Oleh: Budi Puryanto
Pemimpin Redaksi
Dalam dunia politik yang kerap kali gaduh dan penuh intrik, tidak mudah menemukan sosok yang mampu menjelma menjadi bagian dari berbagai ruang, tanpa kehilangan pijakan jati dirinya. Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, adalah salah satu contoh langka dari politisi yang sudah “manjing” — sebuah istilah Jawa yang menggambarkan seseorang yang mampu masuk dan menyatu dalam berbagai lapisan masyarakat maupun lingkungan kekuasaan tanpa menimbulkan gejolak, bahkan sering kali menjadi jembatan.
Dari Aktivis ke Politisi Strategis
Nama Sufmi Dasco Ahmad mungkin tidak sepopuler tokoh-tokoh besar lain di kancah nasional, tapi pengaruhnya tak bisa diremehkan. Lahir pada 7 Oktober 1967 di Bandung, Dasco meniti karier dari jalur hukum dan aktivis. Sebagai seorang advokat, ia lama berkecimpung dalam dunia pergerakan, mengadvokasi berbagai isu publik sebelum akhirnya masuk ke dunia politik secara penuh melalui Partai Gerindra.
Bersama Prabowo Subianto sejak awal, Dasco merupakan salah satu arsitek strategi politik Gerindra sejak partai itu berdiri. Ia dikenal bukan hanya loyal, tetapi juga cerdik dalam memainkan posisi dan peran—baik di dalam parlemen maupun di kancah diplomasi politik internal partai. Tak heran jika ia menjadi salah satu “inner circle” Prabowo yang tetap bertahan di tengah arus perubahan politik dan dinamika koalisi.
Manjing: Seni Menyatu dalam Sistem
Yang membedakan Dasco dari banyak politisi lain adalah kemampuannya membaca ruang dan waktu secara presisi. Dalam budaya Jawa, “manjing” bukan hanya soal masuk, tapi menyatu tanpa memaksa, hadir tanpa mendominasi. Di Senayan, Dasco dikenal bisa bicara keras ketika membela kepentingan rakyat, tapi juga lihai berdiplomasi saat menyusun kompromi politik lintas fraksi.
Sebagai Wakil Ketua DPR yang membidangi koordinasi politik, hukum, dan keamanan, Dasco kerap berada di garda depan dalam isu-isu sensitif. Namun, ia jarang tampil flamboyan di media. Ia memilih bekerja dalam senyap, menjalin komunikasi dengan berbagai pihak—baik dari oposisi maupun pemerintah. Inilah bentuk “manjing” politik yang efektif: tidak mencolok, tapi menentukan.
Ketika DPR diterpa kritik keras atas sejumlah undang-undang kontroversial, Dasco tampil sebagai figur penyeimbang. Ia bisa menjelaskan posisi DPR dengan tenang, tanpa menyalakan api baru. Dalam perdebatan mengenai RUU Cipta Kerja, misalnya, Dasco menjadi figur penting dalam meredakan ketegangan antara demonstran, pemerintah, dan parlemen, dengan pendekatan yang tenang dan komunikatif.
Loyalis yang Rasional
Loyalitas Dasco kepada Prabowo dan Partai Gerindra bukan loyalitas membabi buta. Ia kerap menjadi penengah dalam situasi sulit, dan mampu membawa aspirasi konstituen kepada lingkar elite. Dalam beberapa momen krusial—seperti saat Gerindra memutuskan bergabung dalam pemerintahan Jokowi pasca Pilpres 2019—peran Dasco dalam menjembatani komunikasi dan mengatur ritme transisi sangat vital. Ia tidak keras kepala mempertahankan posisi oposisi jika realitas politik membutuhkan adaptasi.
Namun, ia juga bukan oportunis. Ia tidak menukar prinsip dengan kekuasaan. Sebaliknya, Dasco menempatkan kepentingan nasional dan stabilitas politik sebagai prioritas, sesuatu yang ia pelajari dari karier panjangnya sebagai advokat, aktivis, dan politisi.
Gaya Kepemimpinan dan Komunikasi
Dasco tidak banyak berbicara di luar forum resmi, tapi ketika ia berbicara, kalimat-kalimatnya lugas, tidak bertele-tele, dan sering diselipi logika hukum yang kuat. Ia bukan orator retoris, tetapi komunikator yang terlatih dalam ketegasan tenang. Banyak anggota DPR lintas fraksi mengakui bahwa kehadiran Dasco membuat suasana sidang lebih terjaga, terutama dalam rapat-rapat tertutup yang krusial.
Dalam interaksi dengan masyarakat, Dasco cenderung menghindari pencitraan berlebihan. Ia tidak banyak mengumbar kehidupan pribadi, tidak suka tampil dramatik, dan lebih memilih bekerja di balik layar. Gaya inilah yang membuatnya relatif jarang disorot media, tapi dihormati di lingkar-lingkar kekuasaan.
Menyongsong Peran Baru?
Dengan peta politik yang terus bergeser dan pemerintahan baru di bawah Prabowo Subianto akan segera terbentuk, banyak yang memperkirakan Dasco akan mendapatkan peran strategis berikutnya, baik di legislatif maupun di eksekutif. Namun jika menilik karakternya, Dasco mungkin lebih memilih peran yang tidak terlalu terang-benderang, tetapi penuh pengaruh di balik layar.
Sufmi Dasco Ahmad telah membuktikan dirinya bukan sekadar politisi, tetapi negarawan yang mampu “manjing” dalam berbagai situasi. Ia tahu kapan harus bicara, kapan harus diam, kapan harus maju, dan kapan harus menahan diri. Dalam dunia politik yang penuh gempita dan ego, kemampuan ini adalah keahlian yang langka.
Politik Indonesia butuh lebih banyak tokoh seperti Dasco—yang tidak sekadar mengejar jabatan, tetapi benar-benar memahami irama negara dan tahu bagaimana menari di dalamnya tanpa merusak harmoni. Sebab kadang, kekuatan terbesar justru datang dari mereka yang paling tenang.
EDITOR: REYNA
BACA JUGA ARTIKEL TERKAIT:
Related Posts

Tak Kuat Layani Istri Minta Jatah 9 Kali Sehari, Suami Ini Pilih Cerai

Novel Imperium Tiga Samudara (7)- Kapal Tanker di Samudra Hindia

Sampah Indonesia: Potensi Energi Terbarukan Masa Depan

Novel: Imperium Tiga Samudra (6) – Kubah Imperium Di Laut Banda

Sebuah Kereta, Cepat Korupsinya

Menata Ulang Otonomi: Saatnya Menghadirkan Keadilan dan Menata Layanan

Gerbang Nusantara: Jatim Kaya Angka, Tapi Rakyat Masih Menderita

Imperium Tiga Samudra (5) — Ratu Gelombang

“Purbayanomics” (3), Tata Kelola Keuangan Negara: Terobosan Purbaya

Seri Novel “Imperium Tiga Samudra” (4) – Pertemuan di Lisbon



No Responses