BANGKA BELITUNG — Di antara tumpukan lumpur kecokelatan dan drum besi di halaman smelter yang kini disegel aparat, petugas mendapati sesuatu yang tidak biasa. Serbuk halus berwarna keemasan kecokelatan, mengilap samar di bawah terik matahari. Bukan timah, bukan pasir biasa — laboratorium menyebutnya: monasit, mineral pembawa Logam Tanah Jarang (LTJ).
Penemuan ini mengguncang. Di balik operasi tambang dan smelter timah ilegal yang kini disita negara, ternyata tersembunyi “emas baru” yang nilainya bisa jauh lebih tinggi dari logam timah itu sendiri. Para ahli memperkirakan, konsentrat LTJ bernilai puluhan ribu dolar AS per ton, tergantung kadar dan jenisnya.
Apa Itu Logam Tanah Jarang?
Logam Tanah Jarang, atau Rare Earth Elements (REE), bukan satu logam, melainkan kumpulan 17 unsur kimia — mulai dari neodymium, praseodymium, cerium, hingga lanthanum.
Meski namanya “jarang”, unsur-unsur ini sebenarnya cukup melimpah di kerak bumi. Yang membuatnya berharga adalah sulitnya memisahkan, memurnikan, dan mengolahnya.
Tanpa REE, dunia modern nyaris lumpuh. Dari magnet motor kendaraan listrik, turbin angin, baterai, radar, ponsel pintar, hingga sistem senjata canggih — semuanya membutuhkan LTJ.
Tak heran, negara-negara besar kini berlomba mengamankan pasokan mineral strategis ini.
Kekayaan di Balik Limbah Timah
Selama puluhan tahun, Bangka Belitung dikenal sebagai negeri penghasil timah. Namun di balik pasir timah yang dicuci dan dilebur, ternyata terselip mineral lain — monasit dan xenotime — pembawa Logam Tanah Jarang.
“Monasit itu biasanya ikut terbuang bersama tailing (limbah timah),” kata seorang ahli geologi Universitas Bangka Belitung. “Nilainya tinggi, tapi butuh teknologi mahal untuk memisahkannya.”
Sumber di industri tambang menyebut, PT Timah (Persero) sebenarnya sudah lama sadar akan potensi itu. Perusahaan pelat merah tersebut bahkan telah menjalankan proyek pilot plant untuk mengekstraksi monasit dari tailings. Namun karena prosesnya kompleks — termasuk mengandung thorium yang bersifat radioaktif — proyek itu masih dalam tahap uji coba terbatas.
Jejak Pasar Gelap Logam Strategis
Yang mencengangkan, tumpukan LTJ yang ditemukan belakangan ini bukan berasal dari fasilitas resmi PT Timah, melainkan dari smelter ilegal.
Beberapa lokasi pengolahan liar yang kini disita negara ternyata menyimpan berton-ton konsentrat monasit — sebagian dikemas, sebagian hanya ditimbun.
Temuan ini menimbulkan pertanyaan serius: ke mana hasil mineral berharga ini selama ini mengalir?
Beberapa sumber lapangan menduga, konsentrat LTJ tersebut diselundupkan ke luar negeri, terutama ke negara-negara yang memiliki teknologi pemurnian REE seperti Malaysia atau China.
“Pasarnya jelas ada, harganya tinggi, dan nyaris tidak ada pengawasan karena tidak tercatat sebagai ekspor timah,” ujar seorang pejabat pertambangan daerah yang enggan disebutkan namanya.
PT Timah: Menyadari Tapi Belum Memanfaatkan
PT Timah membantah tudingan bahwa mereka “membuang” logam tanah jarang selama ini.
Dalam keterangan resminya, perusahaan menyatakan sudah menyiapkan program pengolahan mineral ikutan dan berencana mengembangkan teknologi pemisahan REE secara komersial. Namun, hingga kini, belum ada fasilitas skala industri yang berjalan penuh.
Sementara itu, di lapangan, ratusan smelter kecil justru telah lebih dulu memisahkan mineral berat dari pasir timah.
“Di situlah lubang pengawasan terjadi,” ujar sumber di lingkungan aparat penegak hukum.
Nilai Strategis dan Tarik-Menarik Kepentingan
Bagi banyak negara, REE adalah sumber daya geopolitik baru — seperti minyak di abad ke-20.
China kini menguasai lebih dari 70% pemurnian REE dunia, dan mulai membatasi ekspor untuk menjaga dominasi teknologinya.
Jika Indonesia benar-benar memiliki cadangan besar LTJ di Bangka Belitung, maka temuan ini bukan sekadar berita tambang, tetapi juga isu kedaulatan ekonomi dan teknologi nasional.
Langkah Lanjut Pemerintah
Pemerintah kini tengah menghitung ulang nilai aset tambang yang disita. Presiden disebut meminta agar seluruh mineral ikutan, termasuk LTJ, diaudit secara independen, dan hasilnya tidak hanya dilihat dari sisi ekonomi, tapi juga potensi strategis jangka panjang.
Penegak hukum diminta menelusuri rantai perdagangan mineral tanah jarang ini — dari tambang, smelter, hingga kemungkinan ekspor ilegal.
Penutup: Harta yang Nyaris Terbuang
Selama ini, tanah jarang dari Bangka Belitung mungkin hanya dianggap sisa limbah — “tanah biasa” yang dibuang ke sungai dan laut.
Padahal, di balik pasir itu tersimpan harta masa depan: logam kunci untuk peradaban baru energi bersih dan teknologi tinggi.
Kini, setelah “rahasia” itu terbongkar, Indonesia dihadapkan pada pilihan:
Apakah kita akan menguasai dan mengolahnya sendiri, atau membiarkan harta itu kembali mengalir diam-diam ke luar negeri — seperti timah di masa lalu.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Kecerdasan Spiritual Fondasi Kebahagiaan

Kubu Jokowi TawarkanMediasi Kepada Roy cs

Bukan Sekadar Layar: Kehadiran yang Membentuk Hati Anak

TNI AL Amankan Dua Kapal Pengangkut Nikel Ilegal di Perairan Morowali–Konut

Gelar Pahlawan Nasional Untuk Pak Harto (8) : Penghargaan Dunia Dan Jejak Diplomasi Global Indonesia

Apa Mungkin Selama Ini Negara Tidak Tahu?

Buntut Pemusnahan Dokumen, Taufiq Ancam Laporkan Semua Komisioner KPU Surakarta

Kasus Lapangan Terbang Morowali Hanya Kasus Kecil

Habib Umar Alhamid Ingatkan Jangan Ada UU dan Kebijakan “Banci” di Pemerintahan Prabowo

Bravo, Prasiden Prabowo Beri Rehabilitasi ke Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi!



No Responses