Pakar Transportasi ITS: Pemudik Disarankan Menggunakan GPS, Mengapa?

Surabaya, Zonasatu News –Pakar transportasi ITS Dr.Machsus Fauzi ST, MT menyarankan agar menggunakan GPS saat mudik lebaran. Kepada Zonasatunews.com Machsus mengirimkan Teks wawancara selengkapnya dengan wartawan Surya,Surabaya. Berikut disajikan hasil wawancara tersebut.

Setelah beberapa ruas tol di Jatim (Surabaya-Solo dan Malang-Pandaan) dioperasikan meski sebagian fungsional, bagaimana sebaiknya para pengguna jalan memanfaatkan jalur tersebut untuk mudik?

Pemudik dapat memilih rute yang melintasi ruas jalan tol fungsional maupun jalan non-tol. Pilihan rute yang diambil sebaiknya mempertimbangkan kondisi lalu lintas pada saat akan menempuh perjalanan mudik lebaran. Jika saat itu kondisi ruas jalan non tol sedang mengalami kemacetan, maka pemudik sebaiknya melalui ruas jalan tol fungsional, dan begitu sebaliknya. Pemudik disarankan menggunakan aplikasi GPS (Global Positioning System) navigasi untuk mengetahui kondisi rute perjalanan yang akan dilalui. Sekarang sudah banyak aplikasi peta mobile untuk membantu perjalanan mudik yang akan anda lakukan, diantaranya: Google Maps, Waze, Here Maps, Lewat Mana, Sygic, dan Wisepilot.

Dr. Machsus Fauzi , ST MT

Namun demikian, pemudik yang memilih ruas jalan tol fungsional perlu ekstra hati-hati. Mengingat pengoperasian ruas jalan tol secara fungsional itu hanya bersifat sementara waktu dan hanya untuk kondisi khusus. Jadi ruas jalan tol tersebut sejatinya belum layak operasikan, namun tetap bisa digunakan dengan pengaturan yang ketat oleh para pihak terkait. Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR tentunya perlu melakukan penilaian terlebih dahulu sebelum memutuskan suatu ruas jalan tol dapat digunakan secara fungsional. Hal ini sangat penting untuk meminimalisir potensi kecelakaan pada ruas jalan tol fungsional tersebut.

Dengan melihat segala kondisi yang ada, apakah jalur non-tol/alteri dan jalur alternatif tetap menarik untuk dipilih mudik? Dan apakah potensi macet di jalan non-tol akan signifikan berkurangnya setelah banyak tol difungsikan?

Sekali lagi saya ingin tegaskan bahwa ruas jalan tol yang berstatus fungsional berbeda dengan yang berstatus operasional. Jalan tol fungsional adalah ruas jalan tol yang belum sepenuhnya selesai. Meskipun demikian secara fungsi, ruas jalan sudah bisa digunakan untuk dilalui kendaraan. Hanya saja, pada tol fungsional biasanya masih banyak perlengkapan jalan yang belum terpasang, sehingga perlu dibuat papan informasi sementara berupa spanduk, banner, poster, dan sejenisnya. Karena belum sepenuhnya selesai, maka kendaraan yang melintas belum dikenai tariff. Sementara jalan tol operasional adalah jalan tol yang benar-benar sudah selesai. Jalan tol operasional pasti sudah memiliki berbagai infrastruktur pendukung, seperti rest area, rambu-rambu lalu lintas, dll. Karena sudah beroperasi penuh, maka kendaraan yang melintas dikenai tarif. Singkatnya, saya ingin mengatakan tol fungsional jangan dipersepsikan seakan-akan sudah seperti tol operasional.

Dengan kondisi seperti diatas, menurut hemat saya, jalur non-tol termasuk jalur alternatif tetap jadi pilihan menarik bagi pemudik. “Pemudik Jaman Now” semakin cerdas dalam memilih rute perjalanannya. Saya yakin mayoritas pemudik akan memanfaatkan tools aplikasi navigasi seperti Google Maps, Waze, dan sejenisnya untuk memilih perjalanan yang akan ditempuh. Perubahan kebiasaan pemudik di era kekinian ini tentu berdampak terhadap keseimbangan distribusi perjalanan kendaraan pada ruas jalan non-tol, tol fungsional dan tol operasional. Jika beban lalu lintas terdistribusi secara seimbang ketiga jenis ruas jalan tersebut maka tingkat kemacetan pada jalur non-tol pasti akan berkurang. Tingkat kemacetan akan berkurang singnifikan manakala seluruj jaringan jalan tol fungsional telah berubah status menjadi tol operasional. Disamping itu, satu hal yang juga cukup singnifikasi mengurangi tingkat kemacetan adalah pembatasan operasional kendaraan berat selama momentum mudik dan balik lebaran.

Menurut Bapak, apa alasan terbaik bagi pemudik untuk memilih jalur non-tol? Dan, apa saja yang harus mereka perhatikan bila menggunakan jalur tersebut?

