Novel Terbaru Karya Dr Muhammad Najib “Mencari Nur”(Seri-11): Ziarah ke Makam Alfatih

Novel Terbaru Karya Dr Muhammad Najib “Mencari Nur”(Seri-11): Ziarah ke Makam Alfatih
Dr Muhammad Najib, Duta Besar RI untuk Kerajaan Spanyol dan UNWTO

Jika merujuk pada Al Qur’an secara benar, maka kita tidak saja menemukan betapa kitab suci ini memberikan penghargaan yang sangat tinggi terhadap akal manusia. Logika dan berfikir menjadi proses untuk memahami ciptaanNya yang akan bermuara pada mengimani keberadaanNya. Dengan kata lain antara hati dan otak atau antara keyakinan dan fikiran bukan saja seharusnya berjalan seiring, lebih dari itu seharusnya saling menopang dan saling melengkapi. Jika muncul ketidak serasian atau ketidak sinkronan diantara keduanya, maka kita harus introspeksi diri, mungkin saja ilmu yang terakumulasi di kepala belum cukup atau perkembangan sain dan teknologi belum menjangkau atau pemahaman kita terhadap ayat-ayat Al Qur’an keliru.

Novel ini berkisah seputar masalah ini.

Karya: Dr Muhammad Najib
Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol dan UN Tourism

================================

SERI – 11 : ZIARAH KE MAKAM ALFATIH

Siang itu seperti biasanya aku bekerja di ruangku dengan ditemani komputer, tumpukan kertas dan buku-buku yang berserakan. Kebiasaanku di rumah yang membuat istri sering ngomel terbawa ke kantor. Buku-buku tebal yang aku pinjam dari perpustakaan yang belum selesai aku baca kuganjal halamannya dengan berbagai benda yang aku temui diruangan untuk menandai halaman-halaman yang memuat informasi yang sedang aku perlukan.

Ketika sedang asyik mengetik di komputer pintu ruanganku dibuka seseorang tanpa mengetuknya terlebih dahulu sebagaimana biasanya jika sekretaris datang atau petugas mengantarkan sesuatu. Aku menoleh spontan. Ternyata Mr.Zarif berdiri di belakangku sambil membawa amplop besar tersenyum seakan mentertawai cara kerjaku.

“Nih ada tawaran dari Turkish Air yang sedang promosi, jika tertarik anda boleh memanfaatkannya, tetapi tolong diambil saat musim libur sehingga tidak mengganggu tugas”, katanya sambil meletakkan amplop yang dipegangnya kemudian berlalu dengan mengucapkan kata-kata dalam Bahasa Spanyol: “Hasta luego”.

Sebuah tiket business class yang masih belum diisi nama dan nomor paspornya, dapat dimanfaatkan dalam rentang waktu tiga bulan. Aku baca dalam surat pengantarnya yang berisi petunjuk untuk mengaktifkannya harus dibawa langsung oleh calon penggunanya ke kantor cabang Turkish Air di kota Madrid dengan dilengkapi paspor. Jika memerlukan visa nanti kantor Turkish Air yang akan mengurusnya.

Keesokan harinya aku langsung membawa amplop tersebut ke alamat yang diberikan, dilampiri dengan paspor dan foto sesuai ukuran yang diminta. Aku mendapat penjelasan bahwa seluruh perjalanku selama di Turki akan ditemani oleh seorang pemandu dari kantor pusat Turkish Air di Istanbul. Petugas lalu meminta nomor HPku dan memberitahukan setelah mendapatkan konfirmasi dari Istambul aku akan diberikan nama dan nomor telpon calon pemanduku.

“Claro ?”, katanya dalam Bahasa spanyol.

“Claro !”, jawabku.

