Oleh: M. Isa Ansori
Kolumnis, Akademisi, Dewan Pakar LHKP PD Muhammadiyah Surabaya dan Wakil Ketua ICMI Jatim
Suasana politik di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjelang Muktamar 27 September 2025 terasa tegang, penuh tanda tanya, sekaligus harapan. Partai yang pernah menjadi simbol persatuan politik umat Islam kini berada di persimpangan jalan. Setelah gagal menembus ambang batas parlemen pada Pemilu 2024 di bawah kepemimpinan Muhammad Mardiono, PPP seperti kapal yang kehilangan arah: mesin masih menyala, tetapi kemudi goyah dan layar koyak diterpa badai.
Bagi banyak kader dan simpatisan, muktamar kali ini bukan sekadar ritual lima tahunan, melainkan pertaruhan hidup-mati sebuah partai warisan perjuangan umat. PPP tidak lagi bisa sekadar menjadi pelengkap demokrasi, apalagi hanya mengandalkan nostalgia masa lalu. Partai ini harus mampu melahirkan figur pemersatu yang memiliki legitimasi religius, kapasitas politik nasional, dan daya tarik bagi generasi urban serta milenial Muslim. Tanpa itu, PPP hanya akan menjadi catatan kaki sejarah.
Warisan Pahit Kepemimpinan Mardiono
Kegagalan PPP di bawah kepemimpinan Mardiono menjadi pukulan berat. Basis tradisional yang dulu setia—santri, pesantren, dan kalangan menengah Muslim—perlahan menjauh. Di sisi lain, manuver politik yang terkesan pragmatis, seperti terlalu bergantung pada kekuasaan, membuat PPP kehilangan kepercayaan publik. Tidak ada narasi besar yang bisa menjadi pembeda. PPP seolah hanya menumpang arus, tanpa ideologi yang membakar semangat umat.
Kekecewaan ini melahirkan dua pertanyaan mendasar: pertama, apakah PPP masih relevan bagi umat Islam hari ini? Kedua, siapa figur yang mampu menghidupkan kembali ruh “Rumah Besar Umat Islam” yang dulu menjadi alasan kelahirannya pada fusi partai Islam era Orde Baru?
“PPP harus bangkit!” seru seorang kader muda di Surabaya beberapa minggu lalu. Seruan itu menggema di akar rumput, pesantren, dan ruang elite politik. Rumah besar umat Islam yang dulu perkasa kini berada di persimpangan kritis. Kekalahan memalukan di Pemilu 2024 membuat PPP gagal menembus parlemen, meninggalkan luka mendalam.
Dengan Muktamar 27 September 2025 di depan mata, pertanyaan yang paling tajam muncul: siapa yang sanggup membangkitkan PPP, menjahit sobekan internal, dan menarik generasi muda yang selama ini berpaling? Figur yang bukan sekadar ketua, tetapi simbol kebangkitan rumah besar umat Islam.
Krisis Identitas
Dua dekade terakhir menunjukkan PPP kehilangan arah. Kepemimpinan internal yang lemah membuat partai terjebak konflik, kehilangan daya tarik politik, dan relevansi merosot. Umat Islam yang dulu menaruh harapan kini berpaling—sebagian ke PKB, PAN, dan PKS. Basis tradisional kecewa, generasi muda urban merasa tak tersentuh.
Kini, partai membutuhkan figur pemersatu, yang diterima NU, Muhammadiyah, umat urban, dan milenial. Figur yang mampu menjembatani akar tradisi dan kebutuhan modern.
Ulama: Akar Moral
Beberapa tokoh ulama menjadi jangkar moral PPP: KH. Marzuki Mustamar – mantan Ketua PWNU Jawa Timur, tegas dan dekat akar rumput., KH. Asep Saifuddin Chalim – penggerak pendidikan pesantren., KH. M. Anwar Iskandar – kharismatik, rujukan NU tradisional, Prof Din Syamsuddin – tokoh Muhammadiyah, visioner, jaringan nasional luas dan KH. Prof Said Agil Siradz – pemimpin pesantren dan mantan ketua PB NU yang bersih dari konflik dan mampu membangun konsensus.
