Orkestra Hulu Hilir

Orkestra Hulu Hilir
Deklarasi forum purnawirawan perwira tinggi TNI-Polri untuk Perubahan (FP3) di Yuan Hotel, Jakarta pada Kamis (6/7/2023). Foto: Luthfi Humam/kumparan

Oleh:Muhammad Chirzin

Babak baru perseteruan Rakyat dengan Penguasa. Bermula dari Pernyataan Sikap Forum Purnawirawan Prajurit (FPP) TNI yang mengeluarkan pernyataan sikap berisi delapan poin sebagai berikut.

1. Kembali ke UUD 1945 Asli dengan adendum.

2. Mendukung program kerja Kabinet Merah Putih ASTACITA, kecuali untuk kelanjutan IKN.

3. Menghentikan PSN PIK-2, PSN Rempang, dan kasus-kasus yang serupa, karena sangat merugikan dan menindas rakyat serta merusak lingkungan.

4. Menghentikan TKA Cina yang masuk ke wilayah NKRI, dan mengembalikan mereka ke Negara asalnya.

5. Menertibkan pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan Aturan dan UUDasar 1945 Pasal 33 Ayat (2) dan ayat (3).

6. Melakukan reshuffle para Menteri Kabinet yang diduga kuat telah melakukan kejahatan korupsi, dan menindak tegas para Pejabat dan Aparat Negara yang masih terkait dengan kepentingan mantan Presiden RI ke-7 Joko Widodo.

7. Mengembalikan POLRI pada fungsi Kamtibmas di bawah Kemendagri.

8. Mengusulkan pergantian Wakil Presiden.

Pernyataan sikap FPP TNI ibarat embun di musim kemarau panjang. Simpul-simpul aktivis merespon positif tuntutan para purnawan yang sejalan dengan kegelisahan rakyat kebanyakan. Forum Kebangsaan Yogyakarta Istimewa menggelar pernyataan mendukung sikap FPP TNI pada 20 Mei 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional.

Wiranto sebagai petugas lingkaran dalam Istana segera menyatakan bahwa beberapa tuntutan para purnawirawan tersebut tidak mungkin serta-merta dikabulkan, karena jabatan Wakil Presiden itu hasil Pemilihan Umum yang disahkan oleh Mahkamah Konstitusi. Jadi, untuk mengganti Wakil Presiden memerlukan prosedur dan proses yang panjang.

Peristiwa ini menandai babak baru perseteruan antara rakyat dan penguasa, dengan FPP TNI sebagai salah satu aktor penting. Mungkin akan menarik untuk melihat bagaimana dinamika ini berkembang dan bagaimana pihak-pihak yang terlibat akan menanggapi tuntutan dan pernyataan yang telah dibuat.

Aktivis dan relawan Magelang telah lebih dahulu menggelar aksi yang serupa, disusul masyarakat Jawa Barat mendukung pernyataan sikap FPP TNI yang dipusatkan di kota Bandung. Atas fenomena tersebut Luhut Binsar Panjaitan bersuara agar para purnawirawan tidak membuat gaduh, karena Gibran menjadi Wakil Presiden sah berdasarkan konstitusi. Pada waktu yang bersamaan LBP juga berpesan agar tuduhan ijazah palsu Jokowi dihentikan, karena Jokowi sudah bukan Presiden lagi.

Sementara sayup-sayup mulai terdengar respon negatif dari anggota Dewan perihal tuntutan makzulkan Gibran. MPR akan konsisten dengan keputusan MK bahwa hasil Pemilihan Umum 2024 adalah sah.

Sidang Paripurna DPR tidak membacakan surat resmi FPP TNI dengan segala argumentasinya untuk menurunkan Gibran. Ketua DPR Puan Maharani berkilah bahwa dirinya belum membaca surat FPP TNI tersebut, lalu menyatakan akan mempelajarinya dengan saksama. Babak baru mulai lagi dengan pernyataan Ketua Fraksi Gerindra Habiburrahman bahwa pihaknya akan mempertahankan Gibran.

Beredar video Gibran disambangi para buzzer. Isyarat perlawanan terhadap para penuntut lengserkan Gibran. Berdasarkan analisis Hersubeno Arief, jurnalis senior, ada indikasi manipulasi digital dalam interaksi video-video terbaru Gibran di kanal YouTube pribadinya. Beberapa kejanggalan yang ditemukan, antara lain, “Generasi Muda, Bonus Demografi, dan Masa Depan Indonesia”, terdapat 29.000 dislike dan hanya sekitar 2.000 like. Namun, setelah fitur dislike disembunyikan, jumlah like meningkat signifikan.

Selisih Jumlah Like dan Penonton yang Besar: Pada video “Hilirisasi dan Masa Depan Indonesia”, terdapat lebih dari 47.000 like, meskipun jumlah penonton hanya sekitar 5.000. Ini menunjukkan kemungkinan adanya manipulasi digital.

Akankah Prabowo turun tangan untuk menyelesaikan persoalan Gibran, sekaligus persoalan ijazah palsu bapaknya, ataukah Prabowo ciut nyali menghadapi ancaman Jokowi yang tersembunyi di belakang pernyataannya, “Pemakzulan Wakil Presiden adalah satu paket dengan pemakzulan Presiden.” Bila Wakil Presiden makzul, maka Presiden juga harus makzul.

Edy Mulyadi dalam podcastnya berkomentar, bahwa tidak mungkin Jokowi tak tahu aturan dan praktik pemakzulan di negeri ini. Itu adalah ancaman halus Jokowi. Bila Prabowo berani melengserkan Gibran, maka Jokowi akan bertindak melengserkan Prabowo, tetapi jika Prabowo tidak melakukan apa-apa, maka ia akan dianggap omon-omon saja.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K