Pada hari-H aku berangkat dari Bandara Adolfo Soarez di kota Madrid. Sejak memasuki pesawat aku sudah mulai terkesan dengan keramahan crewnya yang menampakkan pelayanan sangat profesional. Kemudian aku perhatikan interior pesawatnya, jenis pesawatnya, juga makanan yang disajikannya, semuanya terasa sangat memuaskan. Setelah pesawat take off seperti biasanya makanan disajikan. Aku yang berada di business class diberikan menu saat mereka menyuguhkan tiga macam juss yang bisa dipilih: jeruk, apel, atau tomat. Sang pramugari lalu mencatat pilihanku: Lamp chops dengan kentang goreng.

Beberapa saat kemudian makanan dihidangkan dalam keadaan panas dan aku sangat menikmatinya karena rasanya melebihi ekspektasiku. Sesudah selesai Capuchino pesananku disuguhkan bersamaan dengan diambilnya piring kotor. Aku lalu memanfaatkan kesempatan ini untuk mengetahui beberapa hal, memulai dengan menanyakan pramugari yang melayaniku dengan menggunakan Bahasa Inggris:

“Boleh tahu nama anda ?”.

“Sirin”, jawabnya sambil tersenyum

“Saya melihat semua pramugari yang berlalu-lalang berwajah Turki”, kataku

“Ya betul termasuk pilotnya juga”, katanya menjelaskan.

“Ada masalah ?”, tanya Sirin balik kepadaku.

“Tidak ! Aku sering naik Qatar Air dan Emirate yang pramugarinya berasal dari manca negara”, jelasku.

“Ini kebijakan perusahan yang mungkin dimaksudkan untuk mengurangi pengangguran yang ada”, jawabnya.

“Emangnya pengangguran di Turki besar ?”, kataku menyelidik.

“Dulu besar sejak Presiden Erdogan berkuasa jumlahnya terus semakin kecil”.

“Anda menyukai Presiden Erdogan ?”.

“Setiap rakyat harus mencintai pemimpinnya”, jawabnya diplomatis sambil tersenyum kemudian berlalu.

Pesawat mendarat di Bandara Istanbul Havalimani yang nampak sangat megah, luas, dan indah. Aku hanya berdecak kagum melihatnya. Seorang pemuda lalu menghampiriku saat aku meninggalkan pesawat sambil mengenalkan namanya Arslan, meminta pasporku untuk distempel pihak imigrasi agar tidak antre.

“Bandaranya hebat sekali !”, komentarku spontan.

“Bandara ini memiliki lima runway dan akan terus ditambah sesuai kebutuhan, Presiden Erdogan berambisi menjadikan bandara ini sebagai bandara terbesar di Eropa bersamaan dengan programnya menjadikan Istanbul sebagai Hub penerbangan di tingkat global”, katanya sambil melangkah memanduku.

“Apakah anda yang akan menemaniku selama aku di Turki ?”, tanyaku untuk memastikan.

“Mulai menginjakkan kaki di Istanbul sampai meninggalkannya kembali”, jawabnya menegaskan sambil tersenyum.

Kami meninggalkan bandara melalui jalur VIP sehinga semuanya terasa cepat dan mudah. Sebuah mobil dengan drivernya sudah menanti di depan pintu.

“Kita sekarang menuju hotel, anda bisa beristirahat malam ini, besok sesudah sarapan kita akan mengelilingi Kota Istanbul. Ini tempat-tempat yang akan kita kunjungi”, katanya sambil menyerahkan stopmap yang berisi agenda dan sejumlah informasi yang diterbitkan oleh Turkish Air.

“Jika makan malam tadi di pesawat tidak memuaskan, anda boleh memesannya di hotel dan cukup dengan mencantumkan nomor kamar, karena hotel yang akan anda tempati merupakan bagian dari group kami”.

“Terimakasih dan sampai jumpa besok”, kataku setelah selesai chek in dan kunci kamar aku terima.

Sesudah sarapan pagi aku ditemani Arslan mengunjungi Museum Panorama 1453 tiga dimensi yang menggambarkan peristiwa jatuhnya Konstantinopel ke tangan Dinasti Turki Usmani. Nampak Muhammad Alfatih menunggang kuda memberikan aba-aba kepada pasukannya. Suara drumband yang memainkan lagu-lagu penyemangat diselingi suara dentuman meriam sehingga kita seakan berada ditengah medan perang.

