Oleh: Sutoyo Abadi
“Bahlul ( sesungguhnya seorang sufi ) adalah tokoh yang hidup di era Khalifah Harun Al-Rasyid, ia lebih waras dari orang yang mengaku waras, karena terperdaya dam tergila-gila dunia hingga lupa akhirat”
Bahkan menurut sebagian riwayat, ia termasuk kerabat Khalifah. Bahlul adalah seorang sufi yang tawadhu’ dan zuhud. Kata-kata dan perilakunya yang terkesan aneh banyak membuat orang terkesima dan mengganggap Bahlul orang yang gila.
Caranya merenung dan berpikir sering di luar nalar. Ia acap bisa bicara sendiri, ketawa sendiri atau menangis sendiri dalam perenungannya.
Ia biasa berpakaian kotor, kumal seperti orang gila. Itulah sebabnya ia sering dipanggil “al-majnun” (si gila).
Bahlul bukan tokoh fiktif. Nama aslinya Abu Wahb Amr as-Shairafi al-Kufi. Ia lahir di Kufah, Iraq. Ia menjalani kehidupan sebagai sufi eksentrik sehingga digelari “bahlul”. Ia wafat tahun 197 H atau 190 H.
Biografi Bahlul dapat dilacak di sejumlah sumber literatur Arab. Antara lain: Al-Bayan wa at-Tabyin (karya Al-Jahiz), Ar-Rijal (karya Ath-Thusi), Lisan al-Mizan (karya Ibnu Hajar Asqalani), Al-A’lam (karya Az-Zirkili), juga dalam ‘Uqala al-Majanin (karya An-Naisaburi).
Bahlul bukan termasuk sosok biasa. Anekdot-anekdotnya mengandung pelajaran berharga ditinjau dari aspek pendidikan akhlak. Juga aspek sosial-politik pada masanya.
Namun demikian, ia bukan hanya mampu menyairkan aforisme yang sarat hikmah yang amat dalam, tetapi juga petuah-petuah bijak yang kadang membuat banyak orang tertegun.
Dalam sebuah riwayat diberitahukan :
“Suatu hari, Bahlul datang ke Istana Khalifah Harun dan melihat bahwa singgasananya dalam keadaan kosong. Lalu tanpa ragu-ragu dan tanpa takut ia duduk di singgasana Khalifah”.
” Tiba-tiba orang-orang dengan segera mencambuk dia dan menarik dirinya dari singgasana. Bahlul pun menangis. Khalifah Harun ar-Rasyid datang.”
” Khalifah mendekat dan bertanya mengapa Bahlul menangis. Seorang budak menceritakan kejadiannya”.
” Khalifah Harun pun memarahi mereka dan mencoba untuk menghibur Bahlul. Bahlul berkata bahwa ia tidak menangisi keadaannya, tetapi ia justru menangisi keadaanmu (Harun al-Rasyid ).”
Ia berkata, “Aku duduk di kursi Kekhalifahan hanya untuk sesaat saja. Lalu aku menerima pukulan dan menanggung kemalangan seperti tadi. Adapun engkau telah duduk di singgasana itu sekian selama. Alangkah banyak kesulitan yang mesti kau tanggung nanti. Namun, masih saja engkau tidak takut akan akibatnya.”
Mendengar itu, Harun ar-Rasyid pun menangis. Karena sesungguhnya Khalifah Harun al-Rasyid mengetahui bahwa Bahlul adalah seorang sufi.
Nasihat Bahlul adalah betapa bahayanya seorang raja (penguasa) yang lalai bahwa itu amanah. Salah mengemban amanah akan menjadi bencana di alam akherat.
Kisah ini antara lain dinukil oleh Abu Qasim an-Naisaburi dalam kitabnya, ‘Uqala al-Majanin. Demikianlah Bahlul. Sungguh ia bukan orang gila.
Bahwa Bahlul lebih waras daripada orang yang mengaku waras, tetapi tergila-gila kekuasaan hingga lupa akhirat.
Dalam sebuah syairnya :
“Wahai yang menikmati dunia dan hiasannya,”
” Kedua matanya tak pernah terlelap dari ragam nikmatnya,”
” Kau habiskan usia utuk perkara yang tak kau tahu,”
” Apa yang akan kau katakan saat berjumpa dengan Tuhanmu?
( An-Naisaburi, ‘Uqala al-Majanin, 1/24 ). 
EDITOR: REYNA
Baca juga:
Related Posts
 - Radhar Tribaskoro: Demokrasi Retorika
 - Sufmi Dasco, Senopati Politik Prabowo Subianto (76 ): Menerima Kunjungan Abu Bakar Ba’asyir
 - Kesederhanaan dan Keteladanan Sri Sultan HB X
 - Siapa Yang Gila (1)
 - Bersumpah Pemuda Masa Kini
 - Tirak Gate: Pengamat Kebijakan Publik Ngawi, Agus Fatoni Menilai Ada Keculasan Nyata Dan Brutal Dalam Kasus Tirak
 - Soal Seleksi Perangkat Desa Tirak, Camat Kwadungan Tegaskan Akan Mengambil Langkah Sesuai Aturan
 - Oligar Hitam Harus Dipenggal Kepalanya
 - “Whoosh” Cermin Buruknya Duet Kebijakan Luhut–Jokowi
 - Woosh: Satu dari Banyak Jejak Kejahatan Ekonomi dan Konsitusi Jokowi



No Responses