Negara Kesejahteraan atau Kuli?

Negara Kesejahteraan atau  Kuli?
ILUSTRASI : Indonesia ibarat nasi tumpeng, jadi bancakan para mafia dan bandit yang merugikan negara. Rakyat hanya bisa melihat.

Oleh: Agus Salim Matondang

 

Pengantar:

Sahabat Dr. Syahganda Nainggolan menulis dan atau mengkritisi Wawancara Eksklusif Prabowo di TVOne baru-baru ini.

Ada delapan poin yang dikemukakannya, terkait berbagai isu termasuk a.l: Patriotisme; Hedonisme; Korupsi; Ekonomi; Kesejahteraan.

Amanah Para Pendiri RI

Tulisan saya di bawah ini, wujud sumbangsih urun rembug pemikiran serta respons terhadap tulisan sahabat Syahganda tersebut. Bukankah negeri ini sedang berada pada persimpangan jalan?

Bahwa sesungguhnya negara ini didesain oleh The founding fathers (pendiri bangsa) sebagai Negara Kesejahteraan (welfare state). Pemerintah dengan segala jajaran dan perangkatnya, bertanggung jawab untuk mewujudkannya.

Dalam sidang-sidang PPKI diskusi-perdebatan ikhwal bentuk negara disepakati memilih Negara Kesejahteraan . Sebab utamanya adalah kondisi rakyat yang memprihatinkan. Dililit oleh kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan. Bahkan, mengakibatkan jutaan orang rakyat mati kelaparan, kurang gizi.

Bung Karno menggambarkan kondisi bangsa ketika itu sebagai: “Bangsa yang terdiri dari kuli dan menjadi kuli di antara bangsa-bangsa.”

Negeri Terkorup

Peringkat korupsi negeri ini terus melorot. Dari 110 Thn 2022 menjadi 115 Tahun 2023 dari 180 negara. IPK Indonesia sebesar 34 (skala 0-100). Sementara untuk Asean, Indonesia terkorup ke 4. Tren jumlah nilai uang negara yang dikorupsipun menaik.
Tidak lagi bermain sebatas ratusan milyar. Tetapi sudah pada level ratusan triliun. Masih ingat kasus Surya Darmadi, Asabri, Jiwasraya, membuat negara rugi lebih dari 100 triliun (www.cnbncindonesia.com).

SDA & Kesejahteraan

Sungguh, kekayaan alam yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepada negeri ini sangat melimpah dan beragam, yakni tanah yang subur, air, laut, hutan, energi, sumber daya mineral. Seharusnya bangsa, rakyat tidak akan mungkin hidup miskin, melarat, bodoh, terbelakang, jika pemanfaatan dan pengelolaan kekayaan tersebut dilakukan secara benar dan keberpihakan kepada kemakmuran rakyat secara totalitas.

Negeri yang dikelola dengan benar, berikut perilaku penyelenggaranya sebagai negarawan, telah dibuktikan oleh Negara-Kota Singapura. Kekayaan alamnya nyaris tidak ada. Tetapi negara tersebut masuk dalam peringkat kelima negara terkaya di dunia. Singapura memiliki PDB per kapita sebesar $91.733 setara dengan Rp. 1,45 miliar.

Kesimpulan

Kesatu, wahai penyelenggara negara, siuman dan sadarlah! Jalankan perintah dan amanah konstitusi. Untuk melindungi, mensejahterakan, mencerdaskan segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Kedua, biaya dan ongkos penyelenggara negara berasal dari rakyat, berupa setoran pajak. Dus, kembalikan kepada rakyat. Dalam bentuk riil, untuk mencapai kesejahteraan.

Ketiga, perilaku korupsi yang telah merajalela dan merata itu, menjadi musuh besar bangsa. Perilaku penyelenggara negara yang berfoya-foya, hedonis, tanpa prihatin kepada kondisi rakyat, (untuk menyambung hidup saja susahnya bukan main), saatnya dihentikan! Hukum ditegakkan secara konsekuen dan tegas. Sehingga kemudian dapat berefek jera.

Keempat, keberpihakan secara jelas, terencana, terukur dan menjamin kontinuitasnya untuk membangkitkan rakyat yang terpuruk merupakan jalan lurus kebenaran. Jadikan rakyat sebagai objek sekaligus subjek pembangunan.

Negeri ini telah lama dikuasai oleh konglomerasi, oligarki. Memasuki HUT Ke-79. Pertanyaannya: Dapatkah negeri ini keluar dari Bangsa kuli dan menjadi kuli di antara bangsa-bangsa?

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K