“Kapan diorama ini dibangun ?”, kataku.

“Beberapa tahun lalu”, jawabnya.

“Di era Erdogan kan ?”, kataku menegaskan sekaligus menyelidik.

“Ya !”, jawab Arslan.

“Tahukah anda pesan apa yang berada di baliknya ?”, kataku lagi.

“Menurut anda ?”, kata Arslan balik.

“Erdogan ingin mengingatkan orang-orang Turki bahwa mereka adalah bangsa besar yang pernah menaklukkan Bangsa Eropa saat dibawah Turki Usmani”, kataku lugas sekaligus untuk memancing posisi politiknya mengingat terbelahnya orang Turki menjadi dua kelompok besar sejak berdirinya Republik Turki yakni kelompok Sekuler dan Islam.

“Banyak pengamat yang berspikulasi seperti itu”, katanya datar tidak bergairah.

“Yuk kita bergerak !”, ajak Arslan seakan tidak ingin meneruskan perbincangan tentang politik.

Kami lalu meluncur ke Makam Muhammad Alfatih sang pemimpin yang merebut Konstantinopel pada tahun 1453. Makamnya berada di kawasan sebuah masjid yang cukup besar dan indah. Tampak banyak orang Turki yang berziarah dan memanjatkan doa di atas pusaranya. Akupun ikut memanjatkan doa. Setelah itu aku menunaikan Shalat Atahiyatul Masjid dua rakat di dekat mihrabnya tempat imam memimpin shalat berjamaah.

Makam Sultan Muhammad Al-Fatih di Turki

“Kalau ingin melihat kehebatan Al Fatih tontonlah film berjudul: ‘Fetih 1453’”, katanya.

“Aku sudah menontonnya”, kataku.

“Oh…!”, reaksi Arslan dengan wajah terkejut.

“Bagaimana menurut anda ?”, katanya menyelidik.

“Ada beberapa film terkait Alfatih saat menaklukan Konstantinopel yang kemudian diganti namanya menjadi Istanbul. Yang paling bagus yang dibuat oleh sutradara Turki, beberapa film yang dibuat sutradara Barat sarat dengan distorsi sejarah”, komentarku.

“Ya Barat sulit sekali menerima kekalahan apalagi jika yang menaklukannya bangsa Timur”, katanya sambil tersenyum kecil.

“Sekarang Kita menuju Eyup Sultan Camii “, kata Arslan sambil bergegas menuju tempat parkir mobil.

“Tempat apa itu ?”, kataku.

“Makam Eyup Sultan yang sangat dikeramatkan oleh Masyarakat Turki sejak era Turki Usmani, khususnya sejak penaklukan Konstantinopel”.

Masjid Eyup Sultan, sahabat Rosulullah yang meninggal dalam penaklukan Konstantinopel yang pertama. Di halaman masjid ini makam Eyup Sultan berada

“Bagaimana ceritanya ?”, kataku penasaran.

“Nama lengkapnya Abu Ayyub al Ansari, beliau adalah salah seorang Sahabat Rasulullah yang gugur saat upaya penaklukkan Konstantinopel pertama kali pada tahun 670-an. Beliau ikut serta dan gugur dalam upaya penaklukkan saat itu karena mendengar ungkapan Rasulullah yang menyatakan: Sesungguhnya Konstantinopel akan ditaklukan oleh Islam, sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya”.

“Emangnya berapa kali upaya penaklukannya ?”, kejarku ingin tahu.

“Banyak kali dan baru berhasil tahun 1453 M”.

“Tadi anda mengutip sebuah hadits. Apakah hadits itu sahih ?”, tanyaku.

“Diriwayatkan oleh Imam Buchari. Nanti saat mengunjungi Istana Topkapi Kita akan lihat hadits tersebut diabadikan di gerbangnya”, jelas Arslan.

