Oleh: Muhammad Chirzin
Menjaga warisan kebangsaan Soekarno: JAS MERAH – Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Bahwa Republik ini dimerdekakan dengan mengorbankan harta, benda, jiwa dan raga. Taman Makam Pahlawan seluruh Indonesia tak akan muat menampung jasad para pahlawan kemerdekaan yang tersebar di mana-mana, termasuk mereka yang dimakamkan tanpa tanda nama sebagai pahlawan yang tak dikenal.
Bung Karno pernah berkata, bahwa perjuangan menghadapi penjajah asing itu lebih mudah daripada menghadapi penjajah anak negeri sendiri, karena penjajah asing itu jelas wujudnya, berbeda dengan penjajah dari anak negeri sendiri. Ucapan Bung Karno kini terbukti.
Pasca proklamasi kemerdekaan RI rongrongan di dalam negeri silih berganti, baik atas nama organisasi resmi maupun separatis, baik semasa rezim Orde Baru, maupun bahkan setelah orde Reformasi. Ibaratnya bangsa Indonesia keluar dari mulut harimau, masuk mulut buaya.
Tonggak Sejarah Bangsa Indonesia
Pertama, setiap warga negara Indonesia niscaya mengingat, mengenang, dan mewarisi nilai-nilai Sumpah Pemuda:
Berbangsa satu bangsa Indonesia
Berbahasa satu Bahasa Indonesia
Bertanah air satu tanah air Indonesia
Kedua, setiap warga negara Indonesia niscaya mengingat, mengenang, dan mewarisi nilai-nilai Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, dengan menjaga, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan untuk selamanya.
Ketiga, memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dengan saksama dalam arti yang seluas-luasnya. Umat Islam Indonesia tidak boleh meragukan eksistensi Pancasila. Pancasila bukan hanya sejalan dengan ajaran Islam, melainkan justru sebagai esensi nilai-nilai ajaran Islam, nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan persatuan, prinsip musyawarah, dan keadilan sosial adalah intisari ajaran Islam. Demikian, kata Syaikhul Azhar Prof. Dr. Ahmad Thayyib.
Indonesia tidak sedang baik-baik saja
Indikatornya: Pertama, utang menggunung, bahkan untuk mencicil bunga utangnya pun dengan cara utang. Kapan lunasnya? Kedua, korupsi di mana-mana, sebagaimana dipidatokan oleh Menkopolhukam Mahfud MD pada beberapa kesempatan. Ketiga, kondisi ekonomi negeri sangat memprihatinkan. Keempat, kohesivitas sosial melemah akibat perilaku para buzzer dan lain-lainnya. Kelima, keadilan sosial mimpi belaka. Pasca masa pandemik terbukti mereka yang sudah kaya semakin kaya, dan yang miskin makin miskin.
Keenam, adanya ancaman disintegrasi bangsa akibat ulah Gerakan separatis Papua yang tak kunjung dihentikan oleh penguasa. Ketujuh, penegakan hukum sekenanya, tebang pilih di mana-mana. Kedelapan, Undang-Undang menjadi mainan, baik proses pembuatannya, maupun pelaksanaannya, yang ditandai oleh proses pembuatan Undang-Undang secara tidak transparan, ketidaktaatan Presiden kepada Keputusan Mahkamah Konstitusi dalam kasus UU Cipta Kerja, dan Perppu Cipta Kerja. Kesembilan, Presiden menjadi tim sukses capres, dan terlibat dalam pembentukan dan pengisian koalisi partai-partai pendukungnya. Kesepuluh, Menteri-menteri menjadi juru kampanye Presiden RI menjelang Pilpres 2024.
Akar masalahnya antara lain Reformasi yang tidak terkendali.
Pertama, segala produk Orde Baru dihabisi, terutama GBHN, dan Pendidikan Moral Pancasila. Kedua, keputusan Amandemen UUD 1945 pada tahun 1999 sd 2002 yang kebablasan. Akibatnya: (1) MPR mengamputasi perannya sebagai pemberi mandat Presiden; (2) Presiden dipilih langsung oleh Rakyat dan bertanggung jawab kepada Rakyat; (3) Lahirnya peraturan Presidential Threshold 20% dalam Undang-Undang Pemilu Tahun 2017 Pasal 222 yang memberi kekuasaan pada Partai Politik; (4) Ketua-ketua Partai Politik atas pengaruh Presiden menguasai DPR; (5) Komponen Lembaga Yudikatif tunduk kepada Presiden; (6) Pelemahan institusi KPK; (7) Penetapan Menteri-menteri sebagai Pembantu Presiden bukan atas dasar kompetensi; (8) Penyimpangan penyelenggaraan negara dari Pancasila dan UUD 1945.
Ancaman Keutuhan Bangsa
Ancaman keutuhan Bangsa muncul akibat pembelahan warga negara sebagai dampak pelaksanaan pilpres, di mana relawan “pasangan pemenang” dilestarikan. Mestinya kesetiaan kepada partai diakhiri ketika kesetiaan kepada negeri dimulai. Keberadaan Buzzer dan influenser tidak terkendali, adanya trio oligarki: Oligarki ekonomi, oligarki penguasa, oligarki partai politik.
Ada pihak-pihak yang menggunakan kesempatan dalam kesempitan, mengail di air keruh, menjadi musang berbulu ayam, dan serigala berbulu domba, serta kehadiran wasit yang ikut bermain.
Indonesia Merana
EDITOR: REYNA
Related Posts

Presiden Pasang Badan Untuk Jakowi Dan Luhud B. Panjaitan

Saya Muslim..

Informaliti

Puisi Kholik Anhar: Benih Illahi

Tak Kuat Layani Istri Minta Jatah 9 Kali Sehari, Suami Ini Pilih Cerai

Novel Imperium Tiga Samudara (7)- Kapal Tanker di Samudra Hindia

Sampah Indonesia: Potensi Energi Terbarukan Masa Depan

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Sebuah Kereta, Cepat Korupsinya

Menata Ulang Otonomi: Saatnya Menghadirkan Keadilan dan Menata Layanan



No Responses