Tulisan berseri ini diambil dari Novel “SAFARI” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, lihat linknya dibawah tulisan ini. Atau pesan langsung bukunya pada redaksi zonasatunews.com dengan nomor kontak WA: 081216664689
Novel “SAFARI” ini merupakan fiksi murni yang diangkat dari kisah nyata yang dialami sejumlah mahasiswa yang kuliah di luar negri dikombinasi dengan pengalaman pribadi penulisnya. Seorang mahasiswa yang memiliki semangat tinggi untuk menuntut ilmu di negara maju, ditopang oleh idealisme berusaha memahami rahasia kemajuan negara lain yang diharapkan akan berguna bagi bangsa dan negaranya saat kembali ke tanah air.
Karya: Muhammad Najib
Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO
Cover Novel “SAFARI” karya Dr Muhammad Najib. Bagi yang berminat dapat mencari bukunya di Google Play Books Store. Ikuti linknya dibawah.
SERI-23
Tanpa terasa Kami tiba di Khanhalili, sebuah pasar tradisional yang sangat luas. Khanhalili konon dulunya merupakan nama seorang saudagar yang berjualan di tempat ini, yang lama-kelamaan menjadi nama pasar itu sendiri. Fatima memberikan waktu dua jam kepada Kami untuk berkeliling dan berkumpul kembali di depan Masjid Al Azhar, dengan pesan kalau belanja harus pandai-pandai menawar dan kembali tepat waktu.
Sebelum ke pasar Aku terlebih dulu masuk ke kampus pertama Universitas Al Azhar. Universitas yang dibangun oleh Dinasti Fatimiyah ini merupakan universitas tertua di dunia. Dibangun sebelum negara-negara Barat mengenal perguruan tinggi. Kampusnya berupa sebuah masjid, dikelilingi dengan kelas-kelas untuk belajar dan asrama bagi mahasiswa
Ketika Aku mengenalkan diri dengan bahasa Arabku yang terbatas kepada sang imam, dengan bersemangat Ia menuntunku ke sebuah ruangan yang konon pernah ditempati seorang mahasiswa Indonesia. Namanya Rosyidi, yang kemudian sempat menjadi Mentri Agama RI. Sang imam ternyata juga seorang pengagum berat Sukarno. Yang ganjil di telingaku, setiap kali Ia menyebut nama presiden pertama RI itu, selalu didahului dengan sebutan Ahmed, sehingga namanya menjadi Ahmed Soekarno.
Bentuk arsitektur Masjid Al Azhar sangat unik. Menara dan kubahnya sangat berbeda dengan kubah dan menara yang pernah Aku lihat di Istambul. Puncak menara berbentuk bulat-lonjong dan bagian-bagian tertentu dihiasi lengkungan, sementara menara masjid-masjid di Turki selalu lancip dan bagian lainnya lurus dan polos. Masjid ini didominasi warna coklat mirip dengan warna tanah padang pasir.
Tidak jauh dari Khanhalili terdapat Masjid Husein. Menurut penjaga, di sinilah kepala Husein, anak Ali bin Thalib dan cucu Rasulullah, dimakamkan. Konon setelah dibantai di Karbala, Irak, kepalanya dibawa ke Damaskus, yang menjadi ibukota dan pusat pemerintahan saat itu, untuk ditunjukkan kepada Khalifah Yazid bin Mu’awiyah. Salah seorang simpatisannya kemudian secara diam-diam membawa kepala itu ke Kairo dan memakamkannya di tempat ini.
Di belakang Masjid Husein memang ada makam yang ditutup kain berwarna hijau dan dipagari besi sampai menyentuh langit-langit. Para pengunjung hanya bisa menatapnya dari balik jeruji. Banyak sekali orang yang berdoa di masjid ini, bahkan sebagian melakukannya sambil menangis. Aku shalat dua rakaat di masjid ini, sebagaimana juga Aku melakukan shalat yang sama di Masjid Al Azhar.