Tanpa terasa kami telah tiba di sebuah masjid yang jauh lebih kecil dibanding Masjid Al Fatih tetapi yang berkunjung jauh lebih ramai. Aku merasakan ada aura spiritual yang sangat tinggi yang melingkupinya. Kami terus melangkah pelan memasuki halaman depannya. Aku langsung mengambil wudhu kemudian shalat dzuhur dan Ashar sekaligus karena waktu sudah masuk waktu Dzuhur.
Usai shalat aku langsung bertanya: “Dimana Makamnya ?”.

“Disini agak berbeda, makam Eyup tertutup untuk umum tidak seperti makam Alfatih”, katanya.

“oh……”, responku spontan.

“Apakah bisa minta ijin ?”, kataku mendesak.

“Biasanya dibuka kalau ada pejabat negara atau ada tamu negara yang berkunjung”.

“Tolong dicoba dan sampaikan bahwa aku adalah pejabat UN Tourism yang diundang untuk mengunjungi negri ini!”, kataku mendesak.

Arslan kemudian melangkah menuju kantor pengelola yang berada di samping masjid ini, sementara aku berdoa dengan penuh harap semoga Allah mengijinkan aku mendekati pusaranya. Arslan kemudian kembali mendekatiku bersama seseorang yang agak berumur berjenggot panjang mengenakan sorban khas Turki sambil menenteng sebuah anak kunci.

Aku diberikan isyarat oleh Arslan untuk mengikutinya. Kami bergerak melewati banyak orang yang berdoa hanya dari dinding luarnya yang didominasi warna biru dan seorang petugas yang sedang mengatur para pengunjung agar tidak berdesak-desakan dengan cara tidak mengijinkan untuk berlama-lama berdiri di tempat itu.

Setelah mengucapkan salam, pintu kemudian dibuka secara perlahan, dan aku bersama Arslan dipersilahkan memasukinya, setelah itu pintu ditutup kembali. Ternyata makamnya dipagari dengan tralis yang sangat kokoh tetapi sangat indah, Aku perhatikan di bagian kepalanya diletakkan tarbus tinggi yang dililiti serban putih sebagaimana sering digunakan oleh para Darwis di Turki.

Aku lalu mendekat ke bagian kepalanya seraya mengangkat tangan dan memulai doa. Bau wangi yang khas terasa menelisik lubang hidungku sementara suasana magis semakin kental menyelimuti seluruh tubuhku. Aku pejamkan mata untuk merasakan lebih dalam suasana spirutal yang belum pernah aku rasakan. Setelah puas aku buka mata, kuturunkan tangan, lalu memberikan isyarat bahwa aku sudah selesai berdoa. Kami lalu keluar dan makam itu dikunci kembali.

BERSAMBUNG

EDITOR: REYNA

Baca seri sebelumnya:

Seri-10: Novel Terbaru Karya Dr Muhammad Najib “Mencari Nur”(Seri-10): Islam Agama Sejak Adam

Seri-9: Novel Terbaru Karya Dr Muhammad Najib “Mencari Nur” (Ser-9): Usaha dan Do’a

Seri-8 : Novel Terbaru Karya Dr Muhammad Najib “Mencari Nur” (Ser-8): Wisata Islami

Seri-7: Novel Terbaru Karya Dr Muhammad Najib “Mencari Nur” (Seri-7): Kolaborasi Untuk Negeri

Novel karya Dr Muhammad Najib yang lain dapat dibaca dibawah ini:

1) Di Beranda Istana Alhambra (1-Mendapat Beasiswa)

2)Novel Muhammad Najib, “Bersujud di Atas Bara” (Seri-1): Dunia Dalam Berita

3)Novel Muhammad Najib, “SAFARI”(Seri-1): Meraih Mimpi

4)Novel Terbaru Dr Muhammad Najib: “Jalur Rempah Sebagai Jembatan Timur dan Barat” (Seri-1): Kembali ke Madrid

Last Day Views: 26,55 K