Oleh: Ahmad Cholis Hamzah
Tayangan berita tentang kemarahan masyarakat di negeri kita juga diliput beberapa media internasional, salah satunya Russian Today atau RT dari Russia dimana judul pemberitaannya “Boiling Anger” yang harfiahnya berarti mendidihkan atau menyulut kemarahan. Masyarakat yang marah menurut RT muncul disebabkan kekecewaan mereka terhadap pemerintah dan parlemen.
Ditengah-tengah kesulitan ekonomi yang diderita masyarakat seperti maraknya PHK dimana-mana, pengangguran yang tinggi, guru-guru didaerah yang kondisinya mengenaskan, daya beli masyarakat menurun, hutang menumpuk, anak-anak yang bergelayutan di jembatan bambu karena tidak ada jembatan yang menghubungkan kesekolahnya, puluhan ribu anak-anak muda melamar pekerjaan sampai-sampai ada lulusan S2 yang bekerja sebagai driver Ojol dsb; para pejabat tinggi baik eksekutif maupun legislatif sepertinya tidak memahami derajat tekanan psikologi yang diderita masyarakat itu.
Pemerintaah dalam mengejar target pertumbuhan ekonomi yang harus “mengesankan” memang mengalami kesulitan disaat kondisi ekonomi, geopolitik dunia, perang tarif yang penuh dengan tidak kepastian, ada defisit di anggaran negara, pembayaran hutang luar negeri yang menumpuk – pemerintah lalu “otak-atik” cara mencari tambahan keuangan, salah satunya mengeluarkan berbagai kebijakan kenaikan pajak, apapun kegiatan masyarakat dipajaki, Pajak Bumi Bangunan naiknya diluar nalar. “Otak-atik” pemerintah itu sepertinya tidak berkonsultasi dulu dengan rakyat sebagai pemegang kedaulatan; rakyat hanya “ujug-ujug” harus membayar pajak tinggi. Psikologi masyarakat yang sebenarnya “nurut” itu akhirnya terganggu.
Kondisi seperti ditambah dengan perilaku beberapa anggota Parlemen yang arogan menyebut rakyat “Tolol”, menari-nari bergembira digedung parlemen yang seharusnya merupakan tempat sakral bagi demokrasi -karena kenaikan gaji dan tunjangan yang mereka terima. Psikologi masyarakat tertusuk ketika mereka susah cari makan, tapi menyaksikan didepan mata mereka tunjangan beras anggota Parlemen Rp 12 juta perbulan, gaji diatas Rp 200 juta perbulan. Selain itu prilaku hedonis anggota Parlemen yang memiliki keistimewaan dipanggil “Yang Terhormat” itu nampak menusuk perasaan rakyat kecil. Puluhan mobil mewah digarasi, liburan keluar negeri dengan keluarganya secara terang-terangan tanpa merasa malu ditampilkan di sosial media.
Variable psikologi masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tinggi yang merasa direndahkan itulah memunculkan protes dimana-dimana dari ibukota negara sampai kekota-kota besar dan kabupaten/kota. Seperti biasanya, setiap kali ada demonstrasi masa maka timbul “hitung-hitungan politik” siapa yang ada dibelakang demo itu, apa tujuan politik mereka?, siapa penyandang dananya?. Muncul pernyataan sekelompok orang yang tidak ikut demonstrasi karena tujuannya tidak jelas. Bahkan Jendral Pur. Hendropriyono berpendapat dari domain beliau sebagai seorang intel mengatakan bahwa demonstrasi itu digerakkan asing, Non-State Actor.
Tapi apapun analisanya tentang demonstrasi itu, saat ini kita saksikan gerakan masa yang tidak terstruktur tapi memiliki tujuan yang sama yaitu mengekspresikan kemarahan karena harga diri sebagai pemegang kedaulatan direndahkan. Salah satu diantara mereka itu adalah masyarakat Ojek Online yang hidupnya kembang kempis dan akhirnya menjadi simbol perlawanan karena salah satu rekan mereka almarhum Affan Kurniawan gugur dilindas mobil lapis baja Polisi yang beratnya hampir lima ton. Almarhum yang tinggal dengan orang tua, kakak dan adiknya di rumah sangat sederhana dan putus sekolah sejak SMP itu lalu menjadi icon atau simbol penderitaan rakyat yang tertindas. Menambah daftar protes kekecewaan dari soal pajak, arogansi anggota DPR dsb sampai soal “Police Brutality” atau sikap brutal dan represif pihak kepolisian.
Demonstrasi yang rusuh, penjarahan rumah anggota DPR yang dianggap arogan, pembakarn kantor dan pos-pos polisi dimana-mana menimbulkan pertanyaan masyarakat kenapa Pemerintah terlihat tidak berdaya.
Khusus bagi Partai Politik di negeri ini, selayaknya melakukan review dalam “political Recrutiment” antara lain kader yang tidak faham psikologi masyarakat dan yang bisanya hanya menari-nari dan pamer kekayaan – haram hukumya direkrut.
EDITOR: REYNA
Related Posts

Misteri Kebahagiaan

Diduga Ada Oknum ASN Melakukan Penipuan Jual Beli “Kursi” Calon Perangkat Desa Tirak

“Ratu Pupuk Indonesia”: Ucok Khadafi Soroti Keistimewaan Istri Dirut Pupuk Indonesia

Hakim Perlu Dilindungi

Masa Depan ITS

Gubernur Riau Ditangkap KPK: “Taring Kekuasaan Tumpul di Balik Uang Proyek”

Ubaedillah Badrun: Presiden Tak Bisa Tutupi Korupsi dengan Nama Rakyat, Harus Diberi Peringatan Keras

Ketika ‘Taring Purbaya’ Dicabut: Siapa yang Sebenarnya Menanggung Utang Whoosh?

Amazon mendekati ‘titik tak bisa kembali,’ ilmuwan memperingatkan menjelang COP30

Konferensi iklim PBB di Brasil akan berfokus pada implementasi dengan perkiraan jumlah pemimpin yang terbatas



No Responses