Menguak Skandal Kotor Mafia Migas (21): Membongkar Jejaring Internasional Riza Chalid

Menguak Skandal Kotor Mafia Migas (21): Membongkar Jejaring Internasional Riza Chalid
Muhammad Riza Chalid (MRC)

Oleh: Budi Puryanto

Nama Riza Chalid tidak hanya bergaung di dalam negeri. Jejak bisnis dan pengaruhnya merambah hingga ke luar negeri, membentang dari Singapura, Malaysia, Timur Tengah, hingga Eropa. Di balik layar, ia membangun jejaring internasional yang memungkinkan dirinya memainkan peran penting dalam arus migas global. Untuk memahami kekuatan sosok ini, kita perlu menelusuri bagaimana jaringan tersebut bekerja, siapa saja yang terlibat, dan sejauh mana ia memengaruhi kepentingan energi Indonesia.

Basis di Singapura

Singapura menjadi salah satu simpul utama jejaring Riza Chalid. Negara pulau itu sejak lama dikenal sebagai hub perdagangan energi Asia, tempat perusahaan-perusahaan trading minyak dunia berkantor. Informasi dari sejumlah kalangan industri menyebutkan, beberapa entitas usaha yang dikaitkan dengan Riza beroperasi dari sana.

Dengan menggunakan jaringan di Singapura, ia memiliki akses langsung ke pasar internasional, kapal tanker, serta kontrak impor. Dari kota inilah, banyak transaksi migas yang masuk ke Indonesia diduga melewati kendali “The Gasoline King.” Singapura memberi perlindungan strategis: dekat secara geografis, tetapi memiliki kerahasiaan finansial yang sulit ditembus aparat Indonesia.

Hubungan ke Timur Tengah

Selain Singapura, jejaring Riza Chalid juga disebut menjangkau Timur Tengah. Negara-negara penghasil minyak di kawasan Teluk adalah mitra penting dalam rantai pasok BBM ke Asia. Riza disebut menjalin kedekatan dengan sejumlah pemasok minyak mentah dan produk turunan migas di kawasan itu.

Koneksi tersebut membuat dirinya berada di posisi tawar tinggi. Dengan satu telepon, ia bisa mengamankan kontrak kargo dalam jumlah besar, sesuatu yang tidak mudah dilakukan oleh perusahaan nasional yang terikat aturan birokrasi. Inilah yang menjelaskan mengapa, meski Pertamina adalah perusahaan negara, dalam praktiknya selalu berhadapan dengan dominasi pemain swasta dalam urusan impor.

Jejak di Eropa dan Amerika

Jejaring internasional Riza tidak berhenti di Asia dan Timur Tengah. Beberapa laporan menyebut keterkaitan dirinya dengan perusahaan trading di Eropa, khususnya di Swiss dan Belanda, dua negara yang dikenal sebagai pusat aktivitas perusahaan migas global.

Perusahaan-perusahaan ini menjadi penghubung ke pasar dunia, tempat harga minyak ditentukan dan transaksi dalam jumlah miliaran dolar berlangsung. Dengan akses ke sana, Riza bukan sekadar pedagang, melainkan bagian dari sistem global yang bisa mengatur aliran minyak lintas benua.

Jejak awal bisnis & pengaruh struktural

Pengamat energi, Direktur Eksekutif CERI (Center Of Energy and Resources Indonesia) Yusri Usman, mengungkap kronologi bahwa cengkeraman Riza Chalid mulai terbentuk sejak sekitar tahun 2004, dengan proyek-proyek impor migas kecil, sebelum lama-lama menjadi besar dan sistematis. 

Sebagai contoh, ada pertemuan awal antara Riza dan Ari Sumarno (saat itu Managing Director Petral) di Masjid Alfalah, Singapura, yang disebut sebagai titik masuk ke jaringan bisnis impor migas. Dari situlah jaringan dan pengaruhnya di Pertamina makin berkembang. 

Modus operandi & potensi kerugian

Yusri membeberkan berbagai modus yang diduga dilakukan oleh jaringan Riza Chalid — termasuk manipulasi impor, mark-up sewa kapal, praktek pengaturan kontrak terminal yang janggal, penyalahgunaan regulasi impor migas, serta pengaturan tender dan harga yang melewati jalur yang “dikendalikan”.

Terkait angka kerugian negara, Yusri menyebut ada estimasi awal sekitar Rp193,7 triliun, dan dalam perkembangan bisa membengkak menjadi Rp285 triliun apabila seluruh transaksi dan celah korupsi yang terindikasi ikut dihitung.

Perlindungan Jaringan Politik

Yang membuat jejaring ini semakin kokoh adalah dukungan politik. Tidak sedikit pihak menilai, Riza memiliki koneksi dengan elite politik dan aparat keamanan di berbagai negara. Hal ini memberikan perlindungan tambahan, membuatnya sulit disentuh bahkan oleh lembaga hukum internasional.

Sumber di kalangan diplomat menyebut, “Kalau hanya soal hukum, sebenarnya bisa dicari jalan. Tapi masalahnya, setiap kali ada upaya serius, selalu ada tekanan balik dari kekuatan politik dan bisnis.” Artinya, jejaring internasional Riza tidak hanya berupa kontrak dagang, tetapi juga aliansi kekuasaan.

Implikasi untuk Indonesia

Keberadaan jejaring internasional ini membuat posisi Indonesia sangat rentan. Bayangkan, kebutuhan energi yang vital bagi 270 juta penduduk dipengaruhi oleh segelintir orang yang beroperasi dari luar negeri. Ketika harga minyak dunia naik, atau ketika terjadi permainan pasokan, dampaknya langsung dirasakan rakyat dalam bentuk kenaikan harga BBM.

Bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal kedaulatan. Negara yang tidak mampu mengendalikan pasokannya sendiri, pada akhirnya terjebak dalam ketergantungan pada jaringan internasional yang dikendalikan oleh segelintir orang.

Bisakah Jejaring Ini Dibongkar?

Secara teori, jawabannya bisa. Pemerintah Indonesia dapat bekerja sama dengan otoritas internasional, menggunakan mekanisme hukum lintas negara, dan memperkuat transparansi impor migas. Namun, secara praktik, hal itu sulit dilakukan.

Jejaring yang melibatkan korporasi multinasional, negara penghasil minyak, hingga elite politik, bukanlah lawan yang mudah. Membongkarnya memerlukan keberanian politik tingkat tinggi, serta konsistensi dalam membangun sistem energi yang lebih transparan dan mandiri.

Penutup

Riza Chalid hanyalah satu figur. Namun, jejaring internasional yang ia bangun adalah potret nyata bagaimana mafia migas bekerja melampaui batas negara. Pertanyaan penting bagi Indonesia adalah: apakah kita akan terus membiarkan kebutuhan energi bangsa dikendalikan oleh jejaring global yang tak tersentuh, atau berani menata ulang sistem migas dari hulu ke hilir?

Membongkar jejaring Riza bukan hanya soal mengusut satu orang, melainkan tentang merebut kembali kedaulatan energi bangsa. Sebuah tugas yang berat, tetapi tak ada pilihan lain jika Indonesia ingin lepas dari cengkeraman mafia migas.

EDITOR: REYNA

Baca juga:

Menguak Skandal Kotor Mafia Migas (20): Mafia Migas di Parlemen: “Ketok Palu” Anggaran dan Bagi-Bagi Proyek Energi

Menguak Skandal Kotor Mafia Migas (19): Lobi Politik di Balik Blok Migas: Dari Meja Menteri hingga Ruang Istana

Last Day Views: 26,55 K