Tiga Kekuatan Dibalik Aksi Demo 28 Agustus: Analisis Dr. Anton Permana

Tiga Kekuatan Dibalik Aksi Demo 28 Agustus: Analisis Dr. Anton Permana
Aksi massa di depan gedung DPR RI tanggal 28 Agustus 2025

JAKARTA – Aksi unjuk rasa besar-besaran pada 28 Agustus 2025 berakhir ricuh. Bentrokan antara massa dan aparat terjadi di beberapa titik, mengakibatkan korban luka-luka dan, yang paling tragis, meninggalnya seorang sopir ojek online yang berada di lokasi. Kejadian ini memicu pertanyaan besar: siapa sebenarnya yang berada di balik aksi ini, dan apa tujuannya?

Dr. Anton Permana, pengamat geopolitik dan pemerintahan, menegaskan bahwa aksi tersebut bukanlah gerakan yang berdiri sendiri. Menurutnya, ada kepentingan yang saling bersilangan di balik kericuhan tersebut. Anton mengidentifikasi setidaknya tiga kelompok besar yang memiliki peran, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam memanaskan situasi.

Dr Anton Permana, SIP, MH, Pengamat Ekonomi dan Geopolitik

Kelompok Pertama: Aktivis Perubahan dan Pembersihan Kabinet

Kelompok pertama ini terdiri dari aktivis-aktivis yang resah melihat kondisi objektif bangsa. Menurut Anton, mereka melihat indikator ekonomi yang menurun, daya beli rakyat yang melemah, dan kebijakan pemerintah yang dianggap kurang berpihak pada rakyat kecil.

“Mereka ingin ada perubahan kebijakan yang tegas dari Presiden,” ujar Anton. Salah satu agenda terselubung kelompok ini adalah mendesak pembersihan “geng Solo” dari kabinet Merah Puit — sebutan yang digunakan sebagian kalangan untuk menggambarkan lingkaran dalam yang dianggap memiliki pengaruh besar dalam pengambilan keputusan nasional.

Gerakan mereka memiliki basis moral dan politik. Moral, karena mereka mengklaim membela kepentingan rakyat. Politik, karena target mereka jelas: memaksa Presiden untuk merombak struktur kekuasaan yang dianggap terlalu dikendalikan oleh kelompok tertentu.

Kelompok Kedua: Pengusaha dan Oligarki yang Merasa Dirugikan

Kelompok kedua adalah para pengusaha besar dan oligarki yang merasa terganggu oleh kebijakan tegas Presiden Prabowo, terutama di sektor ekonomi strategis. Kebijakan yang membatasi impor tertentu, memperketat izin usaha, atau menutup celah monopoli dianggap mengancam kenyamanan bisnis mereka.

Anton menilai, kelompok ini melihat peluang besar di tengah gejolak politik. “Mereka ingin Prabowo dijatuhkan, dan Wakil Presiden Gibran naik menggantikannya,” tegasnya.

Motivasi mereka bukan sekadar soal bisnis, tapi juga kelanjutan pengaruh. Dengan pergantian kepemimpinan, mereka berharap kebijakan ekonomi akan kembali “ramah” terhadap kepentingan mereka. Dukungan finansial terhadap aksi-aksi protes, menurut Anton, bisa jadi datang dari lingkaran ini — meskipun sulit dibuktikan secara langsung.

Kelompok Ketiga: Elit Politik yang Terancam Posisinya

Kelompok terakhir adalah para elit politik di dalam pemerintahan itu sendiri. Mereka adalah pejabat atau tokoh berpengaruh yang merasa masa kejayaannya akan segera berakhir. Anton menuturkan, “Mereka sadar bahwa Presiden punya daftar nama yang akan segera diganti.”

Alih-alih menunggu nasib, kelompok ini memilih berspekulasi dalam arena politik. Ricuhnya aksi 28 Agustus bisa menjadi kartu tawar-menawar yang efektif. Dengan menunjukkan bahwa situasi politik tidak stabil, mereka berharap bisa mempertahankan posisi, atau setidaknya mendapatkan kompensasi politik tertentu.

Saling Silang Kepentingan yang Memanas

Yang membuat situasi semakin kompleks adalah adanya tumpang tindih kepentingan di antara ketiga kelompok ini. Meski motivasi mereka berbeda, momentum aksi 28 Agustus dimanfaatkan bersama untuk menekan pemerintah.

Anton menilai, inilah yang membuat aksi tersebut sulit dilihat sebagai gerakan murni. “Jika benar-benar murni, tuntutannya akan jelas dan terarah. Tapi ini bercampur, sehingga yang muncul di lapangan adalah energi protes yang liar,” jelasnya.

Hasilnya, seperti yang terlihat pada hari itu: bentrokan, kerusuhan, dan korban jiwa. Tragisnya, sopir ojek online yang tidak terlibat langsung menjadi korban, menambah daftar panjang tragedi politik jalanan di Indonesia.

Presiden di Persimpangan Jalan

Pernyataan Anton membuka ruang diskusi lebih luas tentang posisi Presiden Prabowo saat ini. Di satu sisi, ia dihadapkan pada tuntutan untuk segera mengambil langkah tegas, baik dalam membersihkan lingkaran kekuasaan maupun meredam tekanan ekonomi. Di sisi lain, ia harus menghadapi infiltrasi kepentingan yang bisa menggerogoti stabilitas pemerintahannya dari dalam.

Gibran Rakabuming, Wakil Presiden yang namanya disebut-sebut sebagai calon pengganti, berada dalam posisi serba sulit. Ia harus menjaga loyalitas pada Presiden, namun tak bisa menghindar dari spekulasi politik yang menyebut dirinya sebagai “plan B” dari sebagian elit dan oligarki.

Pelajaran dari 28 Agustus

Bagi publik, peristiwa ini menjadi pengingat bahwa kerusuhan di jalanan jarang terjadi tanpa ada “tangan” yang menggerakkannya. Tiga kelompok yang disebut Anton Permana mungkin tidak semuanya hadir secara fisik di lapangan, tapi pengaruh mereka terasa dalam arah gerakan dan eskalasi tensi.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah pemerintah akan melakukan investigasi mendalam terhadap pihak-pihak yang memanfaatkan aksi ini. Tanpa langkah tegas, bukan mustahil peristiwa serupa akan terulang, dengan korban jiwa yang terus bertambah.

Seperti diingatkan Anton, “Ketika kepentingan politik, ekonomi, dan kekuasaan bertemu di jalanan, rakyat kecil lah yang paling sering menjadi korban.”

EDITOR: REYNA

Last Day Views: 26,55 K