Oleh: Achmad Nur Hidayat, MPP
(Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)

Kelas menengah telah lama dianggap sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Mereka memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi domestik, investasi, dan inovasi.
Namun, survei terbaru Inventure 2024 menunjukkan bahwa 49 persen dari kelas menengah Indonesia mengalami penurunan daya beli, sebuah peringatan yang tidak boleh diabaikan.
Jika tidak ditangani secara serius, masalah ini tidak hanya akan merugikan kelompok ini, tetapi juga seluruh perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang pro-kelas menengah untuk menyelamatkan mereka dari kemunduran ekonomi yang semakin nyata.
Mengapa Kelas Menengah Penting?
Kelas menengah Indonesia telah berkembang pesat dalam dua dekade terakhir seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan peningkatan urbanisasi.
Menurut World Bank, kelas menengah di Indonesia tumbuh dari hanya sekitar 7 persen dari populasi pada tahun 2002 menjadi lebih dari 20 persen pada tahun 2022.
Mereka adalah motor penggerak konsumsi, yang menyumbang lebih dari 55 persen terhadap PDB nasional. Selain itu, kelas menengah adalah pembayar pajak terbesar, sehingga stabilitas ekonomi mereka sangat penting bagi pendapatan negara.
Namun, data terbaru menunjukkan bahwa peran mereka sebagai pendorong konsumsi kini terancam. Menurut survei Indonesia Market Outlook 2025 oleh Inventure, hampir setengah dari kelas menengah kini mengalami penurunan daya beli.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat dan inflasi yang terus meningkat, kelas menengah harus menghadapi tantangan ekonomi yang semakin besar.
Faktor Penyebab Pelemahan Ekonomi Kelas Menengah
Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan pelemahan ekonomi kelas menengah:
Pertama, Inflasi Bahan Pangan Dan Sembako Primer: Inflasi di Indonesia, terutama pada sektor pangan dan energi, menjadi salah satu faktor utama yang menggerus daya beli kelas menengah.
Inflasi pangan, misalnya, melonjak lebih dari 10 persen pada beberapa bulan terakhir tahun 2024, jauh di atas tingkat inflasi umum yang berkisar 5 persen.
Ini sangat berdampak pada kelas menengah yang sebagian besar pendapatannya digunakan untuk konsumsi kebutuhan pokok.
Kedua, Biaya Hidup yang Meningkat: Kelas menengah, terutama yang tinggal di perkotaan besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, menghadapi kenaikan biaya hidup yang signifikan.
Harga properti, biaya pendidikan, serta biaya kesehatan yang terus meningkat telah membebani mereka. Survei Inventure juga menunjukkan bahwa 67 persen dari kelas menengah merasa bahwa mereka kesulitan mengimbangi kenaikan biaya hidup.
Ketiga, Peluang Kerja yang Semakin Menyempit: Ketidakpastian ekonomi global, termasuk dampak dari perang dagang dan perlambatan ekonomi Tiongkok, telah mengurangi peluang kerja di sektor-sektor formal yang selama ini menjadi sandaran kelas menengah.
Selain itu, automatisasi dan digitalisasi juga membuat beberapa jenis pekerjaan menjadi usang, menciptakan ketidakpastian pekerjaan bagi kelas menengah yang kurang terampil.
Keempat, Tekanan Pajak yang Tidak Seimbang: Kelas menengah juga dibebani oleh kebijakan perpajakan yang cenderung progresif.
Peningkatan tarif pajak penghasilan pribadi dan kurangnya insentif pajak bagi mereka yang berada di kelompok ini telah menambah tekanan keuangan mereka.
Kebijakan Pemerintah yang Membebani Kelas Menengah
Selain faktor eksternal, ada beberapa kebijakan pemerintah yang turut membebani kondisi kelas menengah. Di antaranya adalah:
Satu, Pengalihan Subsidi Energi: Pemerintah telah beberapa kali mengalihkan subsidi bahan bakar dari kelompok menengah ke kelompok bawah.
Meskipun kebijakan ini secara teori bertujuan untuk membantu masyarakat yang lebih membutuhkan, pada kenyataannya, kelas menengah tetap terdampak oleh kenaikan harga bahan bakar dan listrik, yang pada gilirannya meningkatkan biaya transportasi dan kebutuhan energi rumah tangga mereka.
Dua, Kebijakan Pajak yang Tidak Inklusif: Sistem pajak penghasilan saat ini membebankan tarif pajak yang lebih tinggi kepada kelas menengah tanpa memberikan insentif yang memadai. Kenaikan PPN menjadi 11% dan 12% di tahun 2025 adalah salah satunya. Padahal, mereka adalah kontributor utama bagi pendapatan negara melalui pajak penghasilan dan pajak konsumsi.
