Oleh: Muhammad Chirzin
Guru Besar UIN Sunan Kalijogo Yogyakarta
Prof. Dr. Raden Djenal Asikin Widjaja Koesoema lahir di Manonjaya, Tasikmalaya pada 7 Juni 1891, dan meninggal tahun 1963. Salah satu Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dr. Jenal Asikin lulus dari STOVIA pada tahun 1914, dan meraih gelar kedokteran di Universitas Amsterdam pada tahun 1925. Dia terlibat dengan beberapa laboratorium kedokteran di Eropa sebelum kembali ke Indonesia.
Ia menulis tentang berbagai metode analisa sampel darah dan kegunaannya dalam hasil diagnosa. Ditetapkan sebagai profesor di FKUI pada 1950. Asikin menjadi asisten pengajar di Batavia Medical School dan wakil kepala divisi penyakit dalam di rumah sakit yang bersebelahan dengan sekolah tersebut, sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang di Jawa pada 1 Maret 1945 sebagai upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan menjanjikan proses kemerdekaan Indonesia.
BPUPKI beranggotakan 67 orang, diketuai Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat. Di luar BPUPKI dibentuk Badan Tata Usaha yang beranggotakan 60 orang, dipimpin oleh R. Pandji Soeroso. Tugas BPUPKI mempelajari hal-hal berkaitan dengan aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan lain-lain yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.
Di akhir perang Pasifik kekalahan Jepang semakin jelas. Pada 7 September 1944 Perdana Menteri Jepang Jenderal Kuniaki Koiso mengumumkan bahwa Indonesia akan dimerdekakan kelak, sesudah tercapai kemenangan dalam Perang Asia Timur Raya. Dengan cara itu Jepang berharap tentara Sekutu akan disambut oleh rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara mereka.
Pada 28 Mei 1945 diadakan upacara pelantikan dan sekaligus pembukaan masa persidangan BPUPK pertama pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945, untuk merumuskan dasar negara Indonesia, bentuk negara Indonesia, dan filsafat negara Indonesia merdeka.
Disepakati negara Indonesia berbentuk negara kesatuan. Agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Agenda persidangan BPUPK pertama ialah mendengarkan pidato tiga tokoh utama pergerakan nasional Indonesia yang mengajukan pendapat tentang dasar negara Republik Indonesia.
Sidang pertama, 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, SH mengemukakan gagasan rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: 1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat.
Sidang kedua, 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo mengemukakan gagasan rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia yang dia namakan Dasar Negara Indonesia Merdeka, yaitu: 1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Keseimbangan lahir batin; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial.
Sidang ketiga, 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengemukakan gagasan rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dia namakan Pancasila, yaitu: 1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa. Gagasan rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah Pancasila.
Pidato Ir. Soekarno mengakhiri masa persidangan BPUPK pertama.
Setelah itu BPUPK mengalami masa reses persidangan selama satu bulan lebih. Sebelumnya dibentuk suatu panitia kecil beranggota 9 orang, yang dinamakan Panitia Sembilan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bertugas mengolah usul para anggota BPUPK mengenai dasar negara Republik Indonesia.
Anggota Panitia Sembilan: 1. Ir. Soekarno (ketua), 2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua), 3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota), 4. Pr. Prof. Mohammad Yamin, S.H., (anggota), 5. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota), 6. Abdoel Kahar Moezakir (anggota), 7. Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota), 8. Haji Agus Salim (anggota), 9. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota).
Sesudah melakukan perundingan antara 4 orang dari kaum kebangsaan dan 4 orang dari kaum keagamaan, pada 22 Juni 1945 Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dikenal sebagai Piagam Jakarta atau Jakarta Charter, dan disebut juga Gentlemen’s Agreement.
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada: ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Persidangan BPUPK kedua pada tanggal 10 hingga 17 Juli 1945 membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran.
Anggota BPUPK dibagi dalam panitia-panitia kecil, yakni Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, diketuai oleh Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air, diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso, dan Panitia Ekonomi dan Keuangan, diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta.
Pada 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar membahas pembentukan panitia kecil di bawahnya, yang bertugas merancang isi Undang-Undang Dasar, beranggotakan 7 orang.
Pada 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya yang merancang isi Undang-Undang Dasar tersebut.
Pada 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPK menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Laporan tersebut mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang meliputi tiga masalah pokok, yaitu: (1) Pernyataan tentang Indonesia Merdeka; (2) Pembukaan Undang-Undang Dasar; (3) Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai Undang-Undang Dasar 1945.
Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama Piagam Jakarta, sedangkan konsep Undang-Undang Dasar diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta.
Perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPK mengenai penerapan Syariat Islam dalam negara Indonesia baru. Akhirnya Piagam Jakarta atau Jakarta Charter disetujui dengan urutan dan redaksional yang sedikit berbeda.
Pada 7 Agustus 1945 BPUPK dibubarkan, karena telah menyelesaikan tugasnya, dan digantikan dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan ketua Ir. Soekarno. Tugas pertama PPKI meresmikan pembukaan dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tugas kedua, melanjutkan hasil kerja BPUPK, mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan mempersiapkan segala sesuatu menyangkut masalah ketatanegaraan Indonesia baru.
Anggota PPKI terdiri atas 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda. Secara simbolik PPKI dilantik oleh Jenderal Terauchi pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan Dr. KRT) Radjiman Wedyodiningrat ke Saigon, kota terbesar di Vietnam.
Dengan terbentuknya PPKI, keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak. Semua golongan bertekad untuk segera memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia. Golongan muda menghendaki agar kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang.
Jenderal Terauchi menyampaikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada 24 Agustus 1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan kepada PPKI.
Dalam suasana mendapat tekanan berat demikian PPKI bekerja keras meyakinkan untuk mewujudkan cita-cita luhur seluruh rakyat Indonesia yang sangat rindu akan kehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Ir. Soekarno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang diketik oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik, dan ditandatangani oleh Soekarno-Hatta pada hari Jumat Legi bulan Ramadhan tanggal 17 Agustus 1945. Dalam sidang PPKI pada 18 Agustus 1945 terjadi kompromi atas lobi-lobi politik hingga dihapuskannya tujuh kata dalam Piagama Jakarta.
PPKI sangat berperan dalam penataan awal negara Indonesia baru. Walaupun kelompok muda kala itu menganggap PPKI sebagai lembaga buatan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang, namun peran badan ini tak boleh dilupakan. Anggota PPKI telah menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, hingga dapat meletakkan dasar-dasar ketatanegaraan yang kuat bagi NKRI yang saja berdiri.
EDITOR: REYNA
Related Posts
 - Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa menetapkan preseden iklim utama dalam kasus minyak Norwegia
 - Laporan rahasia AS menemukan ‘ratusan’ potensi pelanggaran hak asasi manusia Israel di Gaza
 - Gerbang Nusantara: Jatim Kaya Angka, Tapi Rakyat Masih Menderita
 - DI dan PRRI Adalah Jamu Dosis Tinggi Bagi NKRI
 - Pengamat Kebijakan Publik Ngawi Minta Rizky Mundur, Spanduk Protes Menyebar di Desa Tirak
 - Radhar Tribaskoro: Demokrasi Retorika
 - Sufmi Dasco, Senopati Politik Prabowo Subianto (76 ): Menerima Kunjungan Abu Bakar Ba’asyir
 - Imperium Tiga Samudra (5) — Ratu Gelombang
 - Siapa Yang Gila (2)
 - “Purbayanomics” (3), Tata Kelola Keuangan Negara: Terobosan Purbaya





No Responses