Politik di Balik Isu Pergantian Jaksa Agung



Menguak Skandal Kotor Mafia Migas (22): Membongkar Jejaring Internasional Riza Chalid - Berita TerbaruSeptember 21, 2025 at 6:22 am
[…] Menguak Skandal Kotor Mafia Migas (20): Mafia Migas di Parlemen: “Ketok Palu” Anggaran dan Bagi-… […]