Ulama-ulama ini memberi PPP legitimasi religius, arah moral, dan ruh. Kehadiran mereka menenangkan basis tradisional dan menegaskan identitas partai sebagai rumah besar umat Islam yang autentik.
Figur Modern: Menarik Generasi Muda
Akar saja tidak cukup. PPP juga butuh daya tarik modern. Nama seperti Sandiaga Uno dan tokoh tokoh muda lain hadir dengan citra modern, strategi elektoral segar, dan kemampuan menjangkau milenial urban. Bahasa ekonomi, digitalisasi, dan inovasi yang dibawanya membuat PPP relevan bagi generasi baru.
Kombinasi Tua-Muda atau Sebaliknya
Kebangkitan PPP hanya mungkin melalui kepemimpinan kombinatif. Tokoh tua memberi akar, tokoh muda memberi sayap. Ulama meneguhkan moral, tokoh modern menyalakan daya tarik publik.
Model ini membuat PPP inklusif, diterima semua kalangan, dan relevan di era digital. Rumah besar umat Islam bukan nostalgia, tetapi adaptif, visioner, dan hidup.
Skema kepemimpinan yang ideal:
– Ketua Umum – figur pemersatu lintas kalangan, bisa dari tokoh nasional modern.
– Ketua Majelis Pertimbangan/Syariah – ulama senior NU/Muhammadiyah.
– Dewan Pakar/Badan Otonom – tokoh muda internal dan profesional modern.
Momentum Muktamar
Muktamar 27 September adalah momentum keberanian. Jika PPP memilih figur kompromi internal, kehancuran semakin dekat. Jika berani menghadirkan kombinasi tua-muda yang mengakar, partai bangkit sebagai simbol inklusif dan modern. Basis tradisional dihargai, generasi muda diakui, dan PPP tampil sebagai rumah besar umat Islam yang relevan dan dinamis.
PPP lahir dari fusi partai-partai Islam untuk menyatukan suara umat. Kini, cita-cita itu kembali dipanggil. Harapan umat masih hidup, menunggu keberanian partai. Perubahan hanya dimulai dengan figur pemersatu—kombinasi tua dan muda yang mengakar—yang mampu melampaui sekat lama dan mengangkat PPP dari keterpurukan menuju masa depan.
Sebagai penegas partai ini bisa hidup kembali, tapi harus berani memilih pemimpin yang diterima semua kalangan, bukan sekadar kompromi internal, Pertanyaannya apakah PPP siap dipimpin kombinasi tokoh tua dan muda yang mengakar atau sebaliknya, atau tetap terjebak bayang-bayang masa lalu?
Surabaya, 15 September 2025
EDITOR: REYNA
Related Posts

Artikel Investigatif: SMA Negeri 72 Jakarta — Ledakan, Rasa Sakit, dan Isu Kompleks di Balik Tragedi

RRT Nyatakan Siap Hadapi Pemeriksaan Kasus Ijazah Palsu Jokowi

Rasional dan Proporsional Dalam Menyikapi Zohran Mamdani

Tragedi di Lapangan Kandis Riau, Nyawa Melayang Aparat Diam, Yusri: PHR Jangan Lepas Tangan

Pertahanan Yang Rapuh di Negeri Seribu Pulau: Membaca Geopolitik Indonesia Lewat Kacamata Anton Permana

Yusri Usman Dan Luka Lama Migas Indonesia: Dari TKDN, Proyek Rokan, hingga Pertamina Yang Tak Pernah Berbenah

Off The Record

Bangsa Ini Tidak Butuh Presiden Yang Pura-Pura Gila

Sebuah Laporan Sebut Australia Pasok Mineral Vital ke Tiongkok untuk Produksi Rudal Hipersonik

Apa Presiden Akan Pasang Badan Untuk Oligar Hitam?



No Responses