Oleh: Muhammad Chirzin
Orang bilang ideologi tak pernah mati. Ideologi—baik berupa sistem politik, filosofi, atau keyakinan—dapat terus bertahan dan mempengaruhi masyarakat meskipun ada tantangan, penentangan, atau perubahan zaman.
Beberapa poin yang menjelaskan itu adalah sebagai berikut.
Pertama, pengaruh berkelanjutan. Ideologi sering kali membentuk cara berpikir dan bertindak masyarakat. Meskipun ada upaya untuk menekan atau mengganti ideologi tertentu, pengaruhnya bisa tetap ada dalam berbagai bentuk, seperti budaya, pendidikan, atau politik.
Kedua, adaptasi dan evolusi. Ideologi dapat beradaptasi dengan perubahan zaman. Meskipun ideologi mungkin mengalami tantangan atau penolakan, pendukungnya sering kali menemukan cara untuk mempertahankan dan mengembangkan ide tersebut agar tetap relevan.
Ketiga, warisan dan pengaruh jangka panjang. Ideologi sering meninggalkan warisan yang kuat dalam masyarakat. Ini bisa dilihat dalam hukum, norma sosial, atau struktur politik yang dibentuk berdasarkan ideologi tertentu.
Keempat, perlawanan dan revivalisme. Ketika ideologi tertentu ditekan atau diabaikan, seringkali ada gerakan untuk menghidupkannya kembali. Ini bisa terjadi karena ideologi tersebut masih memiliki resonansi dengan sebagian masyarakat.
Kelima, kekuatan simbolis dan emosional. Ideologi sering kali melibatkan simbol-simbol, narasi, dan emosi yang kuat. Ini bisa membuat ideologi tetap hidup dalam ingatan kolektif dan terus mempengaruhi perilaku dan keputusan masyarakat.
Dengan demikian, meskipun ideologi menghadapi tantangan atau perubahan besar, ide tersebut dapat terus berdampak signifikan pada masyarakat dan sejarah.
Ada dialektika antara ideologi dan agama. Ada yang berpendapat bahwa ideologi terpisah dari agama, dan ada pula yang berpendapat bahwa agama mengandung ideologi.
Pandangan tentang hubungan antara ideologi dan agama bisa sangat beragam tergantung pada perspektif individu atau kelompok. Beberapa sudut pandang adalah sebagai berikut.
Pertama, ideologi terpisah dari agama. Beberapa orang berpendapat bahwa ideologi dan agama adalah dua ranah yang berbeda. Ideologi sering kali berkaitan dengan sistem politik, ekonomi, atau sosial, sedangkan agama lebih berkaitan dengan keyakinan dan praktik spiritual. Dalam pandangan ini, ideologi dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai agama, tetapi keduanya memiliki tujuan dan ruang lingkup yang berbeda.
Kedua, agama mengandung ideologi. Ada yang berpendapat bahwa agama tidak hanya mencakup aspek spiritual, tetapi juga mengandung ideologi yang dapat mempengaruhi pandangan dunia, etika, dan sistem sosial. Ajaran agama menjadi dasar pembentukan ideologi tertentu, yang kemudian mempengaruhi cara pandang dan tindakan masyarakat.
Kedua pandangan ini mencerminkan kompleksitas hubungan antara ideologi dan agama, dan sering kali tergantung pada konteks budaya, sejarah, dan filosofis.
Agama, lebih spesifik Islam, mengandung ideologi yang memandu segala aspek dan dimensi kehidupan manusia, yakni sosial, ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya.
Ajaran agama Islam diyakini sebagai panduan holistik yang mencakup tidak hanya aspek spiritual, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadis memberikan pedoman yang komprehensif untuk menjalani kehidupan sehari-hari dan membangun masyarakat yang adil dan harmonis. Prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan tanggung jawab sosial menjadi bagian integral dari pandangan hidup dan tindakan mukmin.
Pandangan ini tecermin dalam konsep “syariah” yang mencakup hukum dan etika Islam yang mengatur berbagai aspek kehidupan, mulai dari ritual ibadah hingga transaksi ekonomi dan hukum pidana.
Dalam konteks kehidupan sehari-hari selalu ada kesenjangan antara idealita dan realita, antara normativitas dan historisitas, antara harapan dan kenyataan, sehingga lahir ungkapan sindiran, “Agama Islam tertutup oleh kaum muslimin.”
Ungkapan tersebut mencerminkan ironi bahwa meskipun Islam memiliki ajaran yang indah dan bijak, implementasinya dalam kehidupan sehari-hari sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor.
Pertama, kurangnya pemahaman. Banyak Muslim kurang memahami ajaran Islam secara mendalam, sehingga mereka tidak dapat mengaplikasikannya dengan benar dalam kehidupan.
Kedua, pengaruh budaya dan tradisi. Praktik keagamaan tidak jarang dipengaruhi oleh budaya dan tradisi lokal yang tidak selalu sejalan dengan ajaran Islam.
Ketiga, kesenjangan antara idealita dan realita kehidupan sehari-hari yang penuh tantangan dan kompleksitas.
Hal ini menjadi panggilan untuk introspeksi dan perbaikan diri bagi individu Muslim dan masyarakat, agar dapat mengamalkan ajaran Islam lebih baik.