Lalu Aku bergerak ke pasar, membeli beberapa lukisan yang dibuat di atas lembaran papirus untuk hadiah temanteman. Lembaran papirus berasal dari pohon papirus. Pohon papirus merupakan tanaman asli yang tumbuh di sepanjang Sungai Nil. Tanaman ini terus menerus bergerak
mengikuti aliran air, mungkin sejenis enceng gondok tapi bentuknya mirip dengan rumput raksasa. Dahan papirus dihancurkan lalu dipadatkan dan dikeringkan. Orang Mesir menggunakannya untuk menulis sebelum orang mengenal kertas yang Kita gunakan sampai sekarang.
Aku memasuki jalan-jalan sempit yang penuh dengan aneka ragam dagangan. Ada miniatur piramid yang terbuat dari kristal, gantungan kunci bergambar unta, atau tugu yang banyak terdapat di kuil-kuil zaman Fir’aun. Saat Aku melihat patung-patung kecil dengan wajah raja-raja Mesir, ada satu patung kepala perempuan berwarna, lengkap dengan mahkota. Aku mengangkatnya. Bentuknya mirip dengan gambar yang sempat Aku lihat di Museum Kairo.
“Patung siapa ini?”, tanyaku.
“Oh itu Nefertiti!”, jawab si pemuda penjualnya.
“Siapa Nefertiti?”.
“Dia adalah permaisuri Raja Akhenaten yang kemudian menggantikan sang suami untuk memimpin Mesir. Kerajaan Mesir sangat makmur di bawah pemerintahannya. Disamping itu, Ia juga terkenal karena kecantikannya. Pada zamannyalah mulai diperkenalkan patung berwarna. Ketika itu patung juga menjadi sarana untuk menjaga, sekaligus mempertahankan kekuasaan. Karena itu, para arsitektur dan pemahat terbaik mendapat tempat sangat terhormat di Istana”.
“Kenapa patung jenis ini tidak Aku lihat di Museum Kairo?”.
“Yang asli telah dicuri dan diboyong ke Eropa”.
“Ke negara mana?”, kejarku sekaligus untuk menguji kebenaran ceritanya.
“Apa Antum tidak tahu kalau harta karun bangsa Mesir telah digotong oleh bule-bule yang berkedok sebagai arkeolog itu. Mumi Ramses, yang kini berada di Museum Kairo, baru saja dikembalikan beberapa tahun lalu”, katanya sambil berbisik.
Aku tidak tahu berapa persen cerita sang pemuda mengandung kebenaran. Tapi, melihat betapa banyaknya gambar dan patung Nefertiti dijual, pastilah Ia orang yang sangat berpengaruh pada zamannya. Lalu Aku membelinya untuk Aku simpan sebagai kenang-kenangan.
Aku juga membeli gambar Nefertiti yang dibuat di atas papyrus untuk oleh-oleh Vera. “Sebagai seorang arsitektur dan penggemar seni pasti dia menyukainya”, pikirku.
Di tempat ini Aku menyadari betapa ramah dan hangatnya orang Mesir, apalagi kalau mereka tahu kita Muslim dan non-Arab. Aku mengobrol dengan beberapa pedagang sambil tawar-menawar. Dengan cara ini, Aku selalu mendapat diskon yang cukup besar. Di sini Aku juga menyadari betapa terbatasnya bahasa Arab yang kudapat dari Azam, sehingga timbul tekad untuk mendalaminya sekembalinya nanti. Kebetulan Aku menemukan serial kaset dan CD pelajaran bahasa Arab dengan penjelasan bahasa Inggris. Aku langsung membelinya.
