Menjaga Gagasan Perubahan

Menjaga Gagasan Perubahan
Muhammad Chirzin

Oleh: Muhammad Chirzin

Guru Besar UIN Sunan Kaljaga Yogyakarta

 

Sebuah ormas anyar, Gerakan Rakyat, baru saja dideklarasikan di Jakarta. Anies Baswedan menghadiri Rapimnas sekaligus menyaksikan Deklarasi Gerakan Rakyat tersebut, dan berpesan agar para aktivis menjaga gagasan perubahan.

Demokrasi di seluruh dunia sedang mengalami ancaman. Banyak tempat di dunia mengalami kemunduran dalam praktik demokrasi. Anies pun mengemukakan pernyataan retoris, “Akankah kita biarkan Indonesia mengalami kemunduran demokrasi?” Jawabnya, “Tidak!”

https://news.detik.com/berita/d-8008891/hadiri-rapimnas-gerakan-rakyat-anies-gagasan-perubahan-harus-dijaga

Satu dekade di bawah kepemimpinan Joko Widodo demokrasi Indonesia lumpuh. Hal itu bukan karena kesalahan Joko Widodo semata, tetapi kondisi Republik ini di bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yang tidak lain adalah hasil amandemen yang kebablasan, mengalami kehilangan kompas kehidupan berbangsa dan bernegara, yang salah satu asasnya ialah sila keempat Pancasila: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.

MPR RI telah melucuti perannya sebagai lembaga tertinggi negara yang berhak memberikan mandat kepada Presiden untuk melaksanakan GBHN dan meminta pertanggungjawaban atas pelaksanaannya dalam laporan lima tahunan. MPR menjadi lembaga tinggi negara yang setara dengan DPR dan presiden. Akibatnya, Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi lepas kendali. Presiden leluasa untuk mengusulkan atau menyusun Undang-Undang bersama wakil-wakil rakyat yang terkooptasi oleh ketua-ketua Partai Politik.

Sementara itu para ketua partai hampir semua di bawah kendali Presiden. Jadilah Presiden merepresentasikan lembaga super body yang paling menentukan hitam-putih kebijakan negeri.

Revisi Undang-Undang KPK atas usulan Presiden Joko Widodo telah melumpuhkan kinerja pemberantasan korupsi. Undang-Undang Cipta Kerja telah menggoyahkan sendi-sendi perekonomian bangsa. Keputusan pemindahan Ibu Kota Negara ke tengah-tengah hutan Kalimantan yang tanpa studi kelayakan saksama telah menyedot anggaran belanja negara triliunan, tetapi sangat diragukan dan dikhawatirkan realisasinya.

Indonesia telah ganti Presisen sekian bulan, tetapi tidak begitu kentara perubahannya. Bebetapa menteri kabinet Prabowo warisan Joko Widodo masih mendominasi kebijakan kabinetnya. Sejumlah besar wakil menteri merangkap jabatan komisaris seolah dibiarkan saja, dan beberapa orang komisaris pada BUMN diangkat dari para relawan yang dipandang punya andil memenangkan Prabowo dalam perhelatan Pilpres, tanpa mempertimbangkan kompetensinya.

Berbagai anomali dalam praktik berdemokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan oleh rezim Prabowo yang belum genap setahun ini tidak boleh dibiarkan. Rakyat harus terus mengawasi, mengkritis, dan mengoreksi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, baik yang tidak sengaja ataupun lebih-lebih yang disengaja.

Bagaimana dengan pagar laut di Tangerang yang sebagiannya masih berdiri kokoh, bahkan diperkokoh? Bagaimana dengan sejumlah wakil menteri yang rangkap jabatan sebagai komisaris pada BUMN? Bagaimana dengan kemungkinan peristiwa people power 1998 yang disertai kerusuhan penjarahan, perusakan, pembakaran, dan perkosaan terulang kembali, bilamana Wakil Presiden Gibran tetap dipertahankan?

Berkenaan dengan Keputusan Kepolisian paling mutakhir, laporan atas kepalsuan ijazah Jokowi oleh pakar hukum pidana Dr. Muhammad Taufik dihentikan, sementara laporan Jokowi atas tuduhan pencemaran nama baiknya oleh Dr. Roy Suryo, Dr. Rismon, dan dr. Tifa justru statusnya ditingkatkan, pasca gelar perkara khusus pada 9 Juli 2025, dengan ancaman pemenjaraan para pelakunya, penulis mengamini komentar salah seorang kolega atas berlarut-larut dan penggorengan tiada henti kasus ijazah palsu Jokowi ini.

Apakah pihak UGM akan terus diam, ketika ketiga alumninya, yaitu Dr. Roy Suryo, Dr. Tifa, dan Dr. Rismon yang membela dan ingin menegakkan kejujuran demi mengembalikan marwah UGM, dikriminalisasi dan berpotensi jadi tersangka oleh Kapolda Metrojaya. Sangat aneh sikap UGM itu jika tidak ada pembelaan, padahal UGM adalah institusi yang paling berwenang untuk menyatakan status ijasah jokowi. Sediiih.

Jangan berlaku pameo, rakyat selamat dari mulut buaya, dan mendekat ke mulut singa. Bergeraklah untuk perubahan, atau negeri ini akan sirna pada tahun 2030, seperti yang pernah diucapkan oleh Presiden kita.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K