JAKARTA – Dunia seni kontemporer Indonesia mengalami guncangan setelah rangkaian protes nasional yang membuat banyak galeri, seniman, dan komunitas seni berada di bawah tekanan.
Pada pameran Art Jakarta 2025 yang berlangsung mulai 3–5 Oktober, suasana yang muncul adalah campuran antara kelegaan dan kewaspadaan. Direktur Art Jakarta, Tom Tandio, menyebut bahwa meski situasi politik dan ekonomi tak mudah, komunitas seni berhasil “bertahan dan membentuk ikatan” yang lebih kuat.
Beberapa poin penting
Seniman dan galeri aktif dalam mendukung aksi sosial: ikut mendonasikan, memproduksi poster digital, hadir di protes.
Di sisi pasar seni, ekspektasi laba menurun karena kondisi ekonomi dan sosial yang belum stabil. Tandio mengatakan galeri “tidak memasang target setinggi tahun-sebelumnya”.
Karya yang ditampilkan mulai menghadirkan narasi sosial politik yang lebih kuat: misalnya karya filosofi nasionalisme, kritik terhadap otoritas, refleksi pasca-protes.
Mengapa menarik dan viral di medsos
Karena seni tidak hanya dipandang sebagai hiburan, tetapi juga sebagai medium perlawanan dan ekspresi sosial. Foto-protes yang kemudian muncul di feed Instagram dan TikTok memperlihatkan seniman lokal turun ke jalan, memicu rasa nasionalisme kreatif.
Dampaknya, komunitas seniman Indonesia jadi semakin terlibat dalam isu publik.
Pasar seni lokal mendapat sorotan, boleh jadi akan ada perubahan pola kolektor dan investor seni ke tema yang lebih sosial.
Bagi pembaca umum ini menegaskan bahwa seni bisa menjadi jembatan antara budaya dan politik.
Meskipun dunia seni Indonesia “tergores” oleh protes nasional, momentum ini juga membuka jalan untuk kebangkitan kreativitas yang terhubung dengan masyarakat. Seni Indonesia kini punya peran yang lebih besar daripada sekadar estetika — ia menjadi bagian dari wacana publik. (Sumber: The Art Newspaper, Lisa Movius — 31 Oktober 2025, theartnewspaper.com)
EDITOR: REYNA
Related Posts

Ini 13 Ucapan Kontroversial Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa

Purbaya Yudhi Sadewa: Dari Bogor ke Kursi Keuangan — Jejak Seorang Insinyur yang Menjadi Ekonom Kontroversial

The Guardian: Ketika Bendera One Piece Jadi Lambang Perlawanan Generasi Z Asia

Kolaborasi Manusia Dan AI: Refleksi Era Digital di IdeaFest 2025

Digital Counter-Revolution: Mengapa Pemerintah Indonesia Berbalik Takluk pada Media Sosial?

Otonomi Yang Melayani : Menanggapi Cak Isa Anshori dengan Kacamata Tata Kelola Islam

Komik Edukasi Digital dari ITS Jadi “Senjata” Literasi Anak di Daerah Terpencil”

Patrick Kluivert Dihentikan Setelah 9 Bulan — Apa Yang Salah?

Sentimen Pasar Bangkit, Tapi Bayang-Bayang Inflasi Masih Menghantui

Tirai Terbuka atau Tirai Besi? Ketika Prabowo Menyatakan ‘Saya Bukan Otoriter’



No Responses