Oleh: Muhammad Chirzin
Panitia Seleksi Calon Pemimpin KPK telah menghasilkan 20 capim KPK. Sembilan orang dari mereka berasal dari polisi dan jaksa.
Pakar hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengkritisi banyaknya calon pimpinan KPK yang berasal dari kalangan penegak hukum tersebut. “Saya sendiri “mengharamkan” polisi dan jaksa jadi pimpinan KPK,” katanya pada Ahad, 15 September 2024.
Menurut Herdiansyah ada tiga persoalan terkait hal itu. Pertama, afiliasi kandidat. Bila afiliasinya dari polisi dan jaksa, maka loyalitas mereka berada di dua kaki; dia bekerja untuk siapa?
Kedua, konflik kepentingan. Polisi dan jaksa akan menghadapi konflik kepentingan dalam menyelesaikan perkara. Hal ini akan menghalangi kerja-kerja KPK. Contoh, kasus korupsi pengadaan simulator SIM Korlantas Polri, dan rekening gendut Komjen Budi Gunawan.
Ketiga, kooptasi. Keberadaan polisi dan jaksa akan membuka ruang kooptasi pemilihan anggota baru dari suatu badan musyawarah oleh anggota yang telah ada. Dengan ketiga persoalan tersebut nyali KPK akan makin tergerus. Mustahil KPK menyasar kedua institusi itu.
Eks penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap juga menanggapi komposisi Capim lembaga antirasuah yang didominasi oleh aparat penegak hukum. Ada kekhawatiran KPK semakin kehilangan independensinya jika dipimpin oleh unsur jaksa ataupun polisi.
Dari hasil seleksi terhadap 20 nama itu, Pansel KPK akan menentukan sepuluh nama Capim KPK. Nama-nama itu kemudian diserahkan kepada Presiden Joko Widodo paling lambat pada awal Oktober. Setelah itu, presiden akan menyerahkan daftar Capim KPK ke DPR.
Komisi III DPR yang membidangi hukum nantinya menggelar uji kelayakan dan kepatutan untuk memilih lima pemimpin komisi antikorupsi periode 2024-2029.
Ahli Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar juga mengkritisi besarnya proporsi aparat penegak hukum dalam deretan calon pimpinan atau Capim KPK.
Ia menyesalkan, jika mayoritas kandidat yang lolos menjadi pimpinan KPK justru dari kalangan penegak hukum. Kesadaran itu yang gak pernah dimiliki oleh Pansel.
Terdapat paradigma keliru yang telah dipelihara dari awal seleksi, berupa pandangan bahwa di dalam KPK harus ada unsur polisi dan jaksa. Ada gejala intervensi besar kepada Pansel dalam proses seleksi Capim KPK.
Salah satu risiko yang dikhawatirkan ialah soal independensi. Kekhawatiran soal independensi itu tidak sekadar karena banyak capim yang asalnya dari instansi kepolisian dan kejaksaan. Sebab, orang biasa juga tetap bisa berlaku tidak independen.
Potensi untuk berlaku tidak independen akan lebih besar jika pimpinan KPK berasal dari kalangan penegak hukum. Apalagi ada semacam ‘penugasan’ ke KPK.
TEMPO.CO, Jakarta melaporkan, Pansel calon pimpinan KPK membantah adanya intervensi terhadap proses pemilihan petinggi lembaga antirasuah itu. Menurut Ketua Pansel KPK Muhammad Yusuf Ateh, seluruh prosedur sudah dilakukan dengan cara-cara yang bertanggung jawab.
Ateh tidak ingin menjelaskan terkait isu dominasi APH yang mengisi daftar Capim KPK. Sembilan dari 20 Capim KPK yang mengikuti seleksi tes wawancara merupakan APH yang terdiri dari jaksa dan polisi.
“Pokoknya kita kerja dan tanggung jawab sama Tuhan dan masyarakat,” kata Aeh. Ateh juga meminta pihak yang mempersoalkan APH dalam daftar Capim KPK untuk ikut menyaksikan tes wawancara berlangsung. Panitia telah menyediakan sekitar 40 kursi penonton di lokasi seleksi.
Selaku Capim KPK dari kalangan APH, Harli Siregar, turut membantah isu permasalahan netralitas dan intervensi pada seleksi yang dia jalani. Kepala Pusat Penerangan Hukum di Kejaksaaan Agung ini menegaskan bahwa semua orang berkedudukan sama di pandangan hukum.
Calon pimpinan KPK, Sang Made Mahendrajaya, meminta masyarakat tak khawatir terhadap aparat penegak hukum, seperti polisi yang ingin bergabung di lembaga antirasuah. Purnawirawan Polri ini mengatakan kerja polisi itu luar biasa, sehingga tidak ada masalahnya jika ingin menjadi Capim KPK.
Peneliti Indonesia Corruption Watch atau ICW, Diky Anandya sebelumnya mengatakan dominasi aparat penegak hukum sebagai Capim KPK berpotensi mengundang persepsi publik ihwal dugaan intervensi terhadap panitia pelaksana lembaga antirasuah itu. Intervensi dapat berasal dari pihak mana pun, misalnya, kalangan eksekutif atau mungkin pimpinan aparat penegak hukum.
Presiden Joko Widodo sempat memberi harapan kepada publik akan peningkatan pemberantasan korupsi di masa awal ia menjabat saat melibatkan KPK menelusuri rekam jejak calon menteri. Namun, semua itu berubah. “Dia diduga berubah sejak banyak pemimpin partai koalisi pemerintah menjadi incaran KPK,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana.
Ketua KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo, bercerita Jokowi pernah memintanya menghentikan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto pada Agustus 2017. Setya juga menjabat Ketua Umum Partai Golkar yang masuk koalisi pemerintahan Jokowi. Intervensi itu merusak muruah KPK sebagai lembaga independen.
Di periode kedua Jokowi, KPK kian melemah. Mulai dari terpilihnya Firli Bahuri sebagai ketua dan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai pelemahan KPK sudah mulai terasa saat isu kelompok Taliban menyeruak. Puncaknya adalah pemecatan 52 pegawai KPK lewat tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dimotori Firli Bahuri. TWK dituding merupakan cara sejumlah pihak menendang pegawai KPK yang kritis. Bagaimanapun, Jokowi ikut mendukung revisi Undang-Undang KPK dan menyetujui proses TWK.
Belakangan, Mahfud MD mengakui adanya patgulipat di balik revisi Undang-Undang KPK. Selain itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan kekhawatirannya mengenai masalah loyalitas di tubuh KPK.
Pelemahan Lembaga KPK tidak boleh terjadi lagi. Bilamana Prabowo Subiyanto sebagai Presiden terpilih peduli terhadap pemberantasan korupsi di Negeri ini, maka dia harus mengawal proses seleksi Calon Pimpinan KPK dengan saksama.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Presiden Pasang Badan Untuk Jakowi Dan Luhud B. Panjaitan

Saya Muslim..

Informaliti

Puisi Kholik Anhar: Benih Illahi

Tak Kuat Layani Istri Minta Jatah 9 Kali Sehari, Suami Ini Pilih Cerai

Novel Imperium Tiga Samudara (7)- Kapal Tanker di Samudra Hindia

Sampah Indonesia: Potensi Energi Terbarukan Masa Depan

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Sebuah Kereta, Cepat Korupsinya

Menata Ulang Otonomi: Saatnya Menghadirkan Keadilan dan Menata Layanan


No Responses