Oleh: Budi Puryanto
Pemimpn Redaksi
Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) kembali mengangkat persoalan serius di tubuh PT Pertamina (Persero) yang dinilai harus segera menjadi perhatian Kejaksaan Agung. Dugaan praktik kotor berupa pembuatan puluhan perusahaan cangkang di luar negeri atau Special Purpose Vehicle Company (SPV) untuk mengelola penyewaan (charter) kapal tanker milik PT Pertamina Internasional Shipping (PIS) diyakini menjadi sumber kebocoran potensi pendapatan negara.
Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, menegaskan bahwa langkah ini bukan hanya mengundang pertanyaan, tetapi juga menimbulkan risiko hukum bagi Direksi Pertamina yang sekarang jika dibiarkan berlarut-larut. “Direktur Utama Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri harus segera membenahi warisan buruk kebijakan direksi lama. Jika tidak dibenahi, maka akan berpotensi terjerat pasal pembiaran,” tegas Yusri dalam keterangan pers, Senin (28/7/2025).
Menurut Yusri, SPV yang didirikan di berbagai yurisdiksi luar negeri ini diduga difungsikan untuk mengatur skema charter kapal tanker milik PIS. Skema ini, kata dia, berpotensi mengaburkan transparansi arus keuangan sekaligus memperbesar biaya operasional yang sesungguhnya dapat ditekan. “Padahal, jika semua kegiatan dikelola langsung di PT PIS, potensi tambahan pemasukan bisa mencapai Rp 10 triliun per tahun,” ungkapnya.
Mekanisme yang dipertanyakan
Dalam praktik bisnis global, SPV sering digunakan untuk tujuan legal, seperti pembiayaan proyek besar atau mitigasi risiko. Namun, penggunaan SPV secara berlebihan tanpa alasan bisnis yang jelas seringkali menjadi pintu masuk penyalahgunaan.
CERI menilai, dalam konteks PIS, penggunaan SPV untuk menyewa kapal tanker milik sendiri melalui pihak ketiga yang secara hukum berada di bawah kendali internal, justru merugikan. Biaya sewa yang seharusnya bisa dipangkas karena aset sudah dimiliki perusahaan, malah membengkak akibat adanya lapisan perantara yang tidak perlu.
“Kalau SPV ini hanya jadi pintu untuk mengalirkan keuntungan ke luar negeri, atau menjadi sarana mark-up biaya charter, maka jelas ini merugikan keuangan negara,” kata Yusri.
Seruan untuk Audit dan Reformasi
CERI mendesak Pertamina melakukan audit menyeluruh terhadap semua kontrak charter kapal tanker, baik yang dilakukan langsung maupun melalui SPV. Audit ini penting untuk memastikan tidak ada transaksi yang merugikan perusahaan maupun negara.
Yusri menekankan, reformasi struktural di PIS juga harus dilakukan. “Pengelolaan armada kapal tanker sebaiknya dilakukan sepenuhnya oleh PIS tanpa melibatkan SPV yang tidak memberikan nilai tambah. Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci,” ujarnya.
Selain itu, CERI mendorong Kementerian BUMN untuk menaruh perhatian khusus terhadap kasus ini. Sebagai pemegang saham mayoritas, kementerian memiliki kewajiban memastikan bahwa BUMN dikelola secara efisien dan bebas dari praktik yang merugikan.
Potensi Peningkatan Pendapatan
Potensi tambahan pemasukan sebesar Rp 10 triliun per tahun yang disebut Yusri bukan angka kecil. Jika direalisasikan, dana ini dapat digunakan untuk memperkuat modal kerja PIS, meningkatkan perawatan armada, atau bahkan membantu subsidi energi yang selama ini menjadi beban APBN.
“Ini bukan sekadar masalah internal perusahaan, tetapi menyangkut kepentingan nasional. Setiap rupiah yang hilang akibat kebijakan yang salah adalah kerugian bagi rakyat,” tegas Yusri.
Langkah Kejaksaan Agung yang Dinanti
Dengan adanya temuan dan desakan ini, bola panas kini berada di tangan Kejaksaan Agung. Publik berharap lembaga penegak hukum ini segera mengambil langkah investigasi, memanggil pihak-pihak terkait, dan mengusut aliran dana yang mencurigakan.
Jika terbukti ada penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran hukum dalam pendirian dan penggunaan SPV, maka penindakan tegas harus dilakukan. Hal ini penting untuk memberikan efek jera sekaligus memulihkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan BUMN strategis seperti Pertamina.
Penutup
Kasus dugaan praktik SPV di PIS ini menjadi ujian besar bagi Direksi Pertamina yang baru. Simon Aloysius Mantiri dan timnya dihadapkan pada pilihan tegas: membiarkan warisan kebijakan lama yang merugikan, atau membersihkannya demi transparansi, efisiensi, dan kepentingan nasional.
CERI telah mengingatkan, publik sudah menunggu aksi nyata. Jika langkah pembenahan dilakukan sekarang, bukan hanya potensi Rp 10 triliun per tahun yang bisa diselamatkan, tetapi juga marwah Pertamina sebagai BUMN kebanggaan bangsa.
EDITOR: REYNA
Baca juga srtikel terkait:
Menguak Skandal Kotor Mafia Migas (7): Petral Mati, Mafia Migas Belum Terkubur
Menguak Skandal Kotor Mafia Migas (7): Petral Mati, Mafia Migas Belum Terkubur
Related Posts

Aliansi Masyarakat Tirak Nilai Seleksi Perangkat Desa Cacat Hukum, Akan Bawa ke DPRD dan PN

Isolasi Dalam Sunyi – Gibran Akan Membeku Dengan Sendirinya

Pertalite Brebet di Jawa Timur: Krisis Kepercayaan, Bukan Sekadar Masalah Mesin

Ini 13 Ucapan Kontroversial Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa

Purbaya Yudhi Sadewa: Dari Bogor ke Kursi Keuangan — Jejak Seorang Insinyur yang Menjadi Ekonom Kontroversial

The Guardian: Ketika Bendera One Piece Jadi Lambang Perlawanan Generasi Z Asia

Kolaborasi Manusia Dan AI: Refleksi Era Digital di IdeaFest 2025

Digital Counter-Revolution: Mengapa Pemerintah Indonesia Berbalik Takluk pada Media Sosial?

Otonomi Yang Melayani : Menanggapi Cak Isa Anshori dengan Kacamata Tata Kelola Islam

Komik Edukasi Digital dari ITS Jadi “Senjata” Literasi Anak di Daerah Terpencil”




Menguak Skandal Kotor Mafia Migas (9): “Godfather Gasoline” di Negeri Sakura: Mengapa Mohammad Riza Chalid Tetap Aman? - Berita TerbaruAugust 10, 2025 at 7:59 am
[…] Menguak Skandal Kotor Mafia Migas (8): Dugaan Praktik SPV di Pertamina Potensi Rp 10 Triliun Menguap… […]