Oleh: Muhammad Chirzin
Itulah judul buku Kim Sang-hyun alih bahasa dari karya perdananya berbahasa Inggris If I Die Who Will Come to My Funeral.
Kim Sang-hyun mengajak kita sebagai umat beragama untuk melakukan perenungan tentang kematian ketika masih hidup. Kita ini dari mana, di mana dan ke mana.
Orang bijak berkata, “Kematian satu orang adalah tragedi. Kematian banyak orang adalah statistik.”
Kita telah kehilangan pejuang kemanusiaan Munir, pejuang ekonomi-kebangsaan Rizal Ramli, disusul Faisal Basri. Semoga mereka mendapat tempat yang lapang dan penuh kebahagiaan di dekat Khaliknya.
Satu orang anak perempuan mungil yang kelaparan bisa membuat banyak orang iba dan berlomba memberi bantuan. Namun, ketika yang disorot adalah angka kelaparan di salah satu daerah terpencil di Indonesia, cerita itu cuma jadi penanda kurang baiknya taraf kesehatan di daerah itu. Kemudian kita sekadar berpikir, “Ah, ini urusan pemerintah, toh kita tidak bisa berperan banyak!”
Begitu pula hari-hari ini manusia sedunia masih menyaksikan genosida atas warga Palestina yang tak berdosa oleh kaum penjajah Israel. Entah kapan berakhirnya.
Kita pun mungkin berpikir, “Ah, bukankah itu tanggung jawab negara-negara tetangganya?”
Untuk itu Forum Ukhuwah Islamiyah DIY menggelar aksi bertajuk Satu Tahun Menyala Palestina di Titik 0 KM Yogyakarta pada hari Ahad, 13 Oktober 2024.
“Bangsa Indonesia telah berikrar bahwa kemerdekaan adalah hak setiap bangsa. Oleh sebab itu, penjajahan harus dihapuskan dari seluruh dunia.”
“Masyarakat sedunia harus mendengarkan seruan dari Indonesia: merdekakan Palestina!”
Judul buku Kim Sang-hyun tersebut juga memberikan sebuah pertanyaan besar bagi kita, “Apakah kita sudah hidup cukup baik, sampai ada orang yang mau datang saat kita mati nanti?”
Apakah teman terbaik kita akan datang? Atau, apakah malah orang yang selama ini kita berikan label ‘lawan’ justru yang datang, dan menangis paling kencang?
Rasulullah Muhammad saw pernah bersabda, ” Ruh-ruh itu memiliki kelompoknya. Yang bersetuju akan bersatu, dan yang berseteru akan berpisah.”
Orang-orang yang baik akan berkumpul dengan orang yang baik, demikian pula yang sebaliknya.
Air selamanya tidak akan bersatu dengan minyak.
Burung-burung akan hinggap di dahan bersama yang sejenisnya.
Tidak semuanya bisa berjalan sesuai rencana. Apa yang kita pikir akan berjalan baik, bisa saja tidak berjalan dengan baik.
Selain itu, segalanya bisa berubah. Semua yang kita harap bisa bertahan seumur hidup, pada akhirnya akan berubah tanpa menjadi kekal.
Terdapat adagium di ranah politik, bahwa tidak ada teman abadi, dan yang abadi adalah perubahan itu sendiri.
Ke mana angin bertiup, ke situ daun bergoyang.
Di mana ada gula, di situ ada semut. Bila gula habis, semut bubar semua.
Salah satu tragedi dalam persaingan adalah menjadikan kemalangan orang lain sebagai sumber kebahagiaan dirinya sendiri.
Bagaimanakah belakangan ini? Bagaimana dengan kita? Apakah kita dipenuhi dengan rasa iri dan kecemburuan? Apakah kegagalan dan kemalangan orang lain jadi sumber kebahagiaan bagi kita? Apakah kita juga menghalalkan segala cara untuk memenuhi hasrat dan ambisi kita?
Rasulullah saw pernah menasihati sahabat Abdurrahman bin Sumarah, “Janganlah engkau kasak-kusuk mencari jabatan, karena bila engkau memperoleh jabatan tanpa kasak-kusuk, engkau akan dibantu Tuhan. Allah swt akan menurunkan malaikat mendukung langkahmu. Tetapi, jika engkau diberi jabatan karena meminta atau kasak-kusuk, maka beban jabatan itu diserahkan sepenuhnya kepadamu untuk memikulnya.”