Seorang pedagang dari kios sebelah menegur pemilik tempat Aku belanja karena memberi harga di bawah standar. Terjadi pertengkaran kecil. Lalu terdengar ucapan,: “Ma’alish”. Pertengkaran selesai dengan tiba-tiba. Kedua orang itu lalu bersalaman. Aku teringat pesan Azam, kalau melakukan kesalahan di sini betapapun besarnya, cukup katakan “Ma’alish”, yang arti harfiahnya “Mohon maaf”, maka semua urusan akan beres. Orang-orang Mesir sangat pemaaf.
Hari berikutnya Rombongan menuju Terusan Suez. Gamal yang saat itu duduk di sebelahku bercerita tentang Perang Yom Kippur 1973, satu-satunya perang yang dimenangkan Arab melawan Israel, setelah kekalahannya secara beruntun pada perang 1948 dan perang 1967. Perang yang dipimpin oleh Anwar Sadat ini tidak bisa dipisahkan dari peran IM. Saat Sadat mengambil-alih posisi presiden yang ditinggalkan Naser, Ia memulai dengan memulihkan hak-hak IM, dengan menghapus statusnya sebagai organisasi terlarang yang ditetapkan oleh pendahulunya.
Para tahanan IM kemudian dibebaskan. Sadat membangun koalisi dengan IM. Puncaknya ketika perang Arab-Israel pecah, tentara Mesir bahu-membahu dengan para pejuang IM, sehingga berhasil membuat tentara Israel kocar-kacir.
“Tahukah anda bagaimana cara Sadat menghancurkan Tentara Israel?”, tanya Gamal.
Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.
“Setelah perang 1967, Sinai milik Mesir diduduki Israel. Antara Mesir dan Sinai yang diduduki Israel terdapat Terusan Suez. Untuk mempertahankan Sinai, di sebrang Suez, Israel membangun benteng yang sangat tangguh bernama Benteng Bar Lev. Benteng ini berupa dua dinding beton yang sangat tebal yang berjarak sekitar lima meter. Di antara keduanya diisi pasir. Pemerintah Israel sangat membanggakan benteng yang diyakini mustahil bisa ditembus dengan senjata yang dimiliki Mesir. Benteng itu dilengkapi dengan menara pengawas setiap jarak tertentu.”
“Perang Yom Kippur dimulai pada hari paling suci bagi pemeluk Yahudi, sehingga dijadikan hari libur, dan para tentara banyak yang meninggalkan barak. Saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, sehingga orang Mesir juga suka menyebutnya dengan Perang Ramadhan. Tentara Mesir memasukan pompa-pompa air ke dasar dinding luarnya yang dilakukan dengan baik pada malam hari oleh tentara katak. Begitu matahari naik, secara serempak pompa dihidupkan sehingga air membasahi pasir yang berada di antara dua dinding beton. Pasir itu memuai. Dalam waktu singkat dinding Bar Lev pecah. Tentara Mesir yang membelakangi matahari bergerak ke arah Barat mendekati dinding dengan menggunakan boat-boat karet. Tentara Israel tidak sepenuhnya bisa memantau tentara Mesir yang bergerak cepat itu karena terhalang sinar matahari. Tidak sampai satu hari Benteng Bar Lev sudah jatuh ke tangan tentara Mesir”.
“Bagaimana Sadat mendapat ide secemerlang itu?”, tanyaku penasaran.
“Dari intel cilik yang berprofesi sebagai penjual telur”.
“Kok bisa?”, tanyaku mengejar.
“Anak itu sebenarnya anak kampung yang tinggal di dekat situ. Seorang intel Mesir kemudian membinanya.
“Anak itu menjadi langganan para tentara Israel yang bertugas di sana, sehingga ia leluasa keluar-masuk benteng itu. Melalui anak ini tentara Mesir tahu berapa banyak tentara di sana, jumlah dan jenis peralatan militer yang dimiliki, termasuk struktur dan ketebalan benteng itu. Dari sinilah muncul ide cemerlang Sadat”, katanya dengan nada bangga.
Kami sampai di Terusan Suez. Ternyata yang di maksud Terusan Suez mirip dengan sungai yang dapat dilalui kapal. Kapal-kapal tanker tampak beriringan melewatinya.
