Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Secara umum arti show-off dalam bahasa Inggris adalah perbuatan pamer tentang kehebatan seseorang, misalnya kekuasaan atau kekayaan. Hal ini tentu menyakitkan perasaan masyarakat apabila dilakukan oleh pejabat negara, selebriti dsb ketika kondisi masyarakat sedang tidak baik-baik saja.
Ketika masyarakat didera persoalan ekonomi, banyak pemutusan hubungan kerja atau PHK, pengangguran yang meningkat, adanya anak-anak kecil yang mengalami malnutrisi, mati karena cacingan, kenaikan pajak-pajak yang menguras pendapatan rakyat, mall-mall yang besar sepi pengunjung dsb. Selain itu ditambah angka-angka statisitik ekonomi yang menggiurkan misalnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan angka inflasi yang rendah, ternyata tidak ada korelasi positif dengan kenyataan dilapangan dimana kondisi ekonomi nasional maupun internasional yang masih dipenuhi ketidak pastian.
Ditengah wajah kehidupan rakyat yang muram itu, rakyat disuguhi dengan tayangan yang bersifat show-off, misalkan adanya anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat terekam berjoget di perhelatan sidang tahunan MPR, pada Jumat, 15 Agustus 2025. Para pejabat negara juga terlihat berjoget diiringi musik pada Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI. Sejumlah anggota parlemen terekam kompak berjoget lagu Sajojo dan Fa Mi Re di sesi penutupan rangkaian sidang tahunan MPR, pada Jumat, 15 Agustus 2025. Kemudian, dalam rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan RI di Istana Merdeka, Jakarta, Ahad lalu, Presiden Prabowo Subianto dan para pejabat negara terlihat bergoyang mengikuti irama musik.
Masyarakat yang melek sosial media kemudian mengecek apakah di negara lain ada anggota parlemen negara yang terhormat itu berjoget digedung parlemen mereka, misalkan di gedung parlemen Inggris atau gedung Kongres di Amerika Serikat. Ternyata tidak ditemukan kejadian seperti itu sebab gedung parlemen dinegara-negara itu merupakan gedung yang sangat sakral, tempat kedaulatan rakyat dijalankan, tempat undang-undang negara dibuat untuk kepentingan rakyat, tempat para wakil rakyat mengemban amanat rakyat yang memilihnya dengan susah payah. Pendek kata gedung parlemen itu memiliki warwah yang harus dijunjung tinggi.
Bersamaan dengan kejadian joget itu, masyarakat juga disuguhi dengan pernyataan show-off tentang kenaikan gaji anggota parlemen itu yang kabarnya total nya mencapai Rp 100 juta per bulan atau Rp 3 juta per hari. Angka itu termasuk adanya tunjangan rumah Rp 50 juta, tunjangan beras Rp 12 juta perbulan – yang masyarakat menghitungnya bahwa dengan tunjangan beras sebesar itu diperoleh beran sekitar 800 kg sebulan. Hal ini menimbulkan reaksi negatif masyarakat “mereka anggota DPR itu mau bisnis kuliner, buka warung?”.
Masyarkat dunia termasuk Indonesia saat ini sudah banyak melek teknologi informasi, pengguna aktif sosial media sehingga mereka setiap saat dihujani dengan jutaan berita setiap hari. Kita melihat rakyat negara-negara maju yang turun kejalan memprotes Israel yang melakukan genosida terhadap rakyat Palestina dengan sangat brutal diluar batas kemanusiaan. Mereka juga protes pada pemerintahan negaranya masing-masing yang masih membela mati-matian rejim zionis Israel dengan memberikan bantuan dana dan senjata untuk melakukan pembunahan besar-besaran. Sebelumnya rakyat negara maju itu tidak tahu apa-apa soal kejadian tragis di Palestina itu karena media mainstream mereka menutup-nutupi berita kejelekan Israel. Sekarang karena keterbukaan teknologi informasi itu rakyat mereka terkejut dengan berita kenyataan kejadian yang sebenarnya di Palestina, mereka menyaksikan ribuan anak-anak kecil karena tidak makan, tubuhnya kurus kering terlihat tulang belulangnya, mereka menyaksikan ribuan orang-orang Palestina antri makanan tapi malah di bom.
Kejadian dunia itu, juga terjadi di negeri kita dimana masyarakat aktif menerima berita-berita kenyataan kehidupan masyarakat sehari-hari, mereka menyaksikan anak kecil yang mati karena cacingan itu, mereka juga menyaksikan lebih dari 25.000 anak-anak muda antri untuk melamar pekerjaan, mereka melihat kemurkaan rakyat kecil yang harus membayar Pajak Bumi dan Bangunan yang naik 250-400%.
Fakta diatas seharusnya menyadarkan para pemangku jabatan negeri ini agar tidak menunjukkan perilaku show-off yang berlebihan, memamerkan kehidupan hedonis misalnya menunjukkan puluhan mobil dan motor mewah di garasinya yang hal ini sering terlihat di media ketika pejabat yang bersangkutan tertangkap KPK.
Tidak elok seorang pejabat tinggi yang gajinya dari keringat rakyat jelata berjoget-joget ketika ada anak kecil dinegeri ini yang mati karena cacingan.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Potret ‘Hutan Ekonomi’ Indonesia

Prof. Djohermansyah Djohan: Biaya Politik Mahal Jadi Akar Korupsi Kepala Daerah

Muhammad Taufiq Buka Siapa Boyamin Sebenarnya: Kalau Siang Dia LSM, Kalau Malam Advokad Profesional

Purbaya Dimakan “Buaya”

Pengakuan Kesalahan Oleh Amien Rais Dalam Amandemen Undang‑Undang Dasar 1945

Menemukan Kembali Arah Negara: Dari Janji Besar ke Bukti Nyata

Informaliti

Pasang Badan

Relawan Sedulur Jokowi Tegaskan Tetap Loyal Kepada Jokowi

Bobibos: Energi Merah Putih Dari Sawah Nusantara Yang Siap Guncang Dunia


No Responses