JAKARTA – Tokoh muda Partai Golkar Riko Lesiangi ultimatum Ketua Umum Bahlil Lahadalia untuk segera menyelesaiakn permasalahan AKD (ALat Kelengkapan Dewan) ditingkat provinsi, kabupaten/kota yang melanggar ketentuan aturan dan etik/konstitusi partai Golkar.
Riko menilai penetapan AKD Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota masuk variabel kerusakan konstitusi Partai Golkar.
Pecat Wihaji
Dia juga mendesak untuk memecat Wihaji sebagai Wakil Ketua Umum Partai Golkar. Menurutnya, itu akibat (Wihaji) diberikan kekuasaan secara berlebihan, dikarenakan faktor kedekatan emosial dengan ketua umum Partai Golkar Bahlil Lahadia.
“Utamakan kepentingan Partai Golkar bukan kepentingan personal dan kelompok tertentu,” kata Riko kepada media ini, Jumat (25/10/2024)
Penunjukannya juga dinilai melanggar ketentuan, “ETIK PARTAI GOLKAR”, ditambah tidak sesuai porsi dan kompetensinya.
” Hanya 1 orang ditugaskan oleh partai, bernama Wihaji Wakil Ketua Umum Partai Golkar, (padahal) titik keseluruhan 400-an jumlah AKD DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia,” jelasnya.
Riko menegaskan, hingga kini masih tersisa sekitar puluhan pimpinan DPRD Prov, kabupaten/kota tidak dapat dilantik. Dan itu, sangat merusak marwah Partai Golkar.
Lebih jauh Riko menjelaskan, berdasarkan fakta politik internal dari tingkat pusat dan daerah, hasil pengamatan dan analisis maupun pendapat atau opini, tokoh senior dan Kader/akar rumput, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadia kurang menguasai ilmu-ilmu dasar partai Golkar, seperti Keseimbangan, Keadilan Sosial, Demokrasi, Perbedaan & Minoritas.
“Keseimbangan dan komunikasi politik itu sangat penting dalam mengelola organisasi dan partai”, jelas Riko.
Bahlil dinilainya tidak menerapkan merit system, pengabdian, loyalitas, kompetensi yang telah teruji berkontribusi dan berkorban terhadap partai.
Dan tak kalah penting, dia kurang menghargai/respect terhadap tokoh senior atau senior yang merupakan pewaris, penghuni tetap, “RUMAH KITA KUNING”.
“Mohon jaga nilai senioritas dan menjunjung tinggi, merawat adat istiadat, dan saling menghargai”, ungkapnya.
Sehingga, menurutnya, kehilangan sensitivitas terhadap itu semua merupakan awal dari kerusakan konstitusi Partai Golkar dan tatanan kelembagaan, serta dapat menciptakan ketidakharmonisan hubungan emosional antar kader Partai Golkar.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Aliansi Masyarakat Tirak Nilai Seleksi Perangkat Desa Cacat Hukum, Akan Bawa ke DPRD dan PN

Isolasi Dalam Sunyi – Gibran Akan Membeku Dengan Sendirinya

Pertalite Brebet di Jawa Timur: Krisis Kepercayaan, Bukan Sekadar Masalah Mesin

Ini 13 Ucapan Kontroversial Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa

Purbaya Yudhi Sadewa: Dari Bogor ke Kursi Keuangan — Jejak Seorang Insinyur yang Menjadi Ekonom Kontroversial

The Guardian: Ketika Bendera One Piece Jadi Lambang Perlawanan Generasi Z Asia

Kolaborasi Manusia Dan AI: Refleksi Era Digital di IdeaFest 2025

Digital Counter-Revolution: Mengapa Pemerintah Indonesia Berbalik Takluk pada Media Sosial?

Otonomi Yang Melayani : Menanggapi Cak Isa Anshori dengan Kacamata Tata Kelola Islam

Komik Edukasi Digital dari ITS Jadi “Senjata” Literasi Anak di Daerah Terpencil”



No Responses