Kurangnya insentif seperti pengurangan pajak untuk biaya pendidikan dan kesehatan menjadi beban tambahan bagi kelas menengah yang terus berjuang menghadapi peningkatan biaya hidup.
Tiga, Kurangnya Dukungan Terhadap Wirausaha Kelas Menengah: Kelas menengah juga banyak yang terlibat dalam usaha kecil dan menengah (UKM).
Namun, kebijakan pemerintah yang cenderung berfokus pada sektor korporasi besar sering kali melupakan kebutuhan UKM. Akses mereka terhadap kredit yang murah dan bantuan teknis sangat terbatas, sehingga menyulitkan mereka untuk bertahan di tengah tekanan ekonomi yang semakin besar.
Kebijakan Pro-Kelas Menengah: Solusi untuk Menyelamatkan Kelas Menengah
Melihat tantangan yang dihadapi kelas menengah, sudah saatnya pemerintah mengadopsi kebijakan yang secara khusus dirancang untuk mendukung stabilitas ekonomi mereka. Berikut adalah beberapa rekomendasi kebijakan yang pro-kelas menengah:
Reformasi Kebijakan Pajak yang Inklusif: Pemerintah harus mempertimbangkan reformasi pajak yang lebih inklusif bagi kelas menengah. Pengurangan pajak penghasilan bagi mereka yang berpendapatan menengah ke bawah dapat membantu meningkatkan disposable income mereka.
Selain itu, insentif pajak untuk biaya pendidikan dan kesehatan juga perlu diperkenalkan untuk meringankan beban finansial kelas menengah.
Pengendalian Inflasi Pangan dan Energi: Inflasi, terutama pada kebutuhan pokok seperti pangan dan energi, perlu dikendalikan dengan lebih efektif.
Pemerintah dapat memperkuat cadangan pangan nasional untuk menstabilkan harga dan memastikan ketersediaan pasokan. Di sisi lain, kebijakan subsidi energi harus ditinjau kembali agar lebih proporsional dan tidak sepenuhnya dialihkan dari kelompok kelas menengah.
Program Peningkatan Keterampilan dan Pelatihan Kerja: Seiring dengan perubahan di pasar tenaga kerja akibat otomatisasi dan digitalisasi, pemerintah harus memperluas program peningkatan keterampilan (upskilling) untuk kelas menengah.
Ini dapat dilakukan melalui pelatihan teknis yang relevan dengan kebutuhan industri saat ini, sehingga mereka dapat bersaing di pasar kerja yang semakin kompetitif.
Dukungan Terhadap Usaha Kecil dan Menengah (UKM): Pemerintah perlu memperkuat dukungan terhadap UKM yang dimiliki oleh kelas menengah.
Akses yang lebih mudah terhadap kredit murah, insentif pajak bagi usaha kecil, serta bantuan teknis dapat membantu UKM bertahan dan berkembang di tengah tantangan ekonomi global.
Program Subsidi dan Bantuan Sosial yang Tepat Sasaran: Kelas menengah juga harus dilibatkan dalam program bantuan sosial.
Meskipun bantuan langsung tunai (BLT) umumnya ditujukan untuk kelompok miskin, kelas menengah yang terancam jatuh miskin juga harus diberikan akses terhadap bantuan ini, terutama di masa-masa krisis ekonomi seperti saat pandemi.
Kelas menengah adalah pilar penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Penurunan daya beli dan meningkatnya jumlah mereka yang terancam jatuh miskin adalah ancaman serius bagi perekonomian nasional.
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang pro-kelas menengah untuk menyelamatkan mereka dari krisis ekonomi yang semakin mendalam. Reformasi pajak, pengendalian inflasi, dukungan terhadap UKM, serta program peningkatan keterampilan adalah langkah-langkah yang dapat diambil oleh pemerintah untuk memastikan stabilitas ekonomi kelas menengah, yang pada akhirnya akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Dengan kebijakan yang tepat, kita dapat menjaga peran kelas menengah sebagai penggerak utama ekonomi Indonesia di masa depan
EDITOR: REYNA
Related Posts

Presiden Pasang Badan Untuk Jakowi Dan Luhud B. Panjaitan

Saya Muslim..

Informaliti

Puisi Kholik Anhar: Benih Illahi

Tak Kuat Layani Istri Minta Jatah 9 Kali Sehari, Suami Ini Pilih Cerai

Novel Imperium Tiga Samudara (7)- Kapal Tanker di Samudra Hindia

Sampah Indonesia: Potensi Energi Terbarukan Masa Depan

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Sebuah Kereta, Cepat Korupsinya

Menata Ulang Otonomi: Saatnya Menghadirkan Keadilan dan Menata Layanan



No Responses