Pemerasan Praktek Yang Sudah Jamak

Pemerasan Praktek Yang Sudah Jamak

Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

KPK dalam konferensi pers tentang penetapan 11 tersangka termasuk didalamnya Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Immanuel Ebenezer Gerungan atau Noel) menyatakan bahwa tersangka tersebut terlibat praktek pemerasan. Ketua KPK Setyo Budianto menyebutkan bahwa kali ini KPK tidak menerapkan tuduhan penyuapan tapi pemerasan pengurusan sertifikat K3 – Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Sertifikasi K3 merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh buruh dibidang pekerjaan tertentu.

Menurut nya tuduhan pemerasan ini merupakan terobosan baru KPK agar masyarakat berani melaporkan apabila mengalami pemerasan dari lembaga pemerintah dalam urusan pemberian ijin. Kalau tuduhan suap, biasanya masyarakat takut atau enggan melapor karena bisa-bisa ikut ditangkap.

Modus pemerasan itu menurut Ketua KPK, Wamenaker dan kawan-kawan itu tega tega menaikkan tarif pengajuan sertifikasi hingga 20 kali lipat dari harga yang sudah ditentukan pemerintah. “Ironinya, ketika kegiatan tangkap tangan, KPK mengungkap bahwa dari tarif sertifikasi K3 yang sebesar Rp275 ribu, tapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa para pekerja atau buruh harus mengeluarkan biaya hingga Rp6 juta,” katanya. Noel dan para tersangka lainnya mengancam para pekerja untuk mempersulit pengurusan sertifikasi K3 jika tidak membayar seperti biaya yang sudah dipatok oleh mereka. “Ada tindak pemerasan dengan modus memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses permohonan sertifikasi K3 yang tidak membayar lebih tersebut,” ujarnya.

Ketua KPK sebagai Wamenaker, seharusnyamelakukan pengawasan dan menindak jika terjadi pelanggaran, apalagi indikasi pidana di Kemenaker. Namun yang dilakukan malah sebaliknya, Noel yang sudah mengetahui adanya pemerasan justru membiarkan, bahkan meminta jatah uang haram. Tak hanya meminta jatah, Wamenaker juga dibelikan motor Ducati. Pembelian ini dilakukan off the road, atau tanpa surat alias bodong dan Noel diduga sengaja tidak mengurus surat tersebut untuk menghindari adanya kecurigaan penegak hukum. Setyo mengatakan KPK akan mendalami hal tersebut. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur mempertegas peran Noel dalam perkara ini. Dari hasil penyelidikan awal, pemerasan terjadi sejak 2019-2025. Artinya, ketika Noel menjadi Wamenaker pada Oktober 2024, pemerasan itu masih terjadi. Setyo mengatakan Noel menerima uang Rp 3 miliar dari pemerasan K3. Noel menerima uang panas tersebut pada akhir tahun lalu, 2 bulan setelah menjabat. Salah satu tersangka disebutkan menerima uang dari pemerasan itu sebesar Rp 50 juta per minggu.

Sebenarnya praktek pemerasan itu adalah praktek yang jamak atau umum terjadi di lembaga-lembaga pemerintahan apapun tingkatannya dalam urusan pemberian ijin dinegeri ini. Meskipun yang mengajukan ijin itu sudah melengkapi semua dokumen yang diminta, masih saja prosesnya diperlama, dipersulit, bahkan diancam tidak akan diterbitkan ijin bila masyarakat yang mengajukan ijin itu tidak memberi uang yang lebih besar dari tarif resmi pengajuan ijin.

Praktek pemerasan yang sudah berlangsung lama dan jamak inilah yang menjadi salah satu pertimbangan investor baik dari dalam maupun luar negeri untuk tidak melakukan investasi di Indonesia. Para investor itu biasanya memiliki beberapa pertimbangan sebelum memutuskan untuk melakukan investasi antara lain variabel “proximity to regional – international market”, “labor law” dan “bureaucratic rules and procedures”. Khusus yang terkahir ini kalau disuatu negara pengurusan pengajuan ijin – birokrasi nya panjang dan berbelit-belit dan harus mengeluarkan uang sogokan, maka mereka akan mengurungkan niatnya untuk berinvestasi di Indonesia dan lebih memilih negara-negara yang birokrasi nya lebih mudah seperti di negara-negara tetangga Indonesia.

Jadi sebenarnya kasus pemerasan yang dilakukan Wamenaker dan kawan-kawannya itu implikasinya luas, tidak hanya sekadar isu ketenagakerjaan dalam negerri– namun diluar itu berimplikasi kepada turunnya kepercayaan dunia usaha, investor baik dari dalam maupun internasional terhadap Indonesia. Ini juga akan berakibat menurunnya tingkat daya saing atau competitiveness negara dimata dunia.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K