Jika merujuk pada Al Qur’an secara benar, maka kita tidak saja menemukan betapa kitab suci ini memberikan penghargaan yang sangat tinggi terhadap akal manusia. Logika dan berfikir menjadi proses untuk memahami ciptaanNya yang akan bermuara pada mengimani keberadaanNya. Dengan kata lain antara hati dan otak atau antara keyakinan dan fikiran bukan saja seharusnya berjalan seiring, lebih dari itu seharusnya saling menopang dan saling melengkapi. Jika muncul ketidak serasian atau ketidak sinkronan diantara keduanya, maka kita harus introspeksi diri, mungkin saja ilmu yang terakumulasi di kepala belum cukup atau perkembangan sain dan teknologi belum menjangkau atau pemahaman kita terhadap ayat-ayat Al Qur’an keliru.
Novel ini berkisah seputar masalah ini.
Karya: Dr Muhammad Najib
Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UN Tourism
================================
SERI-7: KOLABORASI UNTUK NEGERi
Aku diminta untuk mendamping Mr.Zarif pada acara UN Tourism Conference di Barcelona. Sebegaimana biasanya aku berangkat sehari sebelumnya bersama panitia yang bertugas menyiapkan berbagai hal yang diperlukan. Sementara teman-teman sibuk mengatur posisi meja, sound system, posisi pimpinan delegasi, dan bagaimana protokoler untuk para menteri dari berbagai negara yang akan datang memimpin delegasinya.
Aku meminta nama-nama pimpinan delegasi tiap negara, kemudian memilahnya mana yang dipimpin oleh pejabat setingkat menteri, sebagai bagian tugasku sehingga nantinya Sekjen tahu pasti nama-nama yang harus disapa saat memberikan sambutan esok hari pada acara pembukaan. Delegasi Indonesia merupakan salah satu negara yang dipimpin langsung oleh Menparekraf.
Acara UN Tourism Conference dimulai dengan seremonial pembukaan yang dihadiri oleh Gubernur Katalonia dan Menteri Pariwisata Spanyol. Usai seremonial pembukaan dilanjutkan dengan acara konferensi yang dipimpin oleh Menteri Pariwisata Saudi Arabia. Aku perhatikan ada dua orang yang mendampinginya, satunya aku kenal yaitu Dubes Saudi Arabia di Madrid dan satunya lagi seorang laki-laki setengah baya, berjenggot rapi, dengan wajah bersih dan berwibawa yang tidak aku kenal. Saat coffee break aku mencoba mendekati lalu menyapanya dengan menggunakan Bahasa Arab dan menyebutkan asalku dengan harapan menarik perhatiannya: “Assalamualakum, Ana min Andunisi”.
“Waalaikum salam, Hayakallah ya akhi”, jawabnya sambil tersenyum cerah, dan memanggilku dengan istilah “Saudaraku”.
“Ismi Adil Mashur wa antum ?”, dia menyebut namanya kemudian menanyakan namaku.
Setelah aku menjawabnya, ia bertanya lagi: “Berapa orang delegasi dari Indonesia yang mendampingi Menteri Pariwisata ?”.
“Saya bukan bagian dari delegasi Indonesia, saya mendampingi Sekjen UN Tourism, saya salah satu dari staf ahlinya”, kataku.
“Oh !”, katanya dengan wajah terkejut lalu melangkah untuk lebih mendekatiku.
“Sejak kapan bekerja di UN Tourism ?”, tanyanya antusias.
“Sejak tahun lalu”, jawabku.
“Dan anda sejak kapan bekerja mendampingi Pak Menteri ?”, tanyaku balik sembari
menduga-duga posisinya .
“Ceritanya panjang. Saya ingin mengobrol dengan Antum lebih santai, sekarang rasanya tidak pas, kapan ada waktu ?”, katanya.
“Sore nanti boleh, sesudah acara penutupan”, jawabku.
“OK, nanti kita atur tempatnya. Bisa minta no HP ?”, katanya sambil menyodorkan kartu nama dengan alamat kantor di Riyadh, dilengkapi dengan nomor HPnya”.
Aku kemudian membalasnya dengan memberikan kartu nama yang hanya berisi no telpon kantor dan alamat email. Sebelum menyarahkannya, aku menuliskan nomor HPku di baliknya. Di Spanyol orang umumnya berkomunikasi dengan menggunakan email, hanya kalau sudah akrab baru menggunakan WA.
Saat istirahat makan siang staf khusus Menparekraf mendekatiku : “Mas diminta untuk menemani Pak Menteri”, katanya.