Baca Juga:
- Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-21): Bertemu Rumi
- Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-22): Mengunjungi Piramida Firaun
Dari tepian tempat kami berdiri, kapal hanya berjarak tidak lebih dari dua puluh meter. Kami diangkut dengan menggunakan perahu kecil untuk menyeberang. Aku menelusuri liku-liku di dalam benteng yang kini dijadikan museum oleh pemerintah Mesir.
Ada banyak ruangan di dalamnya. Ada gudang penyimpanan senjata, ruangan kontrol yang dilengkapi dengan peralatan komunikasi. Ada ruangan logistik yang semuanya dipertahankan sebagaimana aslinya, termasuk senapan-senapan lama yang dipajang di beberapa sudut. Kami menonton film dokumenter, sehingga bisa merasakan bagaimana heroiknya tentara Mesir saat menyerbu dan menaklukkan benteng itu. Kunjungan ke tempat ini merupakan kunjungan terakhir bagi peserta.
Saat teman-teman berkemas untuk kembali ke negerinya masing-masing, Aku dijemput oleh Furqon Bustami, Ketua PPI Kairo, yang sudah Aku kontak sebelumnya. Furqon juga yang membantu untuk mengurus tiketku, sehingga Aku bisa memperpanjang tinggal di Kairo selama tiga hari. Furqon membawaku ke sebuah gedung yang dibeli oleh ICMI, saat Habibie menjadi Presiden dulu, dan diberi nama Wisma Nusantara. Bangunan yang terdiri dari beberapa lantai ini dilengkapi dengan ruang pertemuan, kantor, dan penginanapan. Beberapa mahasiswa yang menjadi pengurus PPI mendapat jatah untuk tinggal di wisma ini. Sementara mahasiswa Indonesia pada umumnya tinggal di kawasan Bu’uth, tidak jauh dari Wisma Nusantar. Di wisma inilah Aku bermalam.
Keesokan harinya Aku berdiskusi dengan tokoh-tokoh mahasiswa Indonesia untuk berbagi ide dan pengalaman. Mayoritas mahasiswa Indonesia di Mesir kuliah di Universitas Al Azhar. Sore harinya, ditemani Furqon, Aku menuju Luxor dengan menggunakan kereta malam.
Saat matahari terbit Kami tiba di Luxor. Menurut Furqon sebenarnya kalau mau menikmati warisan Firaun lebih bagus naik Ferry yang menyusuri sungai Nil dari Kairo sampai ke Luxor, karena kehidupan raja-raja dan masyarakat dahulu di sepanjang sungai ini. Karena itu bangunan-bangunan kuno nan megah yang ditinggalkannya, semuanya di sepanjang sungai. Tetapi karena waktuku terbatas, sehingga Kami harus menggunakan kereta malam.
“Kota ini dulu bernama Thebes dan pernah menjadi ibukota Mesir kuno selama berabad-abad. Nama Luxor berasal dari bahasa Arab el qousour, terjemahan dari bahasa Latin castrum. Karena itu, banyak sekali peninggalan yang Antum bisa lihat di tempat ini”, kata Furqon.
Aku memerhatikan dua dinding tebal dan sangat tinggi yang mengapit gerbang masuknya. Di sisi Kiri dan Kanan gerbang masuk terdapat patung batu laki-laki dengan posisi duduk di kursi dengan tangan diletakkan di atas paha setinggi enam sampai tujuh kali tinggi manusia. Di
depan salah satu patung itu terdapat tugu batu berbentuk segi empat yang bagian ujungnya lancip setinggi kira-kira 25 meter.
“Sebetulnya tugu ini sepasang, yang satunya dibawa ke Perancis saat Mesir dijajahnya”, jelas Furqon.
Aku teringat pada tugu yang sama yang Aku lihat di Place de la Concorde Paris.