Beberapa alasan pemudik tetap setia memilih jalur non-tol diantaranya:

a. Lebih ekonomis. Karena jalur non-tol tidak berbayar. Pemudik harus mengeluarkan kocek yang tidak sedikit jika sepanjang perjalanan mudik memilih jalur tol.
b. Wisata kuliner lebih lengkap. Pemudik yang menempuh perjalanan jauh untuk pulang kampong biasanya juga ingin menikmati aneka kuliner di sepanjang perjalanan mudik. Jalur non-tol menawarkan aneka wisata kuliner yang lebih lengkap dan menarik dibandingkan dengan menu makanan di rest area jalan tol.
c. Keperluan transit di area wisata atau silaturrahim. Sebagian pemudik memiliki keperluan lain-lain sebelum sampai ke lokasi tujuan akhir mudiknya. Misalnya mereka ingin transit di area wisata atau mampir silaturrahmi ke rumah sanak saudara. Lokasi tujuan tersebut biasanya jauh dari jalur tol, sehingga mereka memilih jalur non-tol.

Dengan adanya dua jalur pilihan, tol dan non-tol, bagaimana sebaiknya pengaturan kepolisian dan pemerintah setempat untuk meminimalisir kemacetan?

Saya kira pengaturan lalu lintas oleh aparat kepolisian, DLLAJ, dan apparat pemerintah lainya tetap berjalan seperti biasa. Hanya saja, pemudik bisa diberi update informasi kondisi lalu lintas dan pilihan untuk melalui jalur non-tol, tol fungsional dan tol operasional, agar potensi kemacetan dapat diminimalisir.

Secara umum, apakah jalan non-tol, baik milik nasional maupun milik provinsi, di Jatim termasuk dalam kategori baik sehingga membuat nyaman para pemudik?

Berdasarkan laporan dari kementerian PUPR dan pemberitaan di berbagai media tampaknya kondisi jalan pada jalur non-tol tahun ini lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Satu informasi menarik bagi pemudik tahun ini adalah tawaran untuk mencoba rute baru, yakni jalur PANSELA (Pantai Selatan) Jawa. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan bahwa jalur pantai selatan (Pansela) Jawa yang terbentang sepanjang 1.405 kilometer dari, Serang Banten hingga Banyuwangi Jawa Timur, bisa menjadi jalur alternatif mudik pada 2018 ini. Keberadaan jalur PANSELA ini perlu disosialisasikan agar masyarakat mulai terbiasa mudik melalui jalur ini. Sayangnya, beberapa ruas pada jalur Pansela masuk belum terkoneksi dengan baik, terutama di Jalur Lintas Selatan Jawa Timur. Namun demikian, jalur Pansela ini menawarkan banyak wisata pantai selatan yang menarik bagi pada pemudik dengan panorama alam yang indah. Ini salah satu keunggulan jalur Pansela dibandingkan dengan jalur Pantura.

Khusus untuk daerah pantura (Surabaya-Tuban-Semarang), apakah robohnya Jembatan Widang-Babat Maret lalu akan berpengaruh terhadap pilihan rute alternatif para pemudik? Meskipun, pemerintah akan membuka jembatan yang sudah diperbaiki itu pada H-10 Lebaran.

Harapan saya Jembatan Widang-Babat benar-benar laik fungsi pada H-10 lebaran. Ini penting agar beban lalu lintas pada kawasan tersebut dapat terdistribusi secara proporsional. Artinya, beban lalu lintas tidak menumpuk pada jalur Manyar dan daerah di sekitarnya, yang mendapat tambahan volume lalu lintas akibat ambruknya Jembatan WIdang-Babat.

Jalan Raya Daendels sejak Maret lalu juga dilewati oleh kendaraan-kendaraan besar. Pantauan kami, beberapa titik ada kerusakan meski tak singifikan, seperti aspal yang retak di pinggir jalan akibat dilintasi truk besar. Menurut Bapak, apakah perlu ada penanganan khusus di jalan tersebut untuk kenyamanan para pemudik?

Seharusnya begitu. Kerusakan jalan yang terjadi sepanjang jalur mudik perlu mendapat prioritas penanganan. Perbaikan kerusakan jalan jelang mudik bukan hanya untuk kenyamanan tapi yang lebih utama untuk keselamatan di jalan. Hal ini penting mengingat salah satu pemicu terjadinya kecelakaan pada momentum mudik lebaran adalah faktor kerusakan jalan. Oleh karena itu, pemudik juga perlu tetap waspada selama melakukan perjalanan. Saya menghimbau kepada para pemudik agar tetap mengutamakan aspek keselamatan dalam melakukan perjalanan. Perjalanan mudik dengan jarah tempuh yang sangat jauh dan waktu tempuh yang lama pasti membuat badan lelah. Jangan paksakan diri untuk terus menyetir jika Anda sudah kelelahan. Idealnya, setiap tiap 2 (dua) jam pengemudi harus istirahat, meski sejenak. Normalnya energi manusia hanya mampu mengemudi selama 2 – 4 jam terus menerus. Ambillah waktu untuk beristirahat di tempat peristirahatan terdekat, dan kembalilah menyetir ketika tubuh sudah kembali fit.

Semoga perjalanan mudik Anda lancar dan selamat sampai tujuan!

Related Posts