Tentu saja tawaran ini sangat menyenangkan. Bagiku ini sebuah kehormatan makan siang bersama seorang menteri.
“Kita makan di restoran di sebelah sana, tempatnya sudah di-booking !´, katanya sambil bergerak di depanku.
Aku bisa memahami keputusan rombongan karena makan siang yang disediakan panitia disamping roti dengan sayuran atau daging yang biasanya kurang cocok di lidah orang Indonesia. Saat memasuki restoran yang masih berada di dalam hotel, seluruh delegasi termasuk tim pendukung dari KBRI sudah berada di tempat itu. Aku diarahkan duduk di satu meja yang hanya diisi dengan dua kursi kosong.
“Mana Pak Menteri ?”, tanyaku spontan.
“Bapak shalat sebentar di kamar”, katanya
Tidak sampai sepuluh menit beliau datang dan duduk di seberangku sambil mengatakan: “Maaf saya shalat sebentar, karena kita musyafir jadi shalatnya dijamak dan diqasar”, katanya sambil tersenyum.
“Kita kolaborasi ya !”, katanya memulai dengan santai dan informal.
“Apa yang bisa kita lakukan ?”, tanyaku mengharap arahan yang lebih kongkrit.
“Tentu dalam pelaksanaan berbagai program destinasi wisata di tanah air”, katanya.
“Sekarang wisata yang berbasis potensi alam yang unik yang didukung tradisi dan budaya masyarakat yang ditopang dengan nilai-nilai kearifan lokal menjadi prioritas UN Tourism”, kataku memberikan informasi.
“Kita telah mendapatkan penghargaan untuk Desa Nglanggeran di Yogyakarta, sekarang kita sedang mengusulkan Desa Penglipuran di Bali untuk mendapatkan penghargaan serupa”, katanya menjelaskan.
“Bukankah kita punya banyak desa serupa yang kalau dikembangkan dan dipromosikan tidak kalah menarik dibanding Nglanggeran dan Penglipuran !”, komentarku balik.
“Kita sedang mengembangkan seratus desa wisata serupa di seluruh Indonesia. Program ini disamping sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat desa juga untuk mendorong mereka menjaga dan melindungi lingkungan di sekitarnya”, katanya menjelaskan.
Aku terkejut mendengar program yang ambisius ini karena jumlahnya yang tak terbayangkan dibanding apa yang dilakukan banyak negara.
“Wah fantastik !”, komentarku.
“Di Bali saja tidak kurang dari sepuluh desa sedang diproses, seperti: Desa Celuk, Desa Tenganan, Desa Trunyan, Desa Jatiluwih, Desa Tigawasa, Desa Sidatapa, Desa Taro, sementara di Yogya, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan banyak wilayah lain di tanah air.”
Saat masih Asik ngobrol sambil menikmati makan siang berupa nasi goreng, dan mie rebus. Kami diingatkan untuk segera kembali ke ruangan karena sidang akan dilanjutkan. Seluruh peserta mempercepat menyelesaikan makan kemudian bergegas Kembali ke ruang sidang.
BERSAMBUNG
EDITOR: REYNA
Baca seri sebelumnya:
Seri-6: Novel Terbaru Karya Dr Muhammad Najib “Mencari Nur” (Seri-6): Harta Karun Yang Belum Digali
Seri-5: Novel Terbaru Karya Dr Muhammad Najib “Mencari Nur” (Seri-5): Desa Penglipuran
Seri-4: Novel Terbaru Karya Dr Muhammad Najib “Mencari Nur” (Seri-4): Wisata Berwawasan Lingkungan
Novel karya Dr Muhammad Najib yang lain dapat dibaca dibawah ini:
1) Di Beranda Istana Alhambra (1-Mendapat Beasiswa)
2)Novel Muhammad Najib, “Bersujud di Atas Bara” (Seri-1): Dunia Dalam Berita
3)Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-1): Meraih Mimpi
Related Posts

Puisi Kholik Anhar: Benih Illahi

Novel Imperium Tiga Samudara (7)- Kapal Tanker di Samudra Hindia

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Seni Tergores, Komunitas Bangkit: Bagaimana Dunia Seni Indonesia Pulih Usai Protes Nasional

Imperium Tiga Samudra (5) — Ratu Gelombang

Seri Novel “Imperium Tiga Samudra” (4) – Pertemuan di Lisbon

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 3) – Penjajahan Tanpa Senjata

Novel “Imperium Tiga Samudra” (Seri 2) – Langit di Atas Guam

Serial Novel “Imperium Tiga Samudra” (1) – Peta Baru di Samudra Pasifik

Api di Ujung Agustus (Seri 34) – Gelombang Balik




No Responses