“Kini Aku tahu darimana asal-muasal Tugu di Paris yang pernah Aku lihat itu”, komentarku balik.
“Setiap kali Mesir mendapatkan kemenangan, akan dibangun kuil semacam ini sebagai persembahan pada Tuhan”, tambah Furqon.
“Jadi banyak dong kuil serupa ini”, komentarku.
“Betul. Tapi ada yang besar dan ada juga yang kecil tergantung pada besar-kecilnya kemenangan. Besar kecilnya kuil juga ditentukan oleh kebesaran kerajaan.
“Selain di sini di mana lagi?”, tanyaku.
“Tersebar di sepanjang Sungai Nil. Yang ini namanya Kuil Amun. Di seberang kanal ke arah Timur dari sini ada Kuil Karnak, juga termasuk kuil besar dan terkenal Lalu Kuil Khnum, Isis, Ramses II, Kalabsha, Ramses III, Horus, Hatshepsul, dan Hator”.
“Wah, kalau begitu tidak cukup dong satu hari”, komentarku.
“Ha ha ha! Kalau mau semua seminggu belum tentu cukup, karena tempatnya jauh-jauh. Kita paling hanya bisa melihat dua. Ini dan Karnak yang lokasinya tidak jauh dari sini”, kata Furqon.
“Istana dan kuil ketika itu letaknya tidak jauh, bahkan seringkali antara istana dan tempat ibadah lokasinya bergandengan. Istana Nefertiti lokasinya juga di sekitar tempat ini”, tambahnya.
Kami lalu bergerak ke Kuil Karnak yang jaraknya hanya sekitar tiga kilo meter dari Luxor. Luas kompleks kuil ini tidak kurang dari 30 hektar. Di dalamnya terdapat kombinasi antara dinding tebal yang sangat tinggi, pilarpilar raksasa yang penuh dengan ukiran manusia dan tulisan-tulisan, juga patung-patung raksasa. Yang unik di tempat ini terdapat patung kambing yang duduk berjajar di beberapa tempat.
Berjalan di ruang terbuka dibawah terik matahari, tanah yang tandus, serta lokasi situs-situs yang berserakan dalam areal yang sangat luas, membuat peluhku terusmenerus bercucuran. Tanpa terasa bajuku basah.
Furqon mencarikan Aku sari buah, masyarakat setempat menyebutnya asir dan yang paling Aku suka adalah Asir Mangga. Aku sangat menikmatinya, apalagi dalam kondisi sangat haus dan panas seperti ini.
Hari terakhir, Aku mengusulkan pada Furqon agar diantar untuk melihat kehidupan modern di Kota Kairo. Pertama-tama Aku dibawa ke Sungai Nil. Kami menyewa perahu tradisionil yang penumpangnya maksimal hanya lima orang.
“Sekarang Kita berada di atas sungai terpanjang di dunia!”, kata Furqon.
“Berapa panjangnya?”, tanyaku.
“Lebih dari seribu kilometer”.
Kami berpapasan dengan perahu serupa yang ditumpangi oleh empat orang gadis.
“Gadis Mesir sangat suka pada pemuda Indonesia”, kata Furqon sambil tersenyum.
“Ah masak?”, tanyaku tak yakin.
Furqon lalu mengarahkan tubuhnya ke gadis-gadis itu sambil melambaikan tangan seolah mau membuktikan ucapannya. Gadis-gadis itu serempak membalas dengan lambaian juga, bahkan seorang mengecupkan bibirnya di jari-jarinya sebelum melambaikan tangan. Furqon menoleh ke arahku sambil tersenyum. Aku membalasnya dengan senyuman, mengakui kebenaran kata-katanya. Rupanya gadis-gadis itu mengerti kalau Kami sedang menggunjingkannya. Perahu itu kemudian berbelok mendekat, dua orang berdiri dianjungannya, kemudian menggoyang-goyangkan pinggul sembari memutar tubuhnya dengan tangan diangkat tinggi. Sebuah gerakan yang tampak alami, indah sekaligus erotis.
