Saling Klaim “Karena Aku”

Saling Klaim “Karena Aku”

Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Ahmad Cholis Hamzah

Semua media di dunia ini mengabarkan berita terrcapainya kesepakatan genjatan senjata di Gaza antara Israel dan Hamas. Banyak yang memberikan respon positif karena kesepakatan itu mengakhiri perang di Gaza. Sebenarnya definisinya bukan “perang antara Israel dan Hamas” karena itu merupakan perang yang tidak adil dimana pihak Hamas tidak memiliki angkatan laut, udara, tank dsb sementara Israel memiliki semuanya. Banyak yang punya pendapat itu bukan perang tapi tindakan genosida yang dilakukan Israel.

Pengumuman kesepatakan gencatan senjata itu di rayakan di jalan-jalan kota yang sudah hancur lebur di Palestina juga dirayakan di Libanon. Sebaliknya masyarakat Israel terpecah menjadi dua, yang satu pihak menerima kesepakatan itu yang penting para sandera di tangan Hamas di bebaskan, sementara ada pihak – terutama yang memiliki sikap garis keras mengatakan ketidak setujuannya atas kesepakatan itu karena mereka menginginkan kehancuran total bangsa Palestina.

Amerika Serikat sebagai sekutu abadi nya Israel para pemimpinnya sama-sama mencari muka dimata publik dan dunia bahwa kubu merekalah yang harus menerima apresiasi karena berhasil meng-goalkan kesepakatan genjatan senjata di Palestina.

Presiden Joe Biden dan Presiden terpilih Donald Trump sama-sama mengklaim pujian atas Israel dan Hamas menyetujui kesepakatan gencatan senjata di Gaza pada hari Rabu tanggal 15 Januari 2025 setelah Gedung Putih membawa utusan Trump di Timur Tengah ke dalam negosiasi yang telah berlarut-larut selama berbulan-bulan. Sebaliknya Trump tidak membuang waktu untuk menegaskan bahwa dia adalah kekuatan penggerak di balik kesepakatan itu. Biden, sementara itu, menekankan bahwa kesepakatan itu dicapai di bawah “kontur yang tepat” dari rencana yang dia tetapkan pada akhir Mei.

“Perjanjian gencatan senjata ini hanya bisa terjadi sebagai hasil dari Kemenangan Bersejarah kami pada bulan November, karena memberi sinyal kepada seluruh Dunia bahwa Pemerintahan saya akan mencari Perdamaian dan menegosiasikan kesepakatan untuk memastikan keselamatan semua orang Amerika, dan Sekutu kami,” tulis Trump di media sosial. “Saya senang sandera Amerika dan Israel akan kembali ke rumah untuk bersatu kembali dengan keluarga dan orang yang mereka cintai.”

Trump menambahkan bahwa utusan Timur Tengah yang akan datang, Steve Witkoff – yang berpartisipasi dalam pembicaraan di Doha, Qatar – akan terus “bekerja sama dengan Israel dan Sekutu kami untuk memastikan Gaza tidak pernah lagi menjadi tempat berlindung yang aman bagi teroris.”

Seperti diketahui pertukaran tahanan dan gencatan senjata untuk mengakhiri konflik Israel-Hamas disepakati oleh Israel dan Hamas pada 15 Januari 2025. Proposal tersebut disusun oleh mediator dari Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar dan disampaikan oleh Presiden AS Joe Biden pada 31 Mei 2024. Pada Januari 2025, proposal serupa dilaporkan telah disetujui oleh Israel dan Hamas. Proposal ini adalah inisiatif seri dalam tiga tahap, dimulai dengan gencatan senjata enam minggu, pembebasan semua orang Israel yang ditahan di Gaza dengan imbalan beberapa orang Palestina yang ditahan oleh Israel, gencatan senjata permanen, penarikan Israel dari Gaza, dan proses rekonstruksi yang berlangsung dari tiga hingga lima tahun.

Israel yang sebelumnya bertindak semaunya terhadap bangsa Palestina dan selalu mendapatkan persetujuan Amerika Serikat akhir-akhir ini mendapatkan tekanan dari berbagai pihak termasuk opini masyarakatnya dan para sekutunya, khususnya Amerika Serikat karena akan terjadi transisi pemerintahan baru. Pada tanggal 20 Januari 2025 nanti secara resmi presiden terpilih Donald Trump akan dilantik dan itu mengakhiri pemerintahan Joe Biden yang meninggalkan legacy yang buruk dalam kebijakan luar negeri nya.

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K