Pada kesempatan lain Abu Dzar al-Ghifari berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikan aku seorang pemimpin?” Rasulullah saw pun menepukkan tangannya di bahuku dan bersabda, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya kepemimpinan adalah amanah. Ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat, kecuali siapa yang mengambilnya sebagai haknya, dan menunaikannya dengan sebaik-baiknya.”
Tujuan akhir hidup adalah kebahagiaan. Kita semua ingin bahagia, dan mengupayakan kebahagiaan.
Namun, dari mana datangnya kebahagiaan? Kebahagiaan dimulai dari orang-orang di sekitar kita melalui cinta yang menghubungkan antar manusia.
Rasulullah Muhammad saw pernah bersabda, “Tidak sempurna iman seseorang, hingga ia mencintai untuk temannya sebagaimana ia mencintai untuk dirinya.”
Kebahagiaan kita berada dalam kebahagiaan orang lain.
Kita niscaya memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan, dan tidak sekali-kali memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin tidak diperlakukan demikian.
Kata kuncinya adalah persaingan. Ada persaingan tanpa akhir, mulai dari kita membuka mata sampai menutup mata.
Tidak berlebih-lebihan kalau dikatakan bahwa semua yang kita hadapi dan kita jalani setiap hari adalah persaingan, kecuali persaingan dalam kebaikan.
Kita semua hanyalah manusia biasa. Kita berharap tidak ada yang berlebihan dalam membenci, begitu pula dalam mencintai.
Siapa yang tidak pernah sedetik pun mencintai kehidupan, tidak akan tahu betapa indahnya hidup ini.
Siapa yang tidak pernah merasakan penjajahan, ia tidak akan dapat memahami arti kemerdekaan.
Hidup akan terasa cukup jika kita bisa mencintai orang lain, dan mencintai pekerjaan kita yang terbaik.
Cinta adalah kekuatan aktif dalam diri manusia; kekuatan yang menghancurkan tembok-tembok yang memisahkan manusia dari sesamanya, yang menyatukannya dengan orang lain.
Siapa yang memutus silaturahmi, sesungguhnya ia telah merobohkan jembatan yang harus dilaluinya.
Semoga kita semua bisa mencintai hari-hari, pekerjaan, dan orang-orang yang selalu di sisi kita. Kita berharap kita semua bisa bahagia.
Lalu kita pun bertanya, “Kira-kira, siapa yang datang ke pemakaman kita saat kita mati nanti?”
Sekarang adalah era persaingan tanpa batas.
Ya Rabb, engkau berpesan, “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan bersamalah dengan orang-orang yang benar.” (QS 9:119)
Engkau menghendaki kami bergaul dengan orang-orang yang benar. Bukan dengan penipu, pendusta, pengingkar janji, dan pengkhianat amanat.
Engkau Maha Tahu, bahwa pergaulan kami berpotensi tertular berbagai penyakit hati.
Ya Allah ya Rabb, tiap perintah dan larangan-Mu mengandung hikmah buat kami. Tak secuil pun Engkau berkepentingan dengan ibadah dan pengabdian kami. Karena Engkau Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Ya Allah, tumbuhkan kesadaran pada kami untuk ikhlas beribadah kepada-Mu, tak berharap apa pun selain ridha-Mu. Jangan biarkan berbagai niat lain bersemayam di hati kami.
Ya Allah ya Rabb, jangan biarkan kami menyimpang walau sedikit dan sesaat. Kembalikan kami ke jalan-Mu yang lurus. Sungguh Engkau Maha Mendengar, Maha Mengabulkan doa dan harapan.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Negeri Yang Menukar Laut Dengan Janji dan Rel Dengan Ketergantungan

Misteri Kebahagiaan

Masa Depan ITS

Novel Imperium Tiga Samudra (8) – Horizon 3

Presiden Pasang Badan Untuk Jakowi Dan Luhud B. Panjaitan

Saya Muslim..

Informaliti

Puisi Kholik Anhar: Benih Illahi

Tak Kuat Layani Istri Minta Jatah 9 Kali Sehari, Suami Ini Pilih Cerai

Novel Imperium Tiga Samudara (7)- Kapal Tanker di Samudra Hindia



No Responses