Oleh: Budi Puryanto
Pemimpin Redaksi
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan komitmennya untuk mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Dalam pernyataannya pada 23 Juli 2025 lalu, Dasco menegaskan bahwa tidak ada hambatan berarti dalam proses legislasi RUU ini, dan DPR berjanji akan segera menggeber pembahasannya pada masa sidang berikutnya setelah reses.
“Enggak ada kunci-mengunci… nanti masa sidang PPRT kita akan gas lagi. Kita akan bahas langsung,” ujar Dasco dalam keterangannya kepada media. Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas dorongan masyarakat sipil, aktivis buruh, dan bahkan permintaan langsung Presiden Prabowo Subianto yang menghendaki RUU ini segera disahkan.
Komitmen Politik di Tengah Dinamika Legislasi
RUU PPRT telah menempuh perjalanan panjang di Senayan. Diajukan sejak lebih dari satu dekade lalu, RUU ini mengalami pasang-surut dalam proses legislasi. Kerap kali tersendat di meja Badan Legislasi (Baleg), nasib RUU ini sempat dianggap stagnan. Namun pada tahun 2023, DPR RI resmi menetapkan RUU PPRT sebagai RUU inisiatif DPR. Sayangnya, hingga pertengahan 2025, RUU ini belum juga dibawa ke tahap pembahasan tingkat lanjut.
Pernyataan Dasco menandai titik terang baru bahwa dukungan politik untuk RUU ini semakin menguat. “Kita kemarin fokus dulu ke pembahasan RUU KUHAP, karena itu juga penting. Tapi setelah masa reses, kita akan prioritas ke PPRT,” tambah Dasco.
Isu Krusial bagi Perlindungan Buruh Domestik
RUU PPRT dianggap sangat penting karena menyangkut perlindungan hukum terhadap jutaan pekerja rumah tangga di Indonesia—yang selama ini berada dalam “zona abu-abu” hukum ketenagakerjaan. Menurut data JALA PRT (Jaringan Advokasi Nasional untuk Pekerja Rumah Tangga), terdapat lebih dari 4 juta PRT yang bekerja di Indonesia, namun sebagian besar dari mereka tidak memiliki perlindungan hukum yang memadai.
Selama ini, pekerja rumah tangga belum secara tegas dimasukkan dalam cakupan perlindungan UU Ketenagakerjaan. Akibatnya, banyak kasus kekerasan, eksploitasi, dan pelanggaran hak yang tidak bisa diselesaikan melalui mekanisme hukum yang adil. RUU PPRT diharapkan akan menjamin hak-hak dasar PRT, seperti waktu kerja yang manusiawi, upah layak, jaminan kesehatan, dan perlindungan dari kekerasan fisik maupun psikis.
Dukungan Presiden dan Harapan Masyarakat
Presiden Prabowo Subianto, dalam beberapa kesempatan, juga menyampaikan pentingnya pengesahan RUU ini. Dalam pidato di depan organisasi perempuan dan buruh, Prabowo menyebut bahwa negara harus hadir melindungi kelompok-kelompok yang rentan dan sering tak terdengar suaranya, termasuk para PRT.
Desakan publik pun terus bergulir. Berbagai organisasi masyarakat sipil, tokoh agama, hingga lembaga internasional seperti ILO (International Labour Organization) telah menyuarakan agar Indonesia segera memiliki regulasi yang melindungi pekerja rumah tangga secara komprehensif.
Menuju Babak Akhir?
Dengan janji politik dari Dasco dan dukungan dari berbagai fraksi partai besar, harapan publik kini mengarah pada masa sidang DPR bulan Agustus 2025. Ini bisa menjadi momentum penting bagi parlemen untuk membuktikan keberpihakannya pada keadilan sosial.
Namun, pengawasan publik tetap diperlukan. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa meski janji politik telah disampaikan, proses legislasi masih bisa terhambat oleh tarik ulur kepentingan politik, teknis birokrasi, atau bahkan resistensi dari kelompok tertentu yang merasa RUU ini akan merugikan mereka.
Satu hal yang pasti, semakin lama penundaan, semakin besar pula risiko yang dihadapi para PRT yang terus bekerja tanpa payung hukum yang jelas.
Penutup
Pernyataan Dasco membawa secercah harapan di tengah lamanya perjalanan RUU PPRT. Jika komitmen ini diwujudkan, maka Indonesia akan mencetak sejarah baru dalam memperluas cakupan perlindungan tenaga kerja informal, khususnya perempuan. Kini, bola ada di tangan DPR: apakah janji itu akan benar-benar ditepati, atau kembali menjadi bagian dari siklus wacana yang tak kunjung tuntas?
Publik menanti, dan waktu tak akan menunggu.
Related Posts

Aliansi Masyarakat Tirak Nilai Seleksi Perangkat Desa Cacat Hukum, Akan Bawa ke DPRD dan PN

Isolasi Dalam Sunyi – Gibran Akan Membeku Dengan Sendirinya

Pertalite Brebet di Jawa Timur: Krisis Kepercayaan, Bukan Sekadar Masalah Mesin

Ini 13 Ucapan Kontroversial Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa

Purbaya Yudhi Sadewa: Dari Bogor ke Kursi Keuangan — Jejak Seorang Insinyur yang Menjadi Ekonom Kontroversial

The Guardian: Ketika Bendera One Piece Jadi Lambang Perlawanan Generasi Z Asia

Kolaborasi Manusia Dan AI: Refleksi Era Digital di IdeaFest 2025

Digital Counter-Revolution: Mengapa Pemerintah Indonesia Berbalik Takluk pada Media Sosial?

Otonomi Yang Melayani : Menanggapi Cak Isa Anshori dengan Kacamata Tata Kelola Islam

Komik Edukasi Digital dari ITS Jadi “Senjata” Literasi Anak di Daerah Terpencil”



No Responses