“Itulah tari perut yang menjadi kebanggaan Mesir”, komentar Furqon.
“Apa banyak mahasiswa Kita yang menikah dengan gadis Mesir?”, tanyaku penasaran.
“Ada, tapi tidak banyak”, jawabnya datar.
“Kenapa? Bukankah gadis-gadis di sini banyak yang cantik?”, tanyaku penasaran.
“Memang. Tapi, tidak kuat modalnya”.
“Maksudnya?”, aku tak faham.
“Gadis di sini kalau makan ayam minimal satu ekor, satu kali duduk untuk satu orang”.
“Ahhhh!”, aku terperangah.
“Tapi ada yang lebih berat lagi”.
“Apa itu?”.
“Mas kawinnya. Biasanya mereka minta rumah lengkap dengan isinya”.
Memasuki waktu Magrib Kami mencari masjid terdekat. Kairo dikenal sebagai kota seribu masjid, sehingga Kami tidak susah mencarinya. Usai shalat, Kami menuju tempat pertunjukan musik. Kebetulan saat itu ada penyanyi yang cukup terkenal bernama Ehab Taufiq sedang pentas. Lagu-lagu yang dinyanyikannya semuanya lagulagu pop Arab yang sedang populer. Aku tidak faham liriknya, tapi mendengar irama dan gaya sang penyanyi mendendangkannya bisa diterka. Lagu-lagunya sangat romantis dengan irama melankolis, menyebabkan banyak gadis yang merangsek mendekati panggung. Mereka seperti tersihir dan histeris. Apalagi saat sang penyanyi menggenggam setangkai mawar merah. Saat melantunkan bait tertentu, Ehab mendekati gadis-gadis yang berlomba menjulurkan tangan itu untuk menyerahkan mawar yang digenggamnya.
“Orang-orang Mesir sangat bangga pada seni dan budaya yang dimilikinya. Itu sebabnya pertunjukkan seperti ini tidak pernah sepi. Begitu juga di bioskop. Film-film produksi Mesir selalu penuh, meskipun diputar selama berhari-hari. Padahal saat bioskop memutar film Hollywood, jarang terisi hanya separuh dari jumlah kursi yang tersedia, meskipun hanya diputar hanya satu malam saja”, kata Furqon saat kami meninggalkan arena.
“Aku mau membeli beberapa kaset untuk kenangkenangan”, pintaku saat melalui sebuah kios kecil yang menjual kaset dan CD.
Aku membeli CD yang berisi lagu-lagu Hits dari Ehab Taufiq dan lagu-lagu Amr Diab, penyanyi Mesir yang juga sedang ngetop.
“Habibi ya Nurul Ain dan Awiduny adalah lagu andalan Amr Diab”, kata Furqon.
Aku minta diputarkan lagu yang pertama. Aku sangat terkesan pada lagu ini, dan tiba-tiba Aku teringat Nurul.
“Aku minta satu lagi!”, pintaku pada si penjaga.
“Nurul pasti senang bila Aku beri oleh-oleh lagu yang sesuai dengan namanya”, pikirku.
“Untuk apa beli dua CD yang sama?”, tanya Furqon.
“Untuk oleh-oleh”, jawabku datar.
“Mesir pernah memiliki penyanyi legendaris. Namanya Ummu Kaltsum”, kata Furqon.
“Apa ada CDnya di sini?”, tanyaku.
Penjual itu menunjukkan sederetan kaset sepanjang dua
meter.
“Apa keistimewaannya?”, tanyaku.
“Presiden Naser pernah memanfaatkannya untuk penggalangan dana saat perang melawan Israel, sekaligus sarana untuk mempersatukan Arab. Ada joke yang mengatakan bahwa Bangsa Arab hanya pernah disatukan oleh tiga hal. Pertama oleh agama Islam, kedua oleh
bahasa Arab, dan yang ketiga oleh Ummu Kaltsum”.