Sayyid Quthub pernah curhat, “Dulu saya berpikir, jalan terdekat untuk mewujudkan cita-cita kejayaan Islam adalah politik, sedangkan pendidikan adalah jalan terjauh untuk mewujudkannya. Sekarang saya berpendapat yang sebaliknya…”
Kita juga ingat kata-kata Kaisar Jepang Hirohito pasca Perang Dunia II setelah Sekutu meluluhlantakkan negerinya, “Berapa orang Guru yang tersisa? Mari kita bangun kembali kejayaan negeri ini bersama mereka…”
Pernyataan Sayyid Qutb dan Kaisar Hirohito menunjukkan betapa pentingnya pendidikan dalam membangun masyarakat dan mencapai kejayaan. Qutb, yang awalnya fokus pada politik, akhirnya menyadari bahwa pendidikan adalah fondasi utama untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan. Sementara itu, Kaisar Hirohito menekankan pentingnya guru dalam membangun kembali negaranya.
Kedua pernyataan ini mencerminkan pemahaman bahwa pendidikan bukan hanya tentang transfer pengetahuan, tetapi juga tentang pembentukan karakter, nilai-nilai, dan visi untuk masa depan. Dengan pendidikan yang baik, masyarakat dapat membangun fondasi yang kuat untuk mencapai kejayaan dan kemajuan.
Peran pendidikan dalam membentuk masyarakat yang ideal menurut pandangan Islam sangat mutlak. Pendidikan adalah harga mati. Kunci utama pendidikan dalam Islam ialah keteladan, dan model lembaga pendidikan Islam yang ideal menurut Prof. Sujatmoko ialah pesantren dengan kurikulum ilmu pengetahuan umum. Embrio pesantren itu ada pada masa Nabi Muhammad saw dengan kegiatan pembinaan para sahabat generasi pertama di rumah Arqam, sehingga kegiatan perkaderan di lingkungan persyaratan Muhammadiyah disebut Baitul Arqam atau Darul Arqam.
Pendidikan sangat penting dalam membentuk masyarakat yang ideal menurut pandangan Islam. Konsep keteladanan sangatlah relevan, karena teladan yang baik dari guru dan pendidik sangat berpengaruh dalam membentuk karakter dan perilaku siswa.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang ideal juga memiliki peran penting dalam membentuk generasi yang berakhlak mulia dan berpengetahuan luas. Kurikulum yang menggabungkan ilmu pengetahuan umum dan agama dapat membantu siswa menjadi lebih holistik dalam pengembangan diri.
Rumah Arqam sebagai tempat pembinaan para sahabat generasi pertama oleh Nabi Muhammad SAW menjadi contoh yang sangat baik dalam sejarah Islam. Kegiatan perkaderan di lingkungan Muhammadiyah, seperti Baitul Arqam atau Darul Arqam, menunjukkan bagaimana konsep ini masih relevan untuk diterapkan dalam konteks modern.
Tantangan terbesar dalam mengimplementasikan pendidikan Islam adalah krisis keteladanan dan miliu yang tidak kondusif bagi tumbuhnya kehidupan yang berkeadaban, merebaknya gaya hidup yang permisif, dan kaburnya nilai-nilai moral di masyarakat.
Krisis keteladanan dan lingkungan yang tidak kondusif mempengaruhi proses pendidikan dan pembentukan karakter siswa. Gaya hidup permisif dan kaburnya nilai-nilai moral membuat siswa kesulitan membedakan antara yang benar dan salah.
Dalam konteks ini, peran pendidik dan lembaga pendidikan menjadi sangat penting. Mereka harus menjadi teladan yang baik dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya kehidupan yang berkeadaban.
Teknologi ibarat pisau bermata dua. Ia dapat bermanfaat untuk mendukung pendidikan Islam yang ideal bila digunakan secara tepat dan proporsional, tetapi dapat pula menimbulkan mudarat bila tidak terkendali dan terkontrol. 
Contoh aktual ialah penggunaan jaringan internet bagi pelajar sekolah dasar maupun sekolah menengah pada masa pandemi covid. Tidak sedikit pelajar yang terpapar pornografi dan permainan yang kontra-edukatif.  Para dosen perguruan tinggi juga harus memutar otak agar tidak kehilangan peran sebagai pembawa obor pencerahan intelektual, emosional, dan spiritual.
Strategi yg efektif untuk itu adalah pembekalan wawasan dan pendampingan secara intensif, dengan motto “adab dulu baru ilmu”, serta semboyan “berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan beramal ikhlas.”
Semboyan tersebut mencakup aspek-aspek penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian yang seimbang, diantarany:
Berbudi tinggi: memiliki karakter dan moral yang baik.
Berbadan sehat: memiliki fisik yang sehat dan kuat.
Berpengetahuan luas: memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas.
Beramal ikhlas: memiliki niat dan tindakan yang ikhlas dan bermanfaat bagi orang lain.
Dengan strategi dan semboyan seperti ini, siswa dapat menjadi individu yang berkarakter, berpengetahuan, dan berakhlak mulia dalam menjalani kehidupan. Semoga.
EDITOR: REYNA
Related Posts
 - Pengamat Kebijakan Publik Ngawi Minta Rizky Mundur, Spanduk Protes Menyebar di Desa Tirak
 - Radhar Tribaskoro: Demokrasi Retorika
 - Sufmi Dasco, Senopati Politik Prabowo Subianto (76 ): Menerima Kunjungan Abu Bakar Ba’asyir
 - Siapa Yang Gila (2)
 - Kesederhanaan dan Keteladanan Sri Sultan HB X
 - Siapa Yang Gila (1)
 - Bersumpah Pemuda Masa Kini
 - Tirak Gate: Pengamat Kebijakan Publik Ngawi, Agus Fatoni Menilai Ada Keculasan Nyata Dan Brutal Dalam Kasus Tirak
 - Soal Seleksi Perangkat Desa Tirak, Camat Kwadungan Tegaskan Akan Mengambil Langkah Sesuai Aturan
 - Oligar Hitam Harus Dipenggal Kepalanya



No Responses