Muhammad Chirzin: Masihkah Keuangan Yang Maha Kuasa?

Muhammad Chirzin: Masihkah Keuangan Yang Maha Kuasa?
Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijogo Yogyakarta

Oleh: Muhammad Chirzin

Pasca Reformasi 1998, politik uang dan kekuasaan uang makin menjadi-jadi. Era Megawati dan SBY hal ini ada juga, tapi tidak terlalu brutal seperti era terkini.

Jutaan rakyat mendambakan perubahan, tapi bagaimana caranya, dan lewat pintu mana?

Di tengah deras dan massifnya politik uang di Tanah Air , di segala lini dan lembaga, bahkan aparat hukum dan keamanan, dll, bagaimana caranya melakukan perubahan?

Pilleg, Pilpres, dan Pilkada ditengarai memakai kuasa uang. Calon anggota legislatif, calon kepala daerah, bahkan calon pemimpin lembaga apa pun, sangat kasat mata, kalau mau menang, bukan harus berkompetisi dengan mengikuti aturan, tapi dengan politik dan kekuasaan uang.

Seorang calon anggota legislatif perlu modal tidak kurang dari satu miliar rupiah, sebagai mahar kepada Partai Politik pengusung, untuk biaya kampanye, dan lain-lain. Seseorang calon anggota legislatif yang bermodal sepuluh milyar pun tidak tentu lolos menjadi anggota legislatif yang diidamkan.

Lebih dari 60 % anggota DPR RI yang baru saja dilantik ternyata berlatar berlatar belakang profesi bisnis. Hal itu menandakan bahwa untuk menjadi anggota dewan memang perlu mempunyai modal finansial cukupan.

Bagi partai politik, untuk menjadi anggota koalisi partai-partai tertentu pun, konon perlu setor miliaran rupiah. Dan untuk menjadi Kepala Daerah, baik bupati maupun walikota (sebagian) perlu setor kepada partai-partai yang mengusungnya.

Menjadi pemandangan yang aneh tapi nyata, beberapa waktu yang lalu, begitu dilantik menjadi Anggota Dewan tingkat daerah, secara massal mereka “menyekolahkan” SK-nya ke bank untuk menutup kebutuhan yang telah lalu. Lebih ironis lagi, pihak bank pun proaktif jemput bola di arena perhelatan pelantikan.

Akankah modal awal kompetisi dalam pemilihan calon anggota legislatif maupun kepala daerah beserta pinjaman pasca pilleg dan pilkada tertutup dalam satu periode jabatan? Adakah deal-deal dengan pihak ketiga, misalnya, untuk nyaleg ditalangi oleh bohir tertentu, dan bila telah jadi ia memberikan (peluang) proyek-proyek sebagai imbal jasa?

Untuk memutar roda pemerintahan Prabowo pun sudah mematok utang sekian triliun rupiah. Dan terbayang, untuk membayar bunga pinjaman itu pun dilakukan dengan utang. Menteri Keuangan Sri Mulyani juga sudah mengumumkan kenaikan pajak menjadi 12% berlaku per Januari 2025.

Guna mewujudkan asa perubahan Indonesia menjadi lebih baik diperlukan beberapa langkah simultan.

Pertama, presiden terpilih Prabowo Subianto, mau tidak mau harus mengomandani reformasi jilid dua: kembali ke UUD 1945 asli yang disahkan pada 18 Agustus 1945 dengan addendum.

Amandemen UUD 1945 empat kali yang menghasilkan UUD 2002 benar-benar telah kebablasan. Menyangkut pelucutan kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara menjadi sejajar dengan lembaga-lembaga tinggi negara, akibatnya presiden sebagai eksekutif menyandera kekuasaan legislatif dan yudikatif. Meminjam istilah Rocky Gerung, telah terjadi perselingkuhan ketiga lembaga kekuasaan negara: eksekutif, legislatif, dan yudikatif, hingga membuahkan jargon plesetan trias corruptia: executhieves, legislathieves, and yudicathieves.

Pemilihan presiden secara langsung, satu kepala satu suara, selain bertentangan dengan sila keempat Pancasila, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, juga terbukti berbiaya sangat tinggi, dan mengakibatkan pembelahan rakyat yang tak kunjung surut. Tanpa perubahan mendasar atas konstitusi UUD 1945, siapa pun presidennya, tak akan dapat mewujudnya perubahan yang nyata.

Kedua, Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih harus memenuhi janji-janji politiknya untuk memberantas korupsi di segala lini. Para pengemplang pajak dari kalangan pengelola perkebunan sawit maupun berbagai macam penambangan harus ditindak tegas, tanpa tebang pilih, serta membatalkan Undang-undang tentang ekspor pasir laut yang dapat membuat negara bangkrut.

Ketiga, Presiden Prabowo Subianto memimpin penataan dan pendataan serta pengendalian penambangan dan pengerukan sumber daya alam Indonesia untuk sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Keempat, presiden Prabowo Subianto hendaknya mengubah orietasi pembangunan negara dengan mengandalkan utang, menjadi pembangunan berasas bagi hasil. Untuk mewujudkan ketahanan pangan, dengan food estate, misalnya, tidak dengan menggunakan dana APBN, tetapi dengan menjalin kerjasama bagi hasil dengan perusahaan-perusahaan asing, baik dari Korea Selatan, Inggris, Perancis, Jerman, dan lain-lain.

Kelima, Presiden Prabowo Subianto harus memimpin pengamanan setiap jengkal wilayah Indonesia secara saksama, jangan sekali-kali ada negara dalam negara. Pantai Indah Kapuk 2 dan Proyek Setrategis Nasional di Tangerang yang ditengarai telah melanggar sejumlah peraturan harus dibatalkan.

Dengan demikian, Indonesia akan dapat keluar dari lingkaran setan utang, dan terhindar dari pameo gali lubang tutup lubang.

Wilayah korban area PIK 2, a.l. Tanara & Teluk Naga.

Dalam catatan SEJARAH KEJAYAAN BANTEN, 2 lokasi itu punya peran penting dari awal Kebangkitan Kesultanan Banten : a.l.pusat perdagangan, pusat pendidikan, pintu gerbang strategis – Pelabuhan Utama kesultanan Banten.

Kenyataan tersebut seharusnya untk diLESTARIKAN bukan diMUSNAHKAN.

Selamat berjuang bangsa, demi menyongsong gemilang Indonesia Emas 2045!

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K