(Bersambung…..)
EDITOR: REYNA
Bagi yang berminat dengan karya-karya novel Dr Muhammad Najib dapat mencari bukunya di Google Play Books Store, melalui link dibawah ini:
Judul Novel: Di Beranda Istana Alhambra https://play.google.com/store/books/details?id=IpOhEAAAQBAJ Judul Novel: Safari https://play.google.com/store/books/details?id=LpShEAAAQBAJ Judul Novel: Bersujud Diatas Bara https://play.google.com/store/books/details?id=WJShEAAAQBAJ![]()
Related Posts

Puisi Kholik Anhar: Benih Illahi

Novel Imperium Tiga Samudara (7)- Kapal Tanker di Samudra Hindia

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Seni Tergores, Komunitas Bangkit: Bagaimana Dunia Seni Indonesia Pulih Usai Protes Nasional

Imperium Tiga Samudra (5) — Ratu Gelombang

Seri Novel “Imperium Tiga Samudra” (4) – Pertemuan di Lisbon

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 3) – Penjajahan Tanpa Senjata

Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 2) – Langit di Atas Guam

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (1) – Peta Baru di Samudra Pasifik

Api di Ujung Agustus (Seri 34) – Gelombang Balik




ประตูสำเร็จรูปOctober 6, 2023 at 7:14 am
… [Trackback]
[…] There you can find 49194 more Info to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-23-takjub-di-luxor/ […]
check thisOctober 18, 2023 at 1:28 pm
… [Trackback]
[…] Here you can find 65364 more Information on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-23-takjub-di-luxor/ […]
DominosNovember 22, 2023 at 1:47 am
… [Trackback]
[…] Read More Information here on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-23-takjub-di-luxor/ […]
เช่าคอนโดราคาถูกFebruary 2, 2024 at 6:50 am
… [Trackback]
[…] Find More here on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-23-takjub-di-luxor/ […]
bonanza 178March 8, 2024 at 2:43 am
… [Trackback]
[…] Here you will find 11288 additional Information to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-23-takjub-di-luxor/ […]
เรียนสะกดจิตMarch 30, 2024 at 6:36 am
… [Trackback]
[…] Find More Info here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-23-takjub-di-luxor/ […]
โปรโมชันสุดพิเศษจาก ดูไบ88April 4, 2024 at 5:34 am
… [Trackback]
[…] Find More on to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-23-takjub-di-luxor/ […]
เพิ่มวิวไลฟ์สดMay 9, 2024 at 6:11 am
… [Trackback]
[…] Read More Info here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-23-takjub-di-luxor/ […]
ssr77June 22, 2024 at 6:00 am
… [Trackback]
[…] Read More Information here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-23-takjub-di-luxor/ […]
TerrorismAugust 30, 2024 at 2:16 pm
… [Trackback]
[…] Info on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-23-takjub-di-luxor/ […]
เค้กดึงเงินSeptember 28, 2024 at 7:43 am
… [Trackback]
[…] Info to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-23-takjub-di-luxor/ […]
i thought about thisOctober 27, 2024 at 12:09 pm
… [Trackback]
[…] There you can find 7133 additional Information to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-23-takjub-di-luxor/ […]
โอลี่แฟนDecember 3, 2024 at 8:05 am
… [Trackback]
[…] Here you will find 19653 more Info on that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-23-takjub-di-luxor/ […]
ทางเข้า lucabetDecember 23, 2024 at 1:44 am
… [Trackback]
[…] Read More to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-23-takjub-di-luxor/ […]
การ์ดงานแต่งJanuary 28, 2025 at 7:31 pm
… [Trackback]
[…] Find More Information here to that Topic: zonasatunews.com/sosial-budaya/novel-muhammad-najib-safariseri-23-takjub-